“Dedadunan
adalah ibu dari para bunga. Bernapas sambil bertahan hidup walau dihempas
angin. Menyimpan cahaya matahari dan membesarkan bunga putih yang menyilaukan
mata. Jika bukan karena dedaunan, pohon pasti tidak dapat hidup.”
-Leafie,
hal. 85
Fabel merupakan karya fiksi yang karakter utamanya adalah hewan.Kadang manusia hadir dalam fabel sebagai pelengkap belaka. Kisah-kisah fabel paling melekat saya baca dari buku Aesop., misalnya kisah rubah dan bangau. Dan umumnya, jumlah halaman fabel lebih pendek karena disuguhkan untuk anak-anak. Pada masa kecil saya, hewan yang paling sering dijadikan tokoh dalam fabel lokal adalah kancil, monyet dan kura-kura. Terutama hewan yang harus ditemui di kebun binatang. Baru belakangan ketika bacaan asing diserap ke dunia literasi Indonesia, hewan-hewan peliharaan jadi tokoh utama di fabel, seperti kucing, anjing, kelinci, dan ayam.
Dua
tahun lalu saya membaca berita novel anak laris hingga satu juta eksemplar di
Korea Selatan. Judulnya Leafie , A Hen into the wild karya Hwang Sun-mi. Yang
membuat saya takjub, novel anak ini berjenis fabel. Wow, jarang sekali sebuah
fabel kontemporer bisa laris sedemikian rupa. Apalagi di tengah serbuan fabel
dalam bentuk animasi keren dari Hollywood.
hancinema.net
Pada
2012, ketika saya mengunjungi Bologna Book Fair di Italia dan juga Frankfurt
Book Fair di Jerman, saya begitu bahagia bisa memegang bentuk novel laris
tersebut. Sayangnya, karena dalam bahasa Korea, saya tidak bisa menikmati
isinya. Beruntung, tahun ini Mizan Pustaka merilis edisi Bahasa Indonesia di
bawah bendera imprint Penerbit Qanita.
Fabel
Getir
Buku
laris Korea ini dalam bahasa Indonesia disesuaikan judulnya menjadi Leafie
dengan tagline Ayam buruk rupa dan itik Kesayangannya. Fabel ini dikategorikan
sebagai novel kearifan. Tentu sah-sah saja pelabelan ini. Mengingat materi yang
disampaikan Hwang Sun-mi jauh dari sekadar fabel ringan untuk konsumsi anak.
Cerita tentang ayam betina pesakitan disajikan dengan gaya bercerita yang bisa
dinikmati semua kalangan, ditambah pesan-pesan universal yang bisa digenggam
siapapun.
Cerita
diawali dengan kehidupan di sebuah lahan peternakan. Leafie tinggal di kandang
ayam khusus ayam petelur. Ia tak bisa bermain di halaman sejak masuk setahun
lalu. Dia hanya bisa berdiri dan mengulurkan kepala melalui celah kandang kawat
besi. Ayam betina ini pengagum dedaunan, hingga dia menamai dirinya sendiri
dengan ‘Leafie’, dari kata ‘leaf’ (daun).
Banyak
mimpi di kepala Leafie selama berada di kandang bersama ayam-ayam betina
lainnya. Mimpi terbesarnya adalah mengerami telurnya sendiri sampai menetas.
Sampai kemudian Leafie dianggap sakit oleh pemiliknya, dan dibuang ke lubang
bersisi tumpukan bangkai ayam. Justru di sinilah awal petualangan dan mimpinya
terwujud satu per satu.
Perkenalannya
dengan Bebek Liar yang dijuluki Pengelana, juga penghuni peternakan lainnya
membuat Leafie mengenali berbagai karakter hewan di sekelilingnya. Persahabatan
Leafie dan Pengelana terputus ketika Pengelana menemukan tambatan hatinya,
Bebek Putih Susu. Entah apa yang terjadi, Leafie kembali bertemu pengelana
dalam keadaan sendiri. Bersamaan dengan itu, Leafie menemukan telur bebek.
Mimpinya untuk mengerami telur terwujud meskipun bukan telurnya sendiri.
Hubungan
Leafie semakin erat dengan Pengelana. Saat Leafie mengeram, pengelana yang
mencari makan dan menjaganya dari musuh bebuyutan para unggas, yakni musang
yang telah mengintai Leafie sejak di pembuangan ayam sekarat itu.
Pembaca
akan dibuat kaget sekaligus terharu dengan pengorbanan Pengelana demi
membiarkan Leafie mengerami telur hingga menetas. Dan kejutan-kejutan lain yang
mengharu biru terus akan kita temukan di lembar-lembar petualangan getir Leafie
dengan Greenie, anak bebek yang memanggilnya Ibu.
Karakter
Kuat
Kekuatan
utama buku ini adalah karakter Leafie yang membuat pembaca langsung jatuh cinta
padanya. Pemimpi, lugu, pantang menyerah, dan spontan. Efeknya, makin mudah
pula membawa emosi pembaca ke suasana senang, tegang maupun getir.
Buku ini
dilengkapi pula ilustrasi berwarna khas Korea karya Kim Hwan-young yang
memanjakan mata pembaca. Tapi bagi pembaca yang tak mau terpengaruh dengan
visualisasi kisah Leafie, dapat mengabaikan (Sungguh, ilustasinya indah dan
sangat sayang dilewatkan).
Saya
berharap buku ini bisa dibaca banyak orang karena pesan kearifan yang begitu
dekat dengan realita sosial. Tekad juang untuk meraih mimpi yang dilakukan
Leafie sangat inspiratif. Tak perlu cemas dengan penceritaan adegan
mangsa-memangsa karena kritikus sastra anak-anak Kim Seo Jeong memberikan catatan
di akhir novel ini. Semua nilai kearifan disajikan tanpa menggurui karena
tokoh-tokohnya adalah hewan. Itulah keistimewaan fabel.
Satu
kecelakaan kecil pada buku Leafie edisi bahasa Indonesia adalah pemilihan kata
‘itik’ di cover. Padahal di isi cerita, Greenie adalah seekor bebek. Dan di
kepala saya, itik dan bebek itu berbeda. ^_^
rating: **** sangat keren
rating: **** sangat keren