Monday, December 22, 2014

Pengalaman Menginap di Mercure Resort Sanur

Mercure Resort Hotel


Begitu membaca undangan workshop empat hari, saya akan diinapkan di Mercure Resort Sanur (MRS), buru-buru saya browsing. Di website resminya sih keren banget foto-fotonya. Tapi biasanya memang begitu, kan? Jadi saya cari review blogger ihwal resort tersebut. Ternyata mayoritas positif.

Setidaknya saya mendapat tiga kata kunci untuk MRS, yakni menyatu dengan pantai, hijau, dan senyap. Itu sudah cukup bagi saya sebagai blogger yang gemar mereview hotel.


Saya check in pada tanggal 11 Desember 2012 sore. Karena sudah direservasi oleh panitia, saya tinggal menyebutkan nama penyelenggara dan nama saya.  Saya  langsung diberikan kunci karena roommate saya sudah check in lebih dulu.

Jalan dari Lobi ke kamar
Penampilan depan hotel sih kurang begitu meyakinkan resortnya. Apalagi jika dibandingkan beberapa hotel di Sanur, seperti Hyat Park. Namun begitu memasuki lobi hotel, saya mulai menyukai MRS. Interiornya benar-benar suasana Bali banget. Belum lagi crew MRS yang ramah dan siap membantu.

Dari lobi menuju ke kamar, saya harus melewati jalan terbuka dan melewati pepohonan hijau nan rindang. Papan-papan penunjuk sangat unik, dan cukup membantu saya mencari kamar.

Begitu masuk kamar hotel, tada! Seperti saya bayangkan! kamar tanpa karpet. Ya iyalah, di daerah pantai kalau kamarnya berkarpet pasti bakal penuh pasir. Dan yang pertama saya periksa adalah jumlah colokan. Ternyata hanya tiga yang bisa dipakai. Tentu saja ini kurang karena harus sharing bersama teman sekamar. Saya saja butuh untuk mencharge satu smartphone, satu tab, satu kamera DSLR, satu kamera Gopro, satu remote Gopro, dan satulaptop yang kadang habisnya bersamaan. Maka yang terpikir pertama kali adalah membeli sambungan stop kontak.

Interior kamar sederahana

Lalu, sedikit hal yang mengganjal adalah kami mendapat kamar single bed (king). Setelah menghubungi panitia, kami dibolehkan pindah ke kamar dengan twins bed. Hal mengganjal lainnya  dinding kamar mandi yang dari kaca. Ini seperti kamar hotel lainnya di Novotel Gajah Mada Jakarta. Bedanya, di Novotel dilengkapi penutup otomatis yang tinggal tekan. Sementara di kamar saya adanya krey manual. Dan bagian bawahnya sudah susah ditutup.

Buat saya, semua kegiatan di kamar mandi adalah privacy. Jadi ya sudah, paling saya akan mengatur jadwal mandi dan lainnya ketika teman sekamar  keluar saja.

Salah satu yang membuat kami akhirnya memutuskan tidak pindah kamar adalah kamar kami paling dekat dengan ruang workshop. Jadi nggak perlu buru-buru ke workshop, atau kalau ada yang tertinggal tidak perlu kepayahan. Lagipun, saya dan teman sekamar sudah kenal baik. Cukuplah dibatasi dengan tumpukan guling dan bantal kursi.



Kamar saya menginap


Pantai, Hijau dan Senyap


Pantainya keren 
Sebagai penyuka destinasi wisata alam, saya pun menuju Pantai Sanur. Benar-benar menyatu dengan MRS. Meskipun Pantai Sanur bukan jenis pantai denganombak tinggi, tapi saya malah menyukainya. Tenang dan tampak luas.



Di pantai saya masih bisa melihat nelayan dengan jukungnya pulang dan pergi melaut. Bisa melihat juga penduduk setempat liburan di pantai membawa anak-anaknya, karena sangat  aman. Yang paling menyenangkan adalah bisa memotret sunrise dengan indah. Yup, Sanur memang terkenal dengan sunrise-nya, sementara Kuta dengan sunset-nya.

