Thursday, May 31, 2012

[PROFIL] AHMAD MAHDI: Baca Naskah, Guling-Guling

 AHMAD MAHDI menjadi editor di Penerbit Mizan, tepatnya di lini remaja sejak 2010. Karena mengurus karya-karya para ABG, nggak heran jika saat wawancara terlihat sedikit ceria, narsis dan bombastis, tapi selalu eksis. Mau tahu komik kesukaannya? Baca 10 jawaban dari penggemar susu ini.




Sejak kapan menjadi Editor? Buku apa yang pertama kali diedit?

Kalo "beneran"nya jadi Editor baru sejak Februari 2010, dan waktu itu masih bego mukanya, gak kaya sekarang *rapihinjambul*.
Buku yang pertamaaaa banget saya edit itu, judulnya "Hypnosis for Student" karya Ichsan Solihudin, seorang pengajar yang juga memiliki kemampuan Hypnotherapy. Saya sampai ikut dulu pelatihan beliau untuk merasakan terapi hipnotis.



Gimana perasaan pertama jadi editor?

Galau #halah ... Biasa aja, karena saya terlahir ngganteng #salamngganteng #apahubungannya


 Apa sih Pink Berry Club itu?

Yang pasti bukan sejenis makanan atau serangga. Pink Berry Club adalah seri yang dibuat dan dikembangkan oleh penerbit tempat saya bekerja sekarang, dimana buku-buku yang masuk dalam seri itu adalah buku-buku fiksi bertema umum (non fantasi) yang ditulis oleh remaja usia 12-17 tahun. Seri ini sudah berjalan sejak Desember 2009, dan saat ini (Juni 2012) sudah menerbitkan lebih dari 50 judul buku.

Syarat mengirim naskah ke Pink Berry Club apa aja?

Baligh, berakal, beramal soleh ... eh bukan ding, itu syarat buat ikutan pemilu. Gampangnya gini, muda dan semangat menulisnya tinggi, untuk teknisnya bisa dilihat di buku-buku seri Pink Berry Club yang udah terbit #beliya #belidong #belideeh


Kalo Fantasteen apaan tuh?

Nah, Fantasteen ini adalah cetusan dari yang punya blog (lirik yang punya blog). Di seri ini, penulis remaja yang suka sama cerita horor, misteri, detektif-detektifan, atau fiksi ilmiah, bisa menyalurkan hobi dan bakatnya. Ga jauh beda sama seri Pink Berry Club, usia penulis di Fantasteen juga dibatasi, yakni 13 - 18 tahun.


Hal apa yang paling membuat senang saat menjadi editor PBC dan Fantasteen?

Udah pasti pas baca naskah yang dateng, setiap baca naskah itu muka saya suka jadi aneh bentuknya, kadang ketawa, kadang ketawa ngakak, kadang ketawa guling-guling, malah pernah sampe ketawa sambil kayang #plisdeh. Asiklah pokoknya baca naskah dari temen-temen penulis, secara gak langsung, naskah-naskah itu juga bikin saya betah sama pekerjaan ini :)

Sejak kapan suka bikin komik? 

Kalo pertama kali bikin komik dan diterbitkan itu tahun 2006, komik strip yang diterbitin di Tabloid dwimingguan di daerah Jabodetabek. Tapi sebenernya sejak SMU udah suka bikin komik, buat di Mading sama di Buletin sekolah.


Komik favorit dan alasannya?

One Piece, alasannya sederhana, itu komik paling imajinatif yang pernah saya baca :D



Sudah bikin komik apa saja?

- Fino (Tabloid Info 2006 - 2009)
- Si Lebay (Majalah Update 2008 - 2010)
- Bloopers Team (Kompilasi Komik Humor Mizan 2010)
- Mas Parjo "Hottest Backpacker" (Kompilasi Komik Humor Mizan 2011)

Saran untuk penulis pemula?

