Thursday, July 24, 2014

Perjalanan ke Batu Hijau (1)

Bermula saat sedang rapat evaluasi di sebuah tempat di Bandung. Karena sudah lama, saya mulai jenuh. Tangan pun mulai membuka HP, mengecek group WA untuk group Bootcamp Newmont. Tiba-tiba Bu Jenni nyelonong masuk, dan bilang," Siapa yang mau ikut ke Newmont Kamis. Khusus dua orang. Siapa cepat dia dapat." (Intinya sih begitu)

Buru-buru saja saya menyatakan siap. Peserta lainnya adalah Griska. Hahaha, saya sendiri asal nyanggupin aja walaupun belum tahu kantor ngizinin atau nggak saya ambil cuti. Juga isteri saya.

***

Akhirnya saya berangkat juga dari Bandung Kamis dini hari. Karena harus tiba di Bandara Soeta, saya berangkat dari pool bis Prima Jasadi Batu Nunggal  pukul 02.30. Biarlah kepagian. Soalnya siangan dikit aja bisa kena macet di Bekasi.

Saya tiba duluan di Bandara. Bisa shalat subuh dulu, kemudian nongkrong di terminal 1A. Kemudian muncul Griska dan Harris Maulana. Tak lama kemudian Bu Jenni manggil minta kumpul. Olalala, ternyata yang ikutan ada lagi. Crew  Trans Corp, dan SCTV.  Satu lagi adalah Mbak Valencia Silly yang ngetop banget itu. Bukunya kebetulan juga terbit di tempat saya kerja. Voila! Setelah sarapan, kami pun cek in deh.


Ngomong-ngomong, tahun ini adalah yang pertama kali naik pesawat kembali. Soalnya, dari kantor udah lama nggak ada dinas ke luar negeri :) Maklum deh, traveler abidin (atas biaya dinas). Dan ini adalah penerbangan terjauh juga ke arah timur Indonesia, yang sebelumnya cuman sampai Bali. Jadi, agak antusias aja. Apalagi saya tuh pengen banget menjelajah seluruh Indonesia.

Maskapai yang digunakan adalah Lion Air dengan tujuan Bandara Internasional Lombok (yang masih baru itu). Tadinya khawatir ngaret. Soalnya saya pernah ngalamin sama maskapai satu ini. Ternyata nggak.


Well, karena akan bergeser waktu, saya putar dulu arloji sebelum naik pesawat. Tambah satu jam. Dan seperti biasa, saya potret sana-sini. kali aja nanti ada lomba ngeblog tentang Lion Air gitu kan udah punya fotonya.




Karena udah agak siang sejak buka counter, ternyata rombongan kami dapat seat yang berpencar. Hahaha, berasa nggak rombongan, soalnya duduk jauh-jauhan. Tapi setidaknya saya bisa tidur karena masih ngantuk. Kalo duduk sebelahan sama yang dikenal terus tidur itu kan namanya nggak sopan. Sebelum tidur, selfie dulu ah :)


Mungkin sekitar1,5 jam kemudian pesawat akhirnya mendarat. Saya masih agak-agak ngantuk. Cuman nggak mungkin juga terus-terusan tidur. Nanti diculik pilotnya gimana? So, saya pun mengambil tas kamera di kompartemen..

Begitu turun dari pesawat, pertama saya berhamdallah karena diberi kesempatan menginjak tanah  Lombok. And then, saya potret-potret lagi dah. Terutama yang ada label Lion Airnya. Lagi, buat lomba ngeblog kelak. Sudah puas, langsung antre ambil bagasi .... yang lamanya minta ampun. Hm, pantas aja makin banyak orang yang alergi masukin bawaan ke bagasi. :(


Di luar ternyata ada Willy dari METRO TV yang kemudian bergabung. Sudah dekat? Belum! Masih panjang perjalanan menuju Batu Hijau di Sumbawa Barat, ternyata. Tapi sebagai traveler, kita harus menikmati perjalanan, jauh maupun dekat. Karena inti traveling bukan tujuan, namun perjalanan :) #Katanya

Berikutnya adalah perjalanan darat menuju Pelabuhan Kahyangan di Lombok timur. Untuk menempuhnya, kami menggunakan mobil travel Inova. Ada tiga mobil untuk membagi kami. Dan saya satu mobil dengan Harris serta Griska.