Jika sudah puas dimanjakan lautan, saya menghabiskan waktu bejalan-jalan lingkungan MRS yang hijau. Pohon-pohon kelapa, mangga, jambu air, kamboja dan pohon rindang lainnya membuat saya betah berada di luar kamar hotel. Bahkan pihak MRS juga membuat sawah kecil berisi padi lho.

Saya juga suka susana MRS yang senyap, jauh dari hiruk pikuk. Seperti diketahui banyak orang, Sanur memang lebih disukai turis senior karena keheningannya. Bahkan selepas magrib saya keluar hotel tidak menemukan kegiatan apapun.

Tersedia pendopo dielilingi pepohonan
Tapi tenang saja, fasilitas di MRS ini terbilang lengkap jika ingin beraktivitas. Kolam renang ada dua, jogging track tersedia dekat pantai, tempat spa ada, mau apa lagi?

Wifi gratis? Ya ada sih. Yang berbayar juga ada. Cuman tahu sendiri deh kalau yang gratisan seperti apa. Itu sebabnya saya tetap mengandalkan modem sendiri ataupu tethering. Daripada garuk-garuk pasir di pantai karena kesal nggak bisa ngeblog.




Pandawa Resto

Inilah salah satu tempat yang paling sering dikunjungi di MRS, Pandawa. Setelah di lihat karena nama-nama meja hidangannya diberi nama tokoh-tokoh pandawa. Coba sebutkan apa saja.

Makan sambil lihat view yang asyik


Saat sarapan, menu yang saya inginkan tersaji. Misalnya, salad, buah-buahan, roti dan omelet. Kadang ada pula nasi goreng. Tapi untuk orang Indonesia yang suka sarapan sampai kenyang mungkin kurang variatif. Saya punya teman yang kalau sarapan di hotel seperti makan siang, semua makanan berat dilahap. Kalau saya sih pengennya sih sesekali ada bubur ayam. Hahaha, tapi karena ini di Bali, jadi mungkin bukan ciri khas sarapan di sana. lagipun, saya tahu sekali MRS dominan dikunjungi turis asing.

Sarapan saya


Makan siang sedikit lebih variatif hidangannya. Tapi selama empat kali makan siang di sini, saya menemukan pengulangan beberapa menu. Oh iya, harus hati-hati bagi tamu muslim, karena di sini disediakan juga menu berbahan daging babi.

Makan malam, terkadang hidangannya tak jauh dari makan malam. saya sendiri kerap melewatkan makan malam karena merasa lelah. Sebab, letak kamar ke tempat makan ini lumayanlah jaraknya. Kadang habis makan, begitu kembali ke kamar, lapar lagi.

Hal yang menarik dari tempat makan ini adalah view-nya. Kita bisa makan sambil melihat orang-orang berenang di kolam atau mengarahkan pandangan ke pantai. Sehingga kita benar-benar teralihkan dari jenis makanannya.

Biar tidak bosan, cobalah mencari jajanan kaki lima di Pasar Sindu sanur di malam hari. Komplet pilihannya. Termasuk untuk turis muslim.

Rekomendasi

Pilihan kamar lainnya
Menurut saya, Mercure Resort Sanur sangat direkomendasikan untuk liburan keluarga karena suasananya yang tidak terlalu ramai, tapi juga dekat dengan fasilitas hiburan untuk anak-anak di pantai. Untuk anak-anak muda yang biasanya lebih mencari penginapan yang lebih murah dan minimalis, tentu tidak cocok.

MRS juga sangat cocok untuk tempat pelatihan/seminar/workshop karena memiliki aula yang relatif luas. Apalagi jika materinya berhubungan dengan kreativitas. Dengan suasana yang natural, sangat memancing semangat proses kreatif.

Cocok juga untuk pasangan yang tengah dimabuk cinta dan ingin berfoto, karena nyaris semua sudut di MRS bisa dijadikan untuk pemotretan prewedding, termasuk di pantainya.

