Promosi Hingga ke Monore |
Penetapan UNESCO kepada Bangkok sebagai Ibukota Buku Dunia untuk tahun
2013 di Paris, 27 Juni 2011, membuat saya penasaran ingin mengunjungi
ibukota Thailand tersebut. Seberapa hebatnya dunia perbukuan di sana.
Keinginan saya terwujud, ketika Mizan Publishing mengutus saya
mengunjungi Bangkok International Book Fair yang digelar 29 Maret-8
April 2013. Acara yang diselenggarakan Asosiasi Penerbit dan Penjual
Buku Thailand (Pubat) ini menampilkan 950 stand dengan melibatkan 400
penerbit lokal dan puluhan penerbit dari Taiwan, Singapura dan Korea
Selatan.
Dari tempat saya menginap di kawasan Lumphini, saya cukup naik MRT selama 10 menit menuju lokasi pameran di Queen Sirikit National Conventional Centre. Dari stasiun MRT Queen Sirikit, akses menuju tempat pameran hanya 50 meter. Sehingga calon pengunjung yang menggunakan kendaraan umum amat nyaman. Sangