Udara terasa dingin ketika saya berhenti di depan Salian Art, Jalan Sersan Bajuri, Bandung. Di kepala saya langsung terlintas keinginan untuk segera mencicipi makanan yang dapat menghangatkan tubuh. Apa ya kira-kira kuliner Batak yang demikian? Pasalnya, hari ini saya diundang untuk mencicipi kuliner Batak.
Masuk ke Salian Art, saya disuguhi tatanan meja nan rapi di ruang terbuka. Sebagian beratap, sebagian lagi benar-benar langsung di bawah langit. Sangat romantis karena bulan sedang bersinar penuh, dilengkapi cahaya lilin di atas meja. Tapi ... berrr, lumayan dingin. Untunglah, di setiap kursi disediakan selimut penghangat tubuh.
Malam ini saya diundang sebagai food blogger dari komunitas Blogger Bandung untuk mencicipi masakan olahan seorang chef yang ogah disebut chef, bernama Rahung Nasution. Tema masakan Batak sebenarnya agak asing untuk saya lantaran kalau mendengar makanan Batak yang terlintas adalah B2 alias pork atau hewan berkaki empat lainnya yang haram saya makan. Ternyata setelah mendapat konfirmasi bahwa semua hidangan adalah halal, saya langsung menyanggupi datang.
Acara dibuka oleh pria kelahiran Sayurmatinggi, Batang Angkola, Tapanuli Selatan ini dengan sedikit perkenalan pengalamannya berkenalan dengan masakan tanah air. Dia juga menjelaskan tentang bumbu-bumbu yang dipakainya dengan lancar.
Salah satu bumbu yang dikenalkannya adalah kaluwak/kluwek yang biasa disebut kepayang di Melayu. "Bumbu satu ini kalau terlalu banyak dikonsumsi bisa bikin orang mabuk. Makanya ada istilah mabuk kepayang," jelasnya.
Bumbu lain yang dijelaskan adalah andaliman yang bentuknya kecil seperti putik bunga. "Dulu sebelum cabai masuk ke Indonesia, orang Batak menggunakan andaliman untuk rasa pedas di masakan," imbuh Rahung.
Mulai dari Ikan
Usai sedikit tanya jawab, hidangan pertama pun disajikan ke beberapa meja pengunjung acara bertajuk 'TRIBAL CUISINE FROM SPICE ISLAND SET DINNER BY RAHUNG NASUTION'.
Sebagai awalan, Rahung menyajikan menu 'Ikan Lais Garing dengan Salsa Andaliman'. Menu pertama berbahan utama ikan lais asap ini cukup mengejutkan di lidah. Terutama rasa andaliman yang kuat menimbulkan sensasi masam kemudian pedas. Disajikan dengan sepotong kripik kentang, tampilan ikan lais asap dibuat ceria dengan sambal cabai merah besar, cabai rawit dan bawang merah.
Buat saya hidangan pembuka ini mampu sedikit tubuh saya, dan inilah yang saya inginkan.
Tak lama berselang muncullah menu kuliner kedua, yakni Mie Gomak. Namanya seperti tidak asing, tapi penampakannya baru pertama saya lihat. Makanan yang sering disebut juga spagheti Batak ini langsung membuat saya meneteskan air liur begitu diletakkan di depan saya. Saya memang terbilang penyuka hidangan berkuah seperti ini.
Ketika saya cicipi, rasanya bercampur seperti kari dan tom yum. Dan sepertinya, kuahnya juga pernah saya makan saat saya makan di resto berciri khas peranakan di Bandung. Saat menyeruput mie lidi (mie telor) ke mulut, rasanya kuahnya ikut tertelan, gurih dan beraroma kecombrang/honje. Menu ini terasa nikmat karena disertai pula suwiran daging ayam.
Kuah mie gomak memang terasa sekali bumbu rempahnya karena selain cabai merah dan bawang merah, juga terkandung bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, sreh, daun jeruk, garam, daun kunyit dan daun salam.
Rahung menjelaskan, "Bawang putih sebenarnya bukan bumbu khas Indonesia. Tapi sekarang sudah menyatu menjadi bumbu nusantara."
Menu berikutnya adalah Lawa Pakis Lindung. Saat disajikan saya langsung ingin segera menyantapnya karena meihat pakis yang mendominasi. Dibalik itu ada sepotong daging belut panggang yang ditaburi juga kelapa sangray. Rasanya sedap, dan bikin ingin segera memindahkan semuanya ke dalam mulut.
Mungkin saya berani menyantap menu pakis dan belut ini dengan porsi dua kali lipat dari ini suatu hari nanti. Karena sejujurnya, saya kok rasanya masih pengin nambah.
Dua menu berikutnya disajikan sekaligus dengan nasi kuning dalam bentuk tumpeng mini. Udang Pammarasan (kluwek) dan Ayam Saksang. Saya tergoda untuk menyantap udang galah yang berwarna kemerahan dan hmmm ... saat dicocol ke bumbu perpaduan kluwek, cabe kering, jahe, kemiri, bawang merah, lengkuas, sereh, dan daun bawang ... seperti meledak di lidah.
Sementara menu Ayam Saksang yang merupakan potongan ayam tanpa tulang, hati ayam, dan ombu-ombu (kelapa gongseng). Rasa bumbunya seperti menu-menu sebelumnya. Dan memang sepertinya harus dinikmati dengan nasi. Entah nasi kuning maupun putih, tergantung selera.
Ikan Tombur adalah menjadi menu utama terakhir. Hidangan berbahan utama ikan mas kecil ini menurut saya sedikit unik karena dominasi bumbunya yang menghilangkan rasa ikannya. Ya iyalah, di bumbunya dimasukkan bumbu kecombrang muda yang sangat kuat rasanya.
Sebagai pencuci mulut saya menyantap ketan dengan saus gula merah yang manis. Dan membuat acara makan malam ini menjadi benar-benar manis karena membuat saya memiliki pengalaman baru mencicipi kuliner Batak.
Saat pulang ke rumah, saya masih terngiang menu-menu kuliner Batak itu. Tapi menurut saya, yang paling juara dan ingin saya ulangi segera memakannya adalah Mie Gomak.
Sedikit pandangan saya tentang Rahung, baru kali ini saya melihat koki yang cuek dan berbeda dengan penampilan chef pada umumnya. Pokoknya keren pisan!
0 komentar:
Post a Comment