Selamat menginap.

^_^

Foto-foto: Benny Rhamdani

Sunday, December 21, 2014

Inilah Taman Anggrek di Bali







Bali memang identik dengan wisata pantai. Tapi apa salahnya kalau kita mengunjungi tempat tanpa pantai. Misalnya saja ke  Bali Orchid Garden (BOG) di Denpasar. Tapi apa menariknya? 

BOG  berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai, Denpasar. Tepatnya dari arah Sanur ke utara  menuju Ubud.  Objek ini tergolong masih sangat muda dilihat dari waktu kelahirannya pada tahun 1998. Namun  BOG pernah  menduduki peringkat  ke-10  objek wisata terbaik di Indonesia versi Internet pada tahun 2007.


Saat saya masuk ke halaman parkir BOG sempat ragu karena bagian gerbang yang berhias patung Dewa Wisnu dan Brahma tidak sebesar yang saya bayangkan. Setelah membeli tiket, pengunjung diberi minuman herbal dingin menyegarkan.sebelum memasuki taman yang dibangun seorang warga New Zealand ini.

Pengunjung kemudian akan ditanya apakah ingin ditemani pemandu  selama di dalam taman atau tidak. Jika wisatawan ingin ditemani, maka pemandu  akan menjelaskan nama jenis dan tanaman yang  dilalui serta asal-usul tanaman tersebut secara umum. Jika tidak, ya tidak masalah. Apalagi yang ingin bebas foto-foto lebih lama seperti saya. Toh saya bisa menemukan papan nama di dekat tanaman.

Saat masuk  wisatawan akan disambut dengan aneka pakis yang klasik disertai semburat bunga dendrobiums. Kemudian kita akan berjalan jalan setapak yang pinggirannya dipenuhi kagawara 'Christie Low'. Lantas, kita akan masuk terowongan yang dipenuhi pisang hias.

Selanjutnya wisatawan dapat menemukan phalaenopsis putih tergantung di pohon mangga. Ada pula  lotus, cordylines, costa, heliconia rostrata, vandas, mokaras, epidendrum, arachnis maggie oui, aranthera ‘ann black dan masih banyak lagi jenis tanaman.


Mau foto narsis? Tenang, pemandu juga akan membantu mengambilkan foto jika ingin berfoto dengan latar belakang bunga- bunga yang indah. Bahkan pemandu akan memilihkan sudut  yang baik untuk difoto.

Bagian dari taman yang menarik adalah memasuki area shade house, sebuah kubah khusus untuk tanaman yang tidak terlalu memerlukan sinar matahari langsung. Seperti sebelumnya  wisatawan akan diberikan informasi tanaman di dalam shade house. Fitur lainnya di BOG adalah balai bengong, pendopo, café, dan kios cendera mata.



Koleksi 500 Jenis Anggrek

Berdasarkan informasi dari pemandu, BOG memiliki 820 jenis tanaman. Jenis anggrek dalam dan luar negeri tercatat 500 jenis anggrek, 120 jenis bromeliad, dan 200 jenis tanaman hias lainnya seperti heliconia dan ginger.

Seorang rekan saya pecinta anggrek mengatakan, menurut pengamatannya koleksi anggreak BOG tak sebanyak itu. “Sangat sedikit jika dibandingkan koleksi petani anggrek di Cihideung,” ungkap Eva Nukman warga Cimahi yang bertandang ke BOG.

Kendati terbatas koleksinya, beberapa wisatawan mancanegara yang saya di dalam BOG tampak menikmati koleksinya. Berulang kali mereka berfoto dengan aneka tanaman di BOG. Bahkan ketika pemandu menjelaskan tentang tanaman puteri malu, mereka tampak antusias.

Dari sana saya berpikir, BOG memang bukan tempat yang cocok bagi pecinta anggrek sejati mengingat lahan yang tak seberapa luas dan minimnya jumlah koleksi. Jangan dibandingkan Taman Bunga Nusantara di Cianjur.