Seperti yang saya duga, pasti deh supirnya ngebut. Beneran aja. Ngebut sengebut-ngebutnya. Sampai saya nggak mau lihat ke depan. Pura-pura ngobrol atau ngunyah makanan.

Ngomong-ngomong makan, Bu Jenni nraktir kami makan siang dulu di sebuah tempat makan tak jauh dari Bandara.Menunya bikin perut yang lapar langsung megap-megap. Tapi tetap sih favorit saya ya plecing kangkung. Nama tempat makannya lupa, nanti deh ditanya dulu ke Griska.

Dan momen makan gini adalah paling tepat untuk ngecas HP. Walaupun jadinya sepanjang makan saya berusaha mengingat-ingat terus lagi ngecas HP. Maklum deh pelupa akut. Lah, pas sarapan di Bandara aja tadi sempat lupa tas kamera :)

Lanjut ke perjalanan deh. Di antara ngebutnya mobil travel yang disupiri Husnan, saya berusaha melihat-lihat pemandangan di sisi jalan. Banyak banget masjid dengan menara yg besar. Nyaris hanya beberapa ratus meter bertemu masjid-masjid besar. Mudah-mudahan jemaahnya juga banyak ya. Saya juga baru tahu kalau ternyata Lombok punya gelar Pulau 1000 Masjid.

Pengennya sih kalo ada di satu tempat dengan petunjuk nama kecamatan atau kabupaten gitu, ya berhenti dulu. Tapi keknya nggak mungkin juga. 

Setelah 1,5 jam perjalanan, rasanya senang bingits ketika akhirnya melihat laut Lombok Timur. Soalnya, kaki udah pegel ikut-ikutan nginjek rem saking ngebut dan seringnya menyalip mobil lain. Selain itu, rasanya kok pengen pipis :P

(bersambung)

Monday, July 21, 2014

Dua Jam Keliling Thailand





Berkunjung ke Thailand dalam waktu terbatas tapi ingin melihat banyak bangunan bersejarah? Mudah. Datanglah ke Ancient Siam (Siam Kuno) yang berada di Samuth Prakan, pinggir kota Bangkok. Lokasi ini belum begitu popular bagi pelancong Indonesia, bahkan beberapa warga Bangkok ketika  ditanya mengaku belum pernah ke sana.

Dari Bangkok untuk menuju lokasi yang lebih dikenal dengan nama Muang Boran ini bisa dengan naik BTS menuju Bearing dengan ongkos 40 baht, lalu melanjutkan dengan taksi.

Setelah membayar tiket masuk seharga 500 baht,  pengunjung dipersilahkan memilih kendaraan yang dipakai untuk mengelilingi Ancient Siam. Dengan luas 320 hektar, taman yang mulanya akan dibangun lapangan golf ini, tidak mungkin dikelilingi dengan jalan kaki. Pengunjung bisa memilih naik bus terbuka atau bersepeda. Naik kereta memang nyaman, tapi tidak bisa berlama-lama di satu anjungan. Akhirnya, pilihan saya adalah bersepeda.

Bersepeda tidak disarankan bagi yang jarang berolahraga karena jarak yang cukup panjang serta suhu udara yang panas. Pengunjung bisa menyewa mobil golf dengan tarif 150 baht untuk dua kursi, 300 baht untuk 4 kursi, dan 450 baht untuk yang 6 kursi. Tarif dihitung per jam.

Ancient Siam dijuluki juga museum  outdoor terbesar di dunia. Ketika masuk pengunjung dari Indonesia pasti akan merasa seperti ke Taman Mini di Jakarta. Bedanya, di Taman Mini menonjolkan anjungan provinsi dengan rumah adatnya. Sementara di Ancient Siam menampilkan 116 replikasi bangunan dan monumen bersejarah di seluruh Thailand yang jika ingin ditemui aslinya tidak akan cukup waktu 2-3 hari. Ukuran replikasi ada yang sesuai aslinya, ada pula yang diperkecil skalanya.

Anjungan pertama yang bisa disinggahi adalah The Stupa of Phra Maha That, Ratchaburi, kemudian model pasar gaya lama di pedesaan Thailand lengkap dengan rumah adatnya. Di tempat ini pengunjung bisa membawa oleh-oleh khas Thailand.

