Wednesday, June 26, 2013

5 Tips Asyik Nonton Pentas Musik Dangdut



Asyiknya nontong pentas dangdut.
(foto: capture dari youtube.com)



Nonton panggung dangdut? Ngapain? Banyak sekali yang melecehkan saya ketika ingin nonton pentas musik dangdut. Untuk saya yang melahap segala genre musik, nonton pentas dangdut bukanlah hal yang tabu. Tentunya jangan membayangkan panggung dangdut seperti konser music klasik, jazz, atau bahkan opera. Tapi keasyikannya, ternyata bisa lebih lho.
Pentas dangdut berbagai jenisnya. Dari ukurannya ada yang kelas panggung kecil model di acara pernikahan, sampai panggung besar di lapangan yang tentunya akan dipenuhi banyak penonton.  Saya sudah beberapa kali menyaksikan pentas dangdut dengan kondisi dua panggung tersebut. Panggung kecil, karena dulu saya tinggal di pinggiran Jakarta yang hampir tiap akhir pekan digelar panggung dangdut. Panggung besar saya sambangi karena pekerjaan saya dulu sebagai wartawan hiburan.

Jangan Norak
Kostum yang tidak disarankan untuk dangdutan.
(foto: Benny Rhamdani)

 
Dangdut sampai ini masih dianggap musik kampungan dan norak, namun bukan berarti penontonnya juga norak. Norak dalam hal ini adalah berlebihan. Ingat, kita akan nonton konser dangdut, jadi tak perlu pakai jas dan dasi atau baju batik yang baru dibeli. Yang wanita juga, tak perlu masang sanggul dan make-up lengkap ala penyanyi dangdut. Pakaian casual dan sporty adalah yang paling cocok untuk nonton pentas dangdut. Jika malam hari, gunakan warna sedikit cerah.

Hindari menggunakan perhiasan emas walaupun kita berencana ke pegadaian sesudahnya. Bahkan perhiasan yang mirip emas pun dihindari, karena bisa jadi pencuri yang beredar belum mahir membedakan emas asli dan palsu. Jika ingin membawa ponsel, bawalah yang murah. Jangan membawa ponsel canggih, apalagi gadget canggih seperti tablet dan notebook.  Bawa HP sederhana asalkan bisa untuk SMS, karena di acara pentas dangdut kita tak akan mungkin bicara dengan seseorang di telepon. Jangan pula terpikir membawa kamera, karena susah untuk foto-foto narsis di pentas dangdut.

Jangan Sendiri
Nonton dangdut enakan rame-rame.
(foto: Benny Rhamdani)



 
Sendiri ke pentas dangdut adalah petaka. Bahkan copet pun biasanya datang bergerombol.  Minimal ajaklah seorang teman pergi bersama. Apalagi bila pentas dangdutnya diselenggarakan malam hari, ataupun jauh jaraknya. Jangan coba-coba pergi dengan orang yang baru dikenal atau sengaja mencari kenalan di antara penonton panggung dangdut. Penonton dangdut kebanyakan ingin nonton dangdut bukan bersahabat pena.

Pergi sendiri juga akan membuat kita canggung bergoyang ketika pentas dangdut berlangsung. Jika ada teman, paling tidak ada yang akan memberi tahu goyangan kita cocok dengan musiknya atau lebih mirip beruang madu mabuk.

Jangan Kepedean
Nyawer pake dollar boleh nggak ya?
(foto: bisimages.com)

Saking jagonya kita joget, bukan berarti kita bisa joget semaunya. Menyenggol orang lain bisa berarti bahaya. Ada istilah senggol – bacok. Jadi tetaplah mengendalikan diri saat nonton pentas dangdut. Jika kita berada di arena strategis dari panggung, jangan terus bertahan. Bergantian dengan penonton lain adalah salah satu amal yang bisa kita lakukan saat nonton pentas dangdut.