Salah satu penyebab BOG kemudian namanya terdengar hingga ke mancanegara dikarenakan posisinya di Bali. Sebagai salah satu tujuan wisata yang sudah mendunia, apapun obyek wisata baru akan mampu menyedot perhatian.

Faktor yang menjadi keunggulan taman ini adalah juga kebersihannya yang sangat dijaga. Tidak ada sampah plastik ataupun kertas di BOG. Sehingga mata pun dibuat terlena melihat hamparan bunga-bunga yang ada.

 BOG juga menjadi alternatif bagi wisatawan yang tidak memiliki banyak waktu tapi ingin mendapat banyak titik wisata di Bali. Sebab kurang dari satu jam, pengunjung sudah bisa melewati seluruh area BOG. Termasuk mencari cendera mata yang indah, seperti bros dari kelopak anggrek yang diawetkan atau minyak wangi hasil penyulingan bunga.

Satu hal lagi yang membuat saya yakin BOG ini lebih ditujukan untuk turis asing adalah harga tiket yang relatif mahal, yakni Rp.100.000. Wisatawan lokal, apalagi remaja, tentunya akan memilih membeli tiket bioskop untuk berdua dengan uang itu.


Iya atau nggak, sih?

Thursday, December 18, 2014

Ke Bali dengan Air Asia


Akhirnya terbang lagi, yup kali ini dengan Air Asia Bandung-Denpasar.

Keberangkatan saya kali ini untuk memenuhi undangan Provisi Edukasi mengikuti workshop dari Room to Read bertema penulisan cerita anak untuk pembaca pemula di Sanur, Bali. Dari 11-16 Desember 2014.

Saya memesan tiket Air Asia ke Bali karena inilah jadwal keberangkatan terpagi ke Bali yakni 05.45 WIB.

Pikir saya, walalupun check in mulai pukul 14.00 WITA tidak ada salahnya tiba di sana sekitar pukul 09.00 WITA, Biar bisa langasung jalan-jalan dulu di Bali. Sebab kalau sudah masuk jadwal workshop yang fullday, akan sulit yang namanya jalan-jalan. 

Saya pun memesan tiket sekitar 20 November 2014 melalui travel biro. Tapi seminggu sebelum keberangkatan jadwal keberangkatan berubah, yakni menjadi 06.30 WIB. Informasi disampaikan melalui SMS blast. Mau apalagi?

Tanggal 11 Desember pukul 04.15 saya sudah berangkat dari rumah lantaran tempat tinggal saya dan airport Husein Sastranegara itu letaknya ujung timur dan ujung barat Bandung. Hari masih gelap.

Pukul lima kurang sudah sampai Airport dan langsung check in. Masih ada waktu sekitar satu jam lebih. Dan itu cukup menyiksa jika harus menunggu di airport Husein Sastranegara yang kecil ini. Kebayang, kita bisa melihat landasan pesawat dari mulai gelap sampai terang benderang kena matahari.



Yang saya lakukan adalah ... keluarkan tongsis dan gopro, lalu mulailah berselfie ria!

Pukul 06.10 kami sudah diminta naik ke pesawat, tapi keberangkatan baru sekitar 06.30. Karena mengantuk, saya langsung tertidur begitu pesawat meninggalkan airport. Entah karena pesawatnya nyaman atau karena saya memang ngantuk banget.

Mau tahu cerita saya di Bali? Ikuti saja terus blog ini ya ...

^_^

Tuesday, December 9, 2014

Sunday, December 7, 2014

Pengalaman Servis Laptop di Acer Service Center






Cukup lama saya tak ngetik dengan laptop lantaran rusak. Untuk nyervis ada dua alasan yang bikin menundanya, Pertama, soal waktu. Kedua, budget yang pasti tidak sedikit.