Sederhana aja, baca buku-buku yang kalian sukai, buat buku-buku itu jadi referensi kalian untuk berkarya, dan jangan lupa minum susu setiap hari ;)

(ben)

Wednesday, May 30, 2012

Thursday, May 24, 2012

[TIPS] Menulis Perjalanan

Beberapa teman bertanya cara menulis catatan perjalanan karena dua tulisan saya sewaktu jalan-jalan di Italia  dimuat di Majalah Noor dan HU Republika. Ini Sekadar tipsnya:
1
Tentukan audiens. Audiens akan menentukan tulisan yang dihasilkan dan harus ada dalam pikiran selama perjalanan. Apakah  untuk majalah wisata, surat kabar  atau web perjalanan online? Saya sendiri sudah mengajukan semacam 'proposal' kepada majalah Noor dan HU Republika. Majalah biasanya menuntut yang lebih sophisticated, sementara koran mencari trik perjalanan gaya backpacker. Ke mana saja rencana  menerbitkannya,pelajari gaya media tersebut. Beli dan baca tema yang sudah terbit.




2
Bersiaplah. Selalu membawa pena dan notes untuk semua hal penting dan  membantu mengingat peristiwa. Pastikan untuk menyertakan nama jalan, harga tiket museum, informasi  cara bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. Data di lapangan yang kita alami jauh lebih valid ketimbang menemukan di Ineternet.

3
Foto. Jangan lupa kamera untuk merekam hal-hal yang dilihat dan tempat-tempat yang dikunjungi. Ini akan membantu mengingat hal yang mungkin lupa.  Tulisan perjalanan ibarat sayur tanpa garam jika tidak disertai foto.

 
4
Referensi Lokasi. Tulisan perjalanan menggabungkan kisah perjalanan pribadi dan pengetahuan tentang tempat yang dikunjungi, sehingga kita harus tahu fakta-fakta penting dan sejarah tempat yang dikunjungi dan memasukkannya dalam artikel. Data-data bisa didapat dari katalog wisata maupun di Internet.

5
Cari hal baru. Inilah tantangan terbesar ketika menulis perjalanan. Terutama jika tempat yang kita kunjungi demikian popular. Jadi penting bahwa tulisan kita memberikan informasi baru tentang tempat yang  dikunjungi. Coba bicara dengan penduduk setempat dan coba  menemukan tempat-tempat rahasia atau tidak jelas yang  relatif tak tersentuh oleh wisatawan dan wartawan. Coba masakan yang tidak biasa, menari tarian lokal dan terlibat dalam hal-hal lainnya.
 
6
Jangan takut untuk menjadi norak, lucu atau jujur ​​dalam tulisan kita.  Setiap orang memiliki selera perjalanan yang berbeda, tetapi ada orang di luar sana yang memiliki selera serupa dengan kita.


 
7
Tuliskan fakta. Draft pertama catatan kita harus memberi rincian dasar dan informasi penting. Jangan khawatir jika draft pertama kering dan sedikit membosankan karena kita akan mengeditnya. Pastikan itu mencakup semua informasi penting tentang lokasi. Pembaca harus bisa mengikuti jejak kita.
 
8
Tulisan harus menggigit. Setelah memberi fakta dan informasi penting, beri cerita agar tulisan kita menjadi lebih hidup. Gunakan metafora dan bahasa deskriptif untuk menghidupkan itu.  Penulis yang baik akan dapat memikat pembaca, tidak peduli seberapa kering objek yang ditulis.

9
Beritahu pembaca hal yang kita suka atau tidak di lokasi dan alasannya.  

10
Mengedit. Jangan biarkan tulisan kita penuh kesalahan tanda baca dan tata bahasa. Juga pastikan untuk memeriksa fakta semua informasi.

Selamat menulis!

Wednesday, May 23, 2012

Monday, May 21, 2012

Monday, May 7, 2012

Apa yang dapat dilakukan Orangtua agar Kemampuan Menulis Anak terus meningkat?