Pengunjung juga bisa melihat  duplikasi komplek Dusit Maha Prasat Palace  atau yang lebih dikenal dengan nama The Grand Palace yang nyaris mirip dengan aslinya, termasuk taman di sekitarnya. Begitu pula dengan istana putih bernama Sanphet Prasat Palace. Meskipun hanya duplikasi, pengunjung pasti akan terkagum dengan detail yang dibuat mirip dengan aslinya.

Tak seberapa jauh, pengunjung dapat menemukan bangunan unik terdiri dari susunan bata merah. Rupanya inilah replika reruntuhan Kerajaan tua  Ayutthaya. Nah, kalau turis Indonesia mau ke tempat aslinya, butuh waktu berjam-jam untuk sampai dari Bangkok.

Selain bangunan istana dan kuil, di taman luas yang bentuknya menyerupai siluet peta negara Thailand ini dapat juga dilihat begitu banyak patung menawan. Misalnya saja patung kisah Ramayana berwarna putih dilengkapi danau dan air terjun kecil.

Dari semua anjungan, banyak pengunjung menyukai replikasi The Hall of the Enlightened. Atapnya yang berwarna keemasan dan hijau langsung menarik mata dari kejauhan. Untuk masuk ke bangunan utama, pengunjung harus menapaki jembatan melewati danau. Di bangunan utama terdapat sejumlah patung Budha. Tempat ini sangat cocok untuk lokasi pemotretan.

Floating Market

Katanya, belum ke Thailand kalau tidak pasar terapungnya. Tapi dari Bangkok cukup memakan waktu menuju ke lokasi pasar terapung. Untunglah di Ancient Siam ini ada tiruannya.

Di anjungan floating market, pengunjung benar-benar bisa merasakan hal yang sama dengan aslinya. Ada danau buatan dikelilingi bangunan khas Thailand. Tentu saja lengkap dengan pedagang jajanan di atas perahu dan tempat makan di sekitarnya. Ada pula jembatan yang membuat lokasi ini benar-benar menyenangkan, terutama untuk foto-foto narsis. Jika dipasang di Facebook, orang akan mengira kita benar-benar berkunjung ke floating market asli.

Sepanjang perjalanan mengelilingi Ancient Siam, sebagian besar bangunan yang dilihat berhubungan dengan agama Budha dan Hindu. Tapi jangan khawatir, pengunjung yang ingin sholat  bisa menemukan mushola di anjungan floating market. Walaupun kecil, tapi bersih.

Berkeliling ke Ancient Siam, selain mendapat pengetahuan sejarah dan budaya Thailand, juga mendapat sehat karena mengelilinginya sambil bersepeda. Tapi disarankan datang di pagi hari, biar tidak merasa kepanasan.

Rasanya, menyenangkan juga bila di Bandung dan sekitarnya terdapat museum terbuka semacam ini.

(Benny Rhamdani, Traveler tinggal di Bandung)

Foto-foto: Benny Rhamdani



Tulisan Ini dimuat di Harian Umum PIKIRAN RAKYAT 12 Juli 2014

Wednesday, July 9, 2014

Römerberg, Kota Tua di dalam Kota Modern Frankfurt



Sungguh saya merasa takjub bisa berdiri di Römerberg, yang merupakan  alan-alun  kota tua (Altstadt) Frankfurt, Jerman. Para turis biasanya menjadikan alun-alun ini sebagai awal perjalanan wisata dalam kota. Apalagi di sini berdiri pusat informasi wisata. Juga tempat pemberangkatan bis wisata. Selain bangunan tua, kita juga bisa menikmati aksi para artis pantomim yang berdiam dalam waktu yang lama. Jika ingin berfoto bersamanya, jangan lupa siapkan uang receh.

Nama Römerberg berasal dari bangunan balai kota Frankfurt bernama Römer. Balai kota ini dibangun antara abad 15 dan 18 dengan gaya arsitektur Gothic. Bangunan utamanya dikenal sebagai Zum Römer, yang berarti penghormatan kepada Romawi. Bila sempat melongok ruang bersejarah tempat penobatan Kaisar Romawi, kita akan menyaksikan foto-foto raja dan kaisar Jerman, dari Friedrich Barbarossa yang memerintah pada tahun 1152 hingga Franz II, yang berkuasa pada tahun 1806.