Di panggung dangdut yang kecil, biasanya ada saweran. Hati-hati dengan peraturan saweran setempat. Jangan mentang-mentang kita baru jual sawah dan kambing, lalu kepedean nyawer dengan uang ratusan ribu. Penyanyi dan yang punya hajat belum tentu senang karena itu bisa mengundang petaka. Biasanya sebuah kampung punya standar uang saweran, misalnya Rp5000-Rp10.000. Jika ingin menyawer banyak, tukarkan dengan pecahan tersebut. Penonton lain akan merasa terhina jika saweran kita melebihi aturan yang berlaku. Catatan lain, jangan sekali-kali nyawer dengan uang logam.

Jangan Dekati Masalah
Jauhi penonton mabuk, biarpun Jackie Chan.
(foto: capture youtube.com)


Jenis orang yang nonton pentas dangdut bermacam-macam. Biasanya kita menemukan orang-orang dengan kebiasaan buruk seperti pipis sembarangan, minum-minuman keras, sampai menggunakan narkoba. Cobalah jauhi jenis-jenis orang macam ini. Jika kita tidak punya ilmu bela diri, tidak punya kenalan preman, minimal pacaran dengan satpam, sebaiknya cari lokasi menonton yang relatif aman. Biasanya dekat-dekat pos kemanan adalah paling aman. Daerah rawan adalah di tengah-tengah arena penonton.

Masalah lain yang jangan didekati adalah tidak bawa uang. Ingat, karena kita berdiri dan ikut joget, pastinya akan dehidrasi. Belilah minuman yang sehat. Uang juga kita perlukan untuk ke toilet mum, karena kita tidak mau sakit ginjal sepulang nonton pentas dangdut, kan? Jadi, bawalah uang, tapi tak perlu belebihan.

Jangan lemot
Mau nonton pentas dangdut tapi nggak tahu lagu dangdut paling up-date? Yang dikenal cuman lagunya Bang Haji. Sudah pasti ketahuan lemotnya. Nah, biar nggak ketahuan lemot ada cara yang paling mudah yakni berkunjung ke situs musik download. Jika sudah mengetahui update lagu dangdut terbaru, dipelajari iramanya, lalu carilah jenis joget yang cocok. Lagu Menunggu dari Ridho Rhoma tentunya tidak akan cocok untuk mengiringi joget ngebor dan kayang.

Oke selamat mencoba tips dari saya. Dijamin makin asyik nonton pentas dangdutnya!


Tuesday, June 25, 2013

Antara ‘Ibu’ dan ‘Bunda’: Lagu Paling Menyentuh Hati





Sejak kecil saya paling mudah menyukai dengan lagu-lagu bertema 'Ibunda'. Ingat lagu Kasih Ibu? Lirik akhirnya membuat saya tersentuh: Hanya memberi | Tak harap kembali |Bagai sang surya menyinari dunia.

Lagu tentang Ibunda lain di masa kecil yang mampu membuat saya meneteskan air mata adalah berjudul Mama dan dipopulerkan oleh penyanyi Eddy Silitonga. Lirik lagu yang nelangsa, irama musik mendayu dan suara lirih penyanyinya benar-benar membuat saya dengan mudah meresapi pesan lagunya. Beberapa teman masa kecil saya juga mengaku paling gampang menangis dengan menghayati lagu  Mama itu. Betapa sedihnya membayangkan ditinggal seorang mama.

Lagu di masa kecil saya tentang Ibunda yang juga membuat saya tersentuh adalah Tabahlah Mama yang dinyanyikan grup vocal bersaudara D’Jollies dengan leader Julius Sitanggang. Tabahlah Mama menjadi lagu anak-anak terpopuler di era 1980-an setelah tenggelamnya angkatan Adi Bing Slamet.

Semakin beranjak usia, semakin banyak lagu-lagu bertema Ibunda yang saya temukan. Bahkan saya menyukai lagu musik dangdut Muara kasih Bunda yang dipopulerkan Errie Suzan. Namun, hanya dua lagu tentang Ibunda yang benar-benar membuat saya tersentuh: Ibu yang dinyanyikan Iwan Fals dan Bunda yang dinyanyikan oleh Melly Goeslow.