Senangnya jika punya anak yang memiliki minat pada hal-hal positif. Termasuk menulis. Nah, apa yang mesti dilakukan ortu untuk mendukung anaknya?

1.    Memperkaya kosakata di rumah. Jika beres berkunjung ke suatu tempat dan melihat hal-hal baru bersama, cobalah berbicara tentang hal yang telah mereka lihat, dengar, cium/hirup, rasakan, disentuh. Dasar menulis yang baik adalah berlisan dengan baik.

2.    Biarkan anak melihat orangtuanya sering menulis. Orangtua adalah model. Jika anak-anak tidak pernah melihat orangtuanya menulis, mereka memperoleh kesan bahwa menulis hanya pekejaani sekolah. Biarkan anak melihat orangtua menulis catatan kepada teman, surat ke perusahaan bisnis, mungkin cerita untuk berbagi dengan anak-anak.

3.   Membantu sebisa mungkin. Bicaralah mulai dari ide-ide mereka; membantu mereka menemukan kata yang ingin mereka ungkapkan. Bantulah ketika mereka mereka meminta bantuan dengan ejaan, tanda baca, dan penggunaannya. Peran Anda yang paling efektif adalah bukan sebagai kritikus tetapi sebagai penolong. Bersukacitalah dalam usaha, menikmati ide, dan menahan godaan untuk bersikap kritis.

4. Menyediakan tempat yang cocok untuk anak-anak untuk menulis. Cobalah sediakan sebuah sudut tenang yang terbaik untuk menulis. Jika tidak punya, paling tidak kursi yang nyaman dan penerangan yang pas.

5. Berikan hadiah yang berhubungan dengan minat menulis: kursi, meja, lampu meja yang lucu, kamus, buku harian atau gadget yang berhubungan dengan tulis menulis.

6. Mendorong (bukan memaksa) agar anak sering menulis. Bersabarlah dengan keengganan anak menulis. Mungkin dia benar-benar bete. Tapi frekuensi menulis adalah penting untuk mengembangkan kebiasaan menulis. Cobalah untuk memancing keinginan menulisnya bertambah.

 7. Pujilah upaya anak  menulis. Lupakan kecenderungan menyalahkan ejaan, tanda baca, dan aspek teknis lainnya dalam menulis. Tekankan keberhasilan anak.

Thursday, May 3, 2012

[Travelling] Jalan-jalan di 3 Kota Italia (2)


Tujuan utama saya adalah mengunjungi kota Bologna yang tengah mengadakan ajang tahunan Bologna Children’s Book Fair. Namun pesawat KLM yang saya tumpangi, hanya membawa sampai kota Milan. Begitu tiba di bandara Malpensa dan melewati imigrasi, rasanya lega karena penerbangan lebih dari 20 jam dari bandara Soekarno Hatta, singgah di Kuala Lumpur dan Amstredam, akhirnya berujung juga.



Naik KLM yang pertama kali ini, sedikit mengagetkan. Pramugarinya jauh dari bayangan orang Indonesia kalo disebutkan kata 'pramugari'. Tidak cantik, tidak muda, dan tidak langsing. Untungnya tidak menggigit pula. 

Saya harus ganti pesawat di Bandara Schipool, Amsterdam sebelum turun di Bandara Malpensa, Milan. Serunya, saya bisa ngiter-ngiter dulu di Amstredam karena transit 5 jam ini. Hayahhhh, nggak mau rugi banget ya.

Dua anjing pelacak yang membaui koper saya setelah mengambil bagasi sempat membuat saya bingung. Apakah raginang kering dan penganan gurilem khas Bandung membuat mereka mencurigai saya? Untunglah mereka mengizinkan saya melewati pintu keluar.

Sebenarnya saya ingin merasakan sensasi petulangan keluar bandara sendiri, tapi teman saya di Milan wanti-wanti akan menjemput saya. Maka saya urung naik kereta ekspres dari Malpensa menuju stasiun Milan.

