Seorang editor buku tak hanya berkutat di depan komputer. banyak serunya. (Foto: Benny) |
Alhamdulillah, saya sudah
melewati masa 12 tahun menjadi seorang editor buku.
Profesi editor buku masih awam
bagi sebagian masyarakat. Bahkan pernah ketika menjawab pertanyaan tetangga sebelah
bahwa pekerjaan saya adalah sebagai editor buku, dia langsung menanyakan harga cetak buku Yasin.
Memang, tak jarang saya bertemu orang
yang masih bingung antara bisnis penerbitan (buku) dan percetakan (buku).
Saya tidak ingin menjelaskan
ihwal jenis-jenis pekerjaan saya sebagai editor buku. Kali ini saya akan
berbagi hal-hal yang menyenangkan selama menyandang profesi editor buku. Banyak
hal jika ditulis. Biar tidak letih membacanya, saya ringkas menjadi lima hal
saja.
Pembaca Pertama Naskah (calon) Buku Best Seller
Menggarap naskah kumpulan puisi Prilly Latuconsia. (Foto: Benny) |
Kebahagiaan pertama seorang
editor adalah ketika mendapat naskah dari penulis terkenal. Bisa juga mendapat
naskah bagus yang potensial laris dari penulis yang belum terkenal. Ujung
kebahagiaan adalah ketika buku itu kemudian disukai masyarakat dan laris manis
dari segi penjualan. Walaupun yang akan dikenal masyarakat adalah penulisnya,
tapi sebagai ‘bidan’ yang membantu proses persalinan buku itu tentu akan ikut
bahagia.
Saya sering merasa bangga ketika
mendapat naskah, misalnya dari Pidi Baiq. Bangga karena sayalah yang pertama dipercaya
membaca utuh karyanya. Saat penggemarnya masih menunggu buku terbit, saya sudah
menamatkannya. Bahkan saya bisa bantu ikut memoles di beberapa bagian. Itu
menyenangkan.
Mengenal Dekat Penulis Terkenal
Bertemu Djoko Lelono, penulis favorit ketika saya kecil. (Foto Benny) |
Mungkin orang lain mengidolakan
artis atau tokoh politik, saya sejak dulu selalu mengidolakan penulis. Jadi saya
bangga jika bisa kenal dekat penulis terkenal.
Beruntunglah saya sebagai editor buku bisa mendekati beberapa penulis
beken di Indonesia, tanpa harus kelihatan seperti fansnya. Deretan nama penulis yang saya ingin temui
sebagian besar sudah saya beri tanda centang karena akhirnya terwujud. Siapa
saja? Maaf ini wilayah privasi.
Karena saya bekerja di penerbit
buku nasional yang kerap menerbitkan buku-buku penulis asing, kesempatan untuk
bertemu penulis luar negeri pun sangat besar. Ini sangat menyenangkan buat
saya.
Sebagian penulis yang saya
idolakan itu bahkan akhirnya menjadi sangat dekat dan bersahabat. Keren kan
bisa bersahabat dengan seorang penulis. Saya tidak pernah merasa rugi sedikit
pun berkenalan dengan seorang penulis. Malah semakain banyak bertemu penulis
terkenal, wawasan penulisan saya makin bertambah.
Dilibatkan Acara Bergengsi
Terlibat dalam agenda internasional itu memperluas jaringan dan menambah wawasan. (Foto: Benny) |
Tidak sedikit orang mengira
pekerjaan seorang editor buku hanyalah duduk di depan komputer. Mungkin itu
editor buku pada masa lampau. Saya sendiri sejak tahun-tahun pertama menjadi
editor buku kerap bekerja di luar kantor. Bekerja karena ditugaskan oleh
perusahaan untuk menjadi pembicara pada acara seminar, pemateri workshop,
menjadi anggota panitia kegiatan nasional, dan masih banyak lainnya.
Bahkan selama bertahun-tahun saya
selalu terlibat dalam kegiatan besar seperti Konferensi Penulis Cilik
Indonesia, maupun Akademi Remaja Kreatif Indonesia dari Kementerian pendidikan
dan kebudayaan. Bekerjasama dengan Kedutaan besar republic Indonesia di India,
saya juga pernah menjadi utusan meninjau New Delhi World Book Fair misalnya.
Traveling ke Luar Negeri
Dinas ke luar negeri sekaligus menjelajak negeri impian saya, India. (Foto Benny) |
Ini adalah hal yang sungguh di
luar perkiraan saya. Tadinya saya sama sekali tidak terpikir akan melakukan
perjalanan dinas keluar negeri jika menjadi seorang editor buku. Itu sebabnya
saya sebelumnya memilih profesi sebagai wartawan. Tapi di dunia jurnalistik
saya belum pernah merasakan dinas ke luar negeri sama sekali.
Dua tahun setelah menjadi editor
buku saya sudah ditugaskan ke Malaysia, selanjutnya saya dinas ke Italia, Jerman,
Thailand, dan Italia. Maka, nikmat mana
lagi yang tidak saya syukuri menjadi seorang editor buku?
Tak hanya luar negeri, saya pun
bisa mengunjungi separuh total jumlah provinsi di Indonesia karena menjadi
editor buku.
Menjadi Pejuang Literasi
Mamadukan passion saya dengan ikut gerakan literasi. (Foto: Benny) |
Minat baca Indonesia yang rendah
membuat miris hati saya. Dan saya ingin bergabung dengan para pejuang literasi
untuk meningkatkan nagka tersebut. Tak hanya jumlah tapi juga kualitas. Dengan bekerja sebagai editor buku, dengan
mudah saya bisa mendapat akses dan koneksi dengan para pejuang literasi. Bahkan
saya bisa ikut memberi dukungan, misalnya informasi mendapatkan buku dengan
harga diskon.
Sebagai editor buku, saya juga
kerap mendapat hadiah buku dari banyak orang. Ketimbang menumpuk, biasanya saya
donasikan ketika melakukan perjalanan ke daerah terluar yang sulit menjangkau
buku. Senang rasanya bisa melihat wajah orang-orang yang bahagia ketika
mendapatkan buku, terutama anak-anak.
Tentu saja duka dan bapernya juga
saya terima sebagai editor buku. Tapi saya tidak akan menuangkannya sekarang.
Kecuali jika ada 100 orang menandatangani petisi agar saya menuliskannya.