Ibuku Pedagang Keliling

Ingin kutidur di atas pangkuanmu,
seperti masa kecil dulu.
(Foto: Benny Rhamdani)
Mendengar lirik ‘Ribuan kilo jarak yang kau tempuh …’ saya segera membayangkan Ibu saya yang harus berjuang menghidupi tiga anaknya setelah ayah saya meninggal. Ibu saya setiap hari harus berjualan keliling beberapa komplek perumahan di kawasan Cijantung, Jakarta,  menawarkan dagangannya berupa sepatu dan kain. Kebanyakan masih kenalan Ibu saya, dan barang-barang itu dibeli dengan cara mencicil.

Ibu saya membeli barang dagangannya dari pertokoan Kings di Bandung. Dan saya tahu hal itu tidak mudah karena beberapa kali saya menemani Ibu saya. Memilih sandal atau sepatu dengan warna dan ukuran sesuai pesanan. Apalagi begitu diberikan kepada teman ibu, belum tentu mau menerima. Ada yang ukurannya kekecilan sedikit, atau warna beda saja, pasti Ibu saya harus menyimpannya untuk ditukar bulan depannya.

Saya juga tahu siapa saja pelanggan ibu saya yang baik hati dan lancar dalam pembayaran, karena kadang saya diminta Ibu menagih kepada para mereka. Terutama bila Ibu merasa letih, karena juga harus mengurus tiga anaknya yang kecil-kecil, termasuk saya. Ada juga beberapa pelanggan Ibu yang susah ditagih, sampai Ibu kelihatan pusing memikirkannya.

“Uangnya harus dipake buat beli barang pesanan yang lain,” kata Ibu yang masih terus berjalan menjinjing barang dagangannya di tangan kanan dan kiri.

Kadang saya cemas bila menjelang magrib Ibu saya tak pulang. Khawatir ada sesuatu terjadi pada Ibu. Khawatir juga adik saya merengek minta makan karena di atas meja makan tak ditinggalkan makanan apapun.

Bila mengingat saat-saat itu saya sering merasa sedih. Tapi seperti kata lagu Iwan Fals … Seperti udara kasih yang engkau berikan | Tak mampu kumembalas …. Ibu.


Bunda Tak Punya Album Foto

Satu lagu tentang ibu yang bisa membuat saya sedih adalah Bunda nyanyian Melly Goeslow. Dari lirik awal: Kubuka album biru … sungguh saya langsung merasa miris. Terus terang, ibu saya tidak pernah memiliki album foto keluarga. Apalagi yang menyimpan foto masa kecil saya.

Setelah meninggalnya Ayah, kami kemudian harus meninggalkan rumah dinas. Pada saat pindahan itulah, barang-barang penuh kenangan tercecer tidak jelas. Apalagi kami pindah ke rumah yang lebih sempit, sehingga banyak barang yang harus disortir. Dalam waktu tiga tahun kami pindah tiga kali rumah kontrakan. Dan setiap kali pindah, banyak barang yang harus ditinggal. Termasuk buku-buku koleksi kesayangan saya..

Biasanya saya menemukan foto-foto masa kecil saya di album foto saudara. Dari sanalah saya bisa mengingat kisah di masa kecil saya.

Sekarang, saya tinggal terpisah kota dengan ibu. Tapi saya selalu mengirim doa untuknya. Karena seperti yang dinyanyikan Melly: … ada dan tiada dirimu | Kan selalu ada di dalam hatiku.




5 Soundtrack Film Nasional yang Asyik




Apa jadinya film tanpa musik?
Film yang berkesan di hati belum tentu soundtrack-nya enak didengar. Sebaliknya, beberapa soundtrack film yang menjadi favorit masyarakat, tak menjadikan filmnya laris manis. Namun ada beberapa film dan soundtracknya sama-sama laris, sama-sama abadi pula. Bahkan bukunya pun disukai masyarakat.