Kota Kelabu, Surga Belanja

Keluar dari Malpensa, saya melintasi jalan tol yang diselimuti kabut dan sisa gerimis. Pepohonan masih mengering karena musim semi baru saja tiba. Pabrik dan gudang menandakan saya akan memasuki sebuah kota industri. Begitu keluar jalan tol, saya merasakan suasana yang sepi di kota Milan. Bangunan-bangunan berwarna kelabu, membuat suasana seperti kota mati. Padahal saya tiba pada hari Minggu.

Dina Adam, Warga Milan keturunan Indonesia, menjelaskan kebiasaan warga Milan beristirahat di rumah atau pergi ke luar kota setiap akhir pekan membuat Milan jadi tampak sepi. Belum lagi dampak krisis Eropa yang terasa benar hingga ke Milan. Sejumlah toko justru tutup di akhir pekan karena pemiliknya enggan membayar uang lembur yang lebih besar dari upah di hari kerja.


Bahkan, ketika berkunjung ke kawasan Republica untuk menyeruput kopi di sebuah kafe yang direkomendasikan, ternyata kafe itu tutup. Akhirnya, untuk melihat keramaian Milan, satu-satunya cara adalah menuju kawasan Piazza del Duomo.

Di Duomo, suasana kota benar-benar terasa karena mulai melihat banyak orang. Jalan yang bebas mobil, membuat siapapun bebas berlalu lalang. Di kedua sisi jalan, toko-toko menjual aksesoris, pakaian, sepatu, tas, dan perlengkapan busana bermerk papan atas lainnya. Semua memamerkan koleksi terbarunya. Benar-benar melambangkan Milan sebagai kota fashion.

Ketika memasuki toko LV, saya benar-benar takjub dengan interior dan pelayanannya. Yang agak mengejutkan lagi, ternyata mayoritas pembeli barang-barang luks ini adalah warga Asia. Alasan mereka, selain harganya lebih murah di Milan, koleksi terbaru lebih lengkap, juga akan mendapat pengembalian pajak yang bisa diklaim di airport.

“Padahal, warga Milan sendiri jarang beli barang-barang mewah itu. Kalau pun beli tas yang harganya mahal itu, paling seumur hidup sekali,” jelas Riska Wulandari, yang sudah setahun menikah dan menjadi warga Milan.

Saya sempat mengantar Dina Adam yang berbisnis tas-tas mewah itu ke beberapa toko. Baru tahu juga, kalau warga asing hanya boleh membeli  maksimal tiga tas. Walau akhirnya dengan bujuk rayu, bisa juga jadi empat tas. Dan entah mengapa, saya melihat wajah-wajah Asia bekerja di outlet-outlet ternama itu. Terutama sebagai kasir. Jangan-jangan karena pembelinya kebanyakan dari Asia.



Selain melihat toko dan kafe, di Duomo kita juga bisa melihat beberapa bangunan bersejarah. Sebut saja gereja San Carlo al Corso yang merupakan bangunan neoklasik di pusat Milan. Yang menakjubkan, kita juga bisa melihat gereja Katedral Milan yang kabarnya gereja katedral terbesar ke empat di dunia.

Katedral Milan dibangun berdasarkan ide bangsawan Milan bernama Gian Galeazzo Visconti yang memiliki usaha marmer. Dia bertekad membuat katedral yang seluruhnay terbuat dari marmer. Pembangunan dimulai pada 1368. Marmernya diambil dari tambang marmer milik Visconti di Gunung Candoglia yang berjarak 50 km dari Milan. Karena sulit diangkut lewat darat, maka digunakanlah kanal-kanal di Milan untuk mengangkut marmer.