Sabtu, 29 November 2014 saya putuskan ke Acer Service Center (ASC) di Jalan Gatot Subroto, Bandung. Ini kunjungan kedua. Yang pertama dulu, saya pernah membeli kabel charger karena hilang. Pas mau masuk ke halaman parkirnya sudah penuh. Begitu juga halaman parkir di sebelahnya. Tepaksalah saya parkir agak jauh di depan mini market.

Masuk ke dalam ASC, saya disambut satpam yang membantu saya mengambil nomor antrean, sekalian formulir keluhan. Hari sudah siang, jadi lumayan banyak yang antre. Petugasnya juga hanya dua. Saya agak galau kalau harus menunggu lama, lantaran harus menjemput anak saya pulang sekolah.

Untunglah setelah sejam menunggu dipanggil juga. Lalu saya sampaikan keluhan saya. Laptop saya sering hang nggak jelas dan bunyi nggak mau meledak. Setelah dicek memang ada HD yang rusak. HDnya harus diganti. Selain itu speknya yang 16 harus diganti dengan yang 32. Ya sudah. Intinya saya pengen bisa menulis lagi dengan laptop saya itu.

Saya kemudian diminta untuk menandatangani formulir lalu membayar deposit dibawah RP.100.000 

Hari Senin saya ditelepon. Intinya mereka konfirmasi apakah saya bersedia jika HD diganti baru dan membayar Rp800.000 sekian. Saya iyakan saja. Masa nggak percaya.

Hari Jumat saya ditelepon kembali. Diberi kabar laptop saya sudah beres dan bisa diambil di ASC.
Ada juga SMS masuk mengabari hal serupa. Wow, infonya mantap banget.

Hari Sabtu saya kembali ke ASC. Agak pagi karena enggan antre. Ternyata sampai ASC saya hanya menunggu satu orang. Saya kemudian diminta mengecek hasil servis. Sambil ngecek saya tanya cara membersihkan tuts yang kecokelatan. Saya pun dikasih contoh pembesih. Petugas ASC membantu saya membersihkan laptop saya agar kinclong.




Saat dicek saya bingung kok nggak ada windowsnya. Ternyata ASC nggak berani ngisi dengan software bajakan. Oke. Saya nulis di note aja dulu ya.

Begitu sampai rumah saya langsung coba mengetik. Dan ... ada anomali yang sama dengan saat membeli laptop itu pertama kali. Kursor sering loncat sendiri saat diajak ngetik ngebut. Huh! Ada-ada aja. Masa saya harus bawa ke ASC lagi?


Friday, December 5, 2014

Inilah Benda Paling Berbakteri di Kamar Hotel






Dulu saya mengira paling banyak bakteri atau kuman-kuman di kamar hotel adalah tempat tidur atau benda-benda sekitar  toilet. Ternyata  bukan. Hasil penelitian menyebutkan remote TV. Bakteri yang ada di remote TV biasanya menyebabkan infeksi pada tenggorokan dan infeksi Staph yang disebabkan bakteri staphylococus.

BBC Travel menyebutkan hasil sebuah survei bahwa remote adalah benda yang paling banyak bertahtakan bakteri. Bahkan sebuah survei pada tahun 2012 menyebutkan, kamar hotel menciptakan 67,6 unit pembentuk koloni bakteri per sentimeter. Sedangkan standar rumah sakit adalah 5 unit. Lantas bagaimana kita bisa terhindari penyakit yang bisa disebabkan makluk menyebalkan itu?

  • Gunakan kantong plastik, dan bungkuslah remote TV jika ingin menyalakan dan memindah-mindahkan saluran menggunakan remote TV.
  • Cari hotel yang memungkinkan kita menggunakan smartphone sebagai pengganti remote TV. Banyak aplikasi smartphone yang bisa dijadikan remote TV.
  • Bersihkan remote dengan tissue antibakteri jika tidak mau repot menggunakan plastik ataupun smartphone.
  • Lebih baik lagi, cobalah pemutih atau alkohol. Ini mungkin terdengar ekstrim, tapi spesialis pengendalian infeksi mengatakan yang terbaik untuk membersihkan remote dengan sesuatu selain tisu antibakteri.
  • Tentu saja yang terbaik adalah tidak menonton TV. Apalagi jika ke hotel untuk liburan. Untuk apa nonton TV. Bersenang-senanglah di luar sana.