Keramaian di  Römerberg  telah  berlangsung sejak abad ke-12, saat perdagangan besar-besaran dimulai. Bursa niaga ini menarik minat para pengunjung dan pedagang termasuk  dari Italia dan Perancis. Karena letaknya yang strategis, membuat kawasan ini jadi pilihan tempat utama penyelenggaraan berbagai pameran dan perayaan, termasuk perayaan penobatan Kaisar Romawi dulu.

Di sisi timur , berhadapan dengan Römer,  berdiri sederet bangunan rumah kayu  atau  Ostzeile. Inilah rekonstruksi bangunan rumah-rumah khas Jerman abad ke 15-16, yang pernah luluh lantak oleh pemboman Inggris saat perang PD II. Bangunan yang berdiri sekarang selesai  didirikan pada 1983. Uniknya, masing-masing rumah memilik nama.  Dari kiri ke kanan adalah Zum Engel, Goldener Greif , Wilder Mann, Kleiner Dachsberg-Schlüssel , Großer Laubenberg  dan Kleiner Laubenberg .

Saat ini, bagian bawah Ostzeille dipakai sebagai café dan tempat menjual cendera mata khas Frankfurt. Mulai dari magnet kulkas hingga hiasan dinding lengkap tersedia. Bahkan kaos sepakbola tim nasional Jerman. Tentu saja dengan harga tempat wisata yang lebih mahal jika dibandingkan kita membeli di stasiun kereta Frankfurt.

Berjalan ke selatan  Römerberg terdapat Historisches Museum. Tempat ini menyajikan rekaman sejarah kota Frankfurt. Di sini kita bisa melihat maket kota Frankfut jaman pertengahan, sebelum dihancurkan perang.  Di depan Historisches Museum terdapat Alte Nikolaikirche, gereja gothic permulaan yang dibangun pada tahun 1290. Dulunya bangunan ini digunakan sebagai gereja pengadilan untuk kaisar hingga abad ke-15.  Pada pukul 9:05, 12:05 dan 17:05 akan terdengar dentang rangkaian 35 lonceng gereja. Saya  beruntung bisa mendengar riuh rendah bunyi lonceng karena tepat di sana pukul 12.05 siang.

Karena waktu makan siang telah tiba, saya pun segera keluar dari Römerberg menuju kota Frankfurt modern yang sesungguhnya .  Menutup wisata jalan-jalan di Frankfurt dengan makan di kedai kebab dari para imigran.


Air Mancur Keadilan


"Inilah Dewi Keadilan! Dia tampak mengerikan. Timbangannya telah hilang.  Dewi yang malang. Dia kehilangan setengah lengannya, dibawa setan .”

Itulah kalimat yang ditulis  penyair Friedrich Stoltze saat menggambarkan Gerechtigkeitsbrunnen pada 1863. Kini, tentu saja kondisinya sudah membaik. Jika tidak, mana ada jutaan orang mau melakukan sesi pemotretan di dekat air mancur  keadilan itu.

Gerechtigkeitsbrunnen dibangun pada tahun 1543 dan beberapa kali direnovasi karena perang. Di tengah-tengahnya berdiri patung Dewi Keadilan membawa timbangan keadilan, tetapi tanpa penutup mata.  Air mancur yang keluar dari empat malaikat di bawah patung Dewi Keadilan melambangkan Keadilan, Sikap sederhana, Harapan, dan Cinta.  Pada masa penobatan kaisar, air yang keluar adalah anggur (wine) dan diperebutkan masyarakat setempat.

Air mancur keadilan itu berdiri di pusat Römerberg. Saat berdiri di sana, saya hampir  tidak percaya kota di Jerman ini pernah hancur akibat dibombardir pasukan udara Inggris pada Perang Dunia kedua (PD II).  Apalagi ketika menginjak kawasan yang didirikan pada abad 12 tersebut. Semua bangunan di sana tampak seperti benar-benar tua, padahal baru direkontruksi  pemerintah Jerman setelah PD II.

 Foto2: Benny Rhamdani