Ketika melihat gereja yang memiliki ornament menarik, yang terbayang adalah betapa sibuknya dulu ketika masa pembangunan. Dan betapa hebatnya orang-orang di masa lalu itu membuat bangunan semegah ini, padahal belum tentu mereka bisa melihat bentuk bangunannya kelak. Mereka benar-benar memikirkan agar bangunan yang mereka buat bisa dinikmati orang-orang hingga beratus tahun kemudian.

Di depan Katedral, terbentang alun-alun yang biasa dipakai para turis berfoto-foto. Walaupun berada di Eropa, berhati-hatilah dengan dompet kita. Banyak sekali copet yang lihai. Jadi, waspadai dompet, ponsel dan kamera. Tidak hanya copet, kita juga akan bertemu sejumlah pedagang kaki lima yang berjualan dengan gaya manis tapi memaksa. Umumnya mereka adalah imigran dari daerah Maroko.

Saya sendiri melihat seorang pedagang gelang yang menawarkan dagangannya seolah-olah gratis demi persaudaraan dan perdamaian. Tapi bila kita memegangnya, mereka dengan sikap memaksa akan meminta kita membayar dengan harga 10 euro.

Di kawasan ini juga jangan kaget bila menemukan sejumlah pengemis menghampiri saat kita makan. Mereka tidak pura-pura cacat atau berpakaian lusuh. Tapi dari penempilan mereka, kita tahu bahwa umumnya pengemis di Milan adalah kaum Gipsi.

Tak jauh dari di depan gereja, terdapat sebuah bangunan besar Galleria Vittorio Emanuele II. Di lantainya terdapat mozaik bergambar banteng. Konon, jika kita bisa berputar 360 derajat tanpa jatuh tepat di atas testis bantengnya, kita akan kembali lagi ke Milan tahun berikutnya. Upaya menarik untuk atraksi turis.

Karena senja makin larut, saya menghabiskan sisa hari dengan mengunjungi Castello Sforzesco dengan air mancur yang indah di depannya. Rumah bangsawan Milan yang dibangun abad ke14 ini, kini digunakan sebagai museum penyimpanan karya seni berharga seperti pahatan terakhir Michelangelo the Rondanini Pietà, karya Andrea Mantegna Trivulzio Madonna and manuscript Leonardo da Vinci Codex Trivulzianus.

Masjid Milan

Sebelum ke kawasan Duomo, saya diantar teman-teman dari  Indonesian Trade Promotion Centre mengunjungi sebuah masjid di Segrate, Milan. Hampir setengah jam perjalanan ke luar pusat kota. Masjid bernama Al Rahman ini merupakan mesjid dengan kubah dan menara pertama di itali setelah mesjid terakhir dirobohkan di Lucera pada abad ke14.  Masjid yang diresmikan 28 Mei 1988 ini sekaligus menjadi pusat kegiatan umat muslim di Milan.

Bahagia sekali ketika bisa shalat ashar di Al Rahman, karena kunjungan ke Italia lebih banyak melihat bangunan gereja. Apalagi ketika bertemu belasan muslim Italia yang tengah belajar  di salah satu ruangan bangunan masjid. Al rahman memang menjadi pusat belajar agama islam, dan bahasa Arab.


Menurut Ali Abu Syaima, Imam Al Rahman, jemaah masjid dari kota Milan berjumlah 200 orang. Tidak hanya imigran, tapi juga penduduk asli.  Jumlah ini terus meningkat karena di Italia selama tiga tahun terakhir saja sudah bertambah 2000 pemeluk baru agama Islam. “Dan kebanyakan para mualaf adalah dari kaum muda yang ingin memeluk agama Islam karena kemauannya sendiri,” jelas Ali Abu Syaima saat dijumpai. 

Dijelaskan pula, bahwa warga muslim, khususnya muslimah di Milan juga berpakaian mengikuti perkembangan mode di Milan. Mereka kebanyakan tidak mengeksklusifkan diri dengan yang berwarna gelap dan tertutup rapat. “Yang pasti masih sesuai ajaran islam,” ucapnya.

(nyambung)