Terlepas dari cara yang kita lakukan, maka mencuci tangan setelah memainkan remote TV hotel hingga bersih adalah yang terbaik. 

Oh iya, selain remote TV, ada juga sarang bakteri yang kerap luput dibersihkan pihak hotel, yakni remote AC dan tombol lampu. Eh, tapi jangan karena tulisan ini, kita jadi membatalkan bookingan hotel. Yang penting kita berjaga-jaga saja.

Wednesday, December 3, 2014

Tulisan Teranyar Saya di HU Pikiran Rakyat


Mencoba tetap aktif sebagai penulis traveling di media cetak. Pada hari Sabtu 29 November 2014 lalu tulisan saya tentang Suaka Elang Bogor mejeng di Harian Umum Pikiran Rakyat, lembar Pariwisata.

Bagaimana naskahnya? Nanti saya posting ya. Eh tapi kalau ada orang yang komentar mau.

Tulisan ini terbilang cepat pemuatannya. Dikirim hari Kamis, 27 November 2014, dalam waktu dua hari sudah nongol.

Saya suka editing yang dilakkan pihak redaksi. Rapi. Hal inilah salah satu yang membuat saya senang. Saat membaca tulisan saya diedit dengan baik oleh redaksi.


^_^


Inilah Sebabnya Tempat Tidur Hotel Dominan Putih


Sprei putih di tempat tidur hotel Le Grandeur Mangga Dua Jakarta.


Beberapa kali masuk hotel berbintang, umumnya memiliki kesamaan saat melihat ke bagian tempat tidur. Mereka memasang sprei  berwarna putih. Tak peduli apapun warna dindingnya.  Satu kali saya pernah masuk ke hotel dengan sprei bercorak, saya langsung merasa tidak betah. Mengapa ya?

Saya di atas tempat tidur sprei putih Latief Inn, Bandung

Berdasarkan referensi yang saya temukan dari berbagai sumber, bisa disimpulkan bahwa putih dipilih karena  menjadi simbol kemewahan. Semua percaya,  tidur menjadi  lebih mewah di tempat tidur putih.

"Secara visual, ide tempat tidur putih adalah penting," kata Erin Hoover, wakil presiden desain untuk Westin dan Sheraton Hotel seperti dikutip Huffington Post. "Tempat tidur serba putih berkonotasi mewah dan tidur malam yang nyaman."

Ketika Westin dirintis, Hoover mengatakan, ide tempat tidur hotel  serba putih  sangat tidak popular. Pada 1990-an hotel kebanyakan menggunakan sprei berwarna, agar tidak cepat terlihat kotor. Tapi setelah melihat hasil  serangkaian uji coba, desainer Westin yakin hanya ada satu cara untuk menciptakan hal yang efektif.

Sprei putih juga memberi kesan lapang di Hotel Zoom Surabaya

"Tempat tidur serba putih menciptakan efek halo.  Orang yang masuk mengira ruangan seperti baru direnovasi ," Hoover menjelaskan. "Hal ini memiliki dampak besar."

Kini bukan hanya Westin yang memiliki tempat tidur serba putih. The Miraval , Hilton dan Park Hyatt memiliki tempat tidur putih juga.

"Park Hyatt  beralih ke tempat tidur yang putih bersih, mengundang tamu untuk segera merebahkan diri," kata Sybil Pool, juru bicara Hyatt.

Saya sendiri merasa sprei putih sebagai upaya keseriusan pengelola hotel menjaga kebersihan. Lantaran, warna putih bisa langsung jelas menunjukkan ketidakbersihan. Tentu saja saya tidak mau membayar mahal lalu tidur di tempat yang tidak bersih.

