Sungguh saya merasa takjub bisa berdiri di Römerberg, yang merupakan alan-alun
kota tua (Altstadt) Frankfurt, Jerman. Para turis biasanya menjadikan
alun-alun ini sebagai awal perjalanan wisata dalam kota. Apalagi di sini
berdiri pusat informasi wisata. Juga tempat pemberangkatan bis wisata. Selain
bangunan tua, kita juga bisa menikmati aksi para artis pantomim yang berdiam
dalam waktu yang lama. Jika ingin berfoto bersamanya, jangan lupa siapkan uang
receh.
Nama Römerberg berasal dari bangunan balai
kota Frankfurt bernama Römer. Balai kota ini dibangun antara abad 15 dan 18
dengan gaya arsitektur Gothic. Bangunan utamanya dikenal sebagai Zum Römer,
yang berarti penghormatan kepada Romawi. Bila sempat melongok ruang bersejarah
tempat penobatan Kaisar Romawi, kita akan menyaksikan foto-foto raja dan kaisar
Jerman, dari Friedrich Barbarossa yang memerintah pada tahun 1152 hingga Franz
II, yang berkuasa pada tahun 1806.
Keramaian di Römerberg telah berlangsung sejak abad ke-12, saat perdagangan besar-besaran dimulai. Bursa niaga ini menarik minat para pengunjung dan pedagang termasuk dari Italia dan Perancis. Karena letaknya yang strategis, membuat kawasan ini jadi pilihan tempat utama penyelenggaraan berbagai pameran dan perayaan, termasuk perayaan penobatan Kaisar Romawi dulu.
Di sisi timur , berhadapan dengan
Römer, berdiri sederet bangunan rumah
kayu atau Ostzeile. Inilah rekonstruksi bangunan
rumah-rumah khas Jerman abad ke 15-16, yang pernah luluh lantak oleh pemboman
Inggris saat perang PD II. Bangunan yang berdiri sekarang selesai didirikan pada 1983. Uniknya, masing-masing
rumah memilik nama. Dari kiri ke kanan
adalah Zum Engel, Goldener Greif , Wilder Mann, Kleiner Dachsberg-Schlüssel ,
Großer Laubenberg dan Kleiner Laubenberg
.
Saat ini, bagian bawah Ostzeille
dipakai sebagai café dan tempat menjual cendera mata khas Frankfurt. Mulai dari
magnet kulkas hingga hiasan dinding lengkap tersedia. Bahkan kaos sepakbola tim
nasional Jerman. Tentu saja dengan harga tempat wisata yang lebih mahal jika
dibandingkan kita membeli di stasiun kereta Frankfurt.
Berjalan ke selatan Römerberg terdapat Historisches Museum. Tempat
ini menyajikan rekaman sejarah kota Frankfurt. Di sini kita bisa melihat maket
kota Frankfut jaman pertengahan, sebelum dihancurkan perang. Di depan Historisches Museum terdapat Alte
Nikolaikirche, gereja gothic permulaan yang dibangun pada tahun 1290. Dulunya
bangunan ini digunakan sebagai gereja pengadilan untuk kaisar hingga abad
ke-15. Pada pukul 9:05, 12:05 dan 17:05
akan terdengar dentang rangkaian 35 lonceng gereja. Saya beruntung bisa mendengar riuh rendah bunyi
lonceng karena tepat di sana pukul 12.05 siang.
Karena waktu makan siang telah tiba, saya pun segera keluar dari Römerberg menuju kota Frankfurt modern yang sesungguhnya . Menutup wisata jalan-jalan di Frankfurt dengan makan di kedai kebab dari para imigran.
Karena waktu makan siang telah tiba, saya pun segera keluar dari Römerberg menuju kota Frankfurt modern yang sesungguhnya . Menutup wisata jalan-jalan di Frankfurt dengan makan di kedai kebab dari para imigran.
Air Mancur Keadilan
"Inilah Dewi Keadilan! Dia tampak mengerikan. Timbangannya telah
hilang. Dewi yang malang. Dia kehilangan
setengah lengannya, dibawa setan .”

Gerechtigkeitsbrunnen dibangun
pada tahun 1543 dan beberapa kali direnovasi karena perang. Di tengah-tengahnya
berdiri patung Dewi Keadilan membawa timbangan keadilan, tetapi tanpa penutup
mata. Air mancur yang keluar dari empat
malaikat di bawah patung Dewi Keadilan melambangkan Keadilan, Sikap sederhana,
Harapan, dan Cinta. Pada masa penobatan
kaisar, air yang keluar adalah anggur (wine)
dan diperebutkan masyarakat setempat.
Air mancur keadilan itu berdiri
di pusat Römerberg. Saat berdiri di sana, saya hampir tidak percaya kota di Jerman ini pernah
hancur akibat dibombardir pasukan udara Inggris pada Perang Dunia kedua (PD
II). Apalagi ketika menginjak kawasan
yang didirikan pada abad 12 tersebut. Semua bangunan di sana tampak seperti
benar-benar tua, padahal baru direkontruksi
pemerintah Jerman setelah PD II.
Foto2: Benny Rhamdani
0 komentar:
Post a Comment