Sejak kecil saya paling mudah menyukai dengan lagu-lagu bertema 'Ibunda'. Ingat lagu Kasih Ibu? Lirik akhirnya membuat saya tersentuh: Hanya memberi | Tak harap kembali |Bagai sang surya menyinari dunia.
Lagu tentang Ibunda lain di masa
kecil yang mampu membuat saya meneteskan air mata adalah berjudul Mama dan dipopulerkan oleh penyanyi Eddy
Silitonga. Lirik lagu yang nelangsa, irama musik mendayu dan suara lirih penyanyinya benar-benar
membuat saya dengan mudah meresapi pesan lagunya. Beberapa teman masa kecil
saya juga mengaku paling gampang menangis dengan menghayati lagu Mama itu. Betapa sedihnya membayangkan
ditinggal seorang mama.
Lagu di masa kecil saya tentang
Ibunda yang juga membuat saya tersentuh adalah Tabahlah Mama yang dinyanyikan grup vocal bersaudara D’Jollies
dengan leader Julius Sitanggang. Tabahlah Mama menjadi lagu anak-anak
terpopuler di era 1980-an setelah tenggelamnya angkatan Adi Bing Slamet.
Semakin beranjak usia, semakin
banyak lagu-lagu bertema Ibunda yang saya temukan. Bahkan saya menyukai lagu musik
dangdut Muara kasih Bunda yang
dipopulerkan Errie Suzan. Namun, hanya dua lagu tentang Ibunda yang benar-benar
membuat saya tersentuh: Ibu yang
dinyanyikan Iwan Fals dan Bunda yang
dinyanyikan oleh Melly Goeslow.
Ibuku Pedagang Keliling
Ingin kutidur di atas pangkuanmu, seperti masa kecil dulu. (Foto: Benny Rhamdani) |
Mendengar lirik ‘Ribuan kilo
jarak yang kau tempuh …’ saya segera membayangkan Ibu saya yang harus berjuang
menghidupi tiga anaknya setelah ayah saya meninggal. Ibu saya setiap hari harus
berjualan keliling beberapa komplek perumahan di kawasan Cijantung, Jakarta, menawarkan dagangannya berupa
sepatu dan kain. Kebanyakan masih kenalan Ibu saya, dan barang-barang itu
dibeli dengan cara mencicil.
Ibu saya membeli barang
dagangannya dari pertokoan Kings di Bandung. Dan saya tahu hal itu tidak mudah
karena beberapa kali saya menemani Ibu saya. Memilih sandal atau sepatu dengan
warna dan ukuran sesuai pesanan. Apalagi begitu diberikan kepada teman ibu,
belum tentu mau menerima. Ada yang ukurannya kekecilan sedikit, atau warna beda
saja, pasti Ibu saya harus menyimpannya untuk ditukar bulan depannya.
Saya juga tahu siapa saja
pelanggan ibu saya yang baik hati dan lancar dalam pembayaran, karena kadang
saya diminta Ibu menagih kepada para mereka. Terutama bila Ibu merasa letih,
karena juga harus mengurus tiga anaknya yang kecil-kecil, termasuk saya. Ada
juga beberapa pelanggan Ibu yang susah ditagih, sampai Ibu kelihatan pusing
memikirkannya.
“Uangnya harus dipake buat beli
barang pesanan yang lain,” kata Ibu yang masih terus berjalan menjinjing barang
dagangannya di tangan kanan dan kiri.
Kadang saya cemas bila menjelang
magrib Ibu saya tak pulang. Khawatir ada sesuatu terjadi pada Ibu. Khawatir
juga adik saya merengek minta makan karena di atas meja makan tak ditinggalkan makanan apapun.
Bila mengingat saat-saat itu saya
sering merasa sedih. Tapi seperti kata lagu Iwan Fals … Seperti udara kasih yang engkau berikan | Tak mampu kumembalas …. Ibu.
Bunda Tak Punya Album Foto
Satu lagu tentang ibu yang bisa
membuat saya sedih adalah Bunda nyanyian Melly Goeslow. Dari lirik awal: Kubuka album biru … sungguh saya
langsung merasa miris. Terus terang, ibu saya tidak pernah memiliki album foto
keluarga. Apalagi yang menyimpan foto masa kecil saya.
Setelah meninggalnya Ayah, kami
kemudian harus meninggalkan rumah dinas. Pada saat pindahan itulah,
barang-barang penuh kenangan tercecer tidak jelas. Apalagi kami pindah ke rumah yang lebih
sempit, sehingga banyak barang yang harus disortir. Dalam waktu tiga tahun kami
pindah tiga kali rumah kontrakan. Dan setiap kali pindah, banyak barang yang
harus ditinggal. Termasuk buku-buku koleksi kesayangan saya..
Biasanya saya menemukan foto-foto
masa kecil saya di album foto saudara. Dari sanalah saya bisa mengingat kisah
di masa kecil saya.
Sekarang, saya tinggal terpisah
kota dengan ibu. Tapi saya selalu mengirim doa untuknya. Karena seperti yang
dinyanyikan Melly: … ada dan tiada dirimu
| Kan selalu ada di dalam hatiku.
0 komentar:
Post a Comment