Tempat tidur di Novotel Gajah Mada Jakarta
Berdasarkan pengalaman saya menginap di hotel melati, beberapa justru sepertinya sengaja meninggalkan warna putih. Tidak hanya berwarna, sprei mereka cenderung bercorak. Alhasil lebih sulit mendeteksi kebersihan sprei bercorak. Bahkan, urusan memasang sprei pun sprei putih jauh lebih sulit. Ada kerutan sedikit saja segera bisa diketahui.

Tentu saja banyak juga hotel melati yang tidak menggunakan tempat tidur serba putih, tapi benar-benar bersih dan harum.


Anda memilih hotel dengan tempat tidur yang mana,  serba putih atau bercorak?

~Benny Rhamdani, penikmat hotel

Foto-foto: Benny Rhamdani

Tuesday, December 2, 2014

Malam Pertama di Newmont



Meneruskan cerita sebelumnya yang tertunda ...

Jadi saya tiba di PT Newmont sudah menjelang magrib. Itu juga nggak langsung diajak ke pertambangan. Tapi harus dievakuasi dulu untuk diberi pengenalan tentang Newmont. Habis itu saya dan teman-teman dikasih ID Card yang nggak boleh hilang, rompi dan sepatu khusus untuk besok jalan-jalan ke pertambangan.


Untunglah nggak gitu lama, kami pun diajak ke tahap berikutnya. Apaan? Makan malam. Tapi di mana ya makan malam di tempat yang gelap gulita dan jauh  dari perdaban?

Kami harus keluar dari area pertambangan. Lumayan ketat lho. Karyawan papan atas aja tetap harus diperiksa. Padahal cuman pengen ke sebuah tempat makan yang letaknya beberapa langkah dari pos jaga. Ribeut, tapi emang kudu gitu.

Borneo Cafe

Kami memutuskan untuk makan di Borneo Cafe yang agak remang-remang gitu suasananya. Maklum di pelosok, bukan di mall. Lihat aja bentuk dan rupanya.












Saya sih bingung apa yang harus dimakan. Sesungguhnya saya lagi banyak pantangan. Jadinya saya makannya yang aman-aman saja. Ikan dan ayam goreng. Tentu saja sayur kangkung yang lezat. Tanpa nasi karena saya sedang diet ketat.

Mungkin karena Newmont sedang tidak beroperasi, tempat makan ini tampak sepi. Kata si Ibu, dia bisa-bisa bangkrut kalau Newmont tak segera beroperasi kembali (Alhamdulillah, sekarang kan, sudah ya, bu).


Nggak lama-lama makan di sana, akhirnya kami di ajak Bu Jenni, Mas Ary dan tim Newmont lainnya untuk segera ke townsite. Semacam area khusus untuk perumahan pekerja tambang dan tamu.


Townsite

Terus terang, saya udah nggak kuat pengen mandi. Makanya senang banget ketika tahu akan segera ke tempat menginap. Townsite ini mengingatkan saya kepada barak-barak di film-film horor. Dan suasana malam terbilang horor di Newmont karena statusnya yang sedang vakum.

Saya dapat kamar sendirian. Yang lain ada yang berdua. Saya lebih suka sendiri. Apalagi kasurnya single bed. sebenarnya sih karena privacy aja. Nggak enak tidur di kamar berdua kalau bukan dengan keluarga. Atau malah mendingan rame-rame sekalian.

Dan tada! Kamarnya oke juga. Bersih yang penting. Juga showernya enak banget ada air panasnya. Karena nggak bisa tidur saya jadi pengen lihat-lihat keluar.

Saya belum ada gambaran jelas tentang townsite di malam hari. Karena penasaran akhirnya saya kelayapan juga ke sekitar townsite sampai menemukan bar dan tempat bilyar. Jadinya nonton pertandingan bola di sana deh. Habis di kamar nggak ada fasilitas TV.

Lewat tengah malam akhirnya saya baru bisa tidur. Duh padahal besok subuh sudah harus siap-siap. Alamat deh.

Lihat deh townsitenya di foto ini.