Berikut adalah 5 soundtrack film yang soundtracknya abadi didengar hingga kini, setidaknya di telinga saya.


Badai Pasti Berlalu

Saya memasukan lagu ini bukan karena albumnya  masuk ke peringkat #1 di dalam daftar "150 Album Indonesia Terbaik" majalah Rolling Stone Indonesia bulan Desember 2007. Tapi sungguh, suara Berlian Hutahuruk yang tinggi hingga ke langit, membuat pesan dalam lirik tersampaikan dengan jelas.  Dalam beberapa pentas ajang lomba menyanyi, lagu karya Eros Djarot dan Jockie Soerjoprajogo ini sering dinyanyikan dan tetap sesuai dengan telinga masyarakat Indonesia masa kini.

Lagu Badai Pasti Berlalu diambil dari album dengan judul yang sama, merupakan soundtrack film Badai Pasti Berlalu (1977). Filmnya sendiri diangkat dari novel berjudul Badai Pasti Berlalu (1974) karya Marga T. Versi kedua badai Berlalu dinyanyikan oleh Chrisye (1999) yang menurut saya sama enaknya. Lagu soundtrack ini sangat cocok untuk momen cinta yang lebih dewasa.


Ada Apa dengan Cinta

Banyak soundtrack film remaja yang enak di telinga, tapi saya paling suka dengan Ada Apa dengan Cinta? (2002). Suara Melly Goeslow berpadu dengan Erick seperti melekatkan kisah romantis film yang dibintangi Nicholas Saputra dan Dian Sastro di benak kita.

Setiap mendengar lagu itu, langsung yang terlintas karakter Rangga dan Cinta. Range vocal keduanya yang tinggi dan khas, membuat lagu ini jadi tak enak bila dinyanyikan orang lain. Hingga sekarang, saya belum menemukan lagu roman remaja yang hits-nya melampaui Ada Apa dengan Cinta?






Ayat-Ayat Cinta

Filmnya diangkat dari novel laris Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Dengan cerita berlatar Kairo, Mesir, novel dan filmnya sama-sama disukai masyarakat Indonesia. Apalagi dengan balutan kisah religi romantis. Tidak heran jika soundtracknya kemudian ikut menjadi monumental.

Dirilis pada tahun 2008, hingga kini soundtrack Ayat-Ayat Cinta belum tergantikan untuk lagu kategori roman religi. Suara Rossa yang sangat cocok dengan lagu karya Melly Goeslow ini, semakin memantapkan Rossa sebagai diva di percaturan musik Indonesia.






Laskar Pelangi

Tidak melulu tentang cinta lagu soundtrack yang abadi dan enak didengar terus menerus. Lagu tentang persahabatan dan cita-cita pun bisa abadi. Contohnya adalah soundtrack film Laskar Pelangi yang dinyanyikan oleh Nidji (2008).  Lagu ini bisa sangat popular, sama dengan filmnya yang diangkat dari novel laris Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (2005).


Melodi yang riang gembira, membuat lagu ini sangat disukai anak-anak. Di tengah pacekliknya lagu anak-anak, soundtrack ini sangat membantu masyarakat untuk mencari lagu yang cocok di acara-acara pentas anak-anak.






Garuda di Dadaku

Nada lagu ini mengingatkan saya pada lagu daerah ‘Apuse’, namun di tangan band Netral, dibalut lebih ngerock dan cocok untuk tema filmnya yakni olahraga sepakbola. Garuda di Dadaku (2009) merupakan lagu yang akan abadi sepanjang waktu karena di setiap pertandingan sepakbola nasonal senantiasa dinyanyikan di tribun penonton. Belum ada soundtrack film bertema sport yang bisa sefenomenal Garuda di Dadaku. Bahkan anak-anak pun menyukai lagu ini.

Alasan lain saya suka lagu ini, karena novelnya saya yang menulisnya :)





(sumber foto-foto: wikipedia.co.id)


-ben-

Wednesday, June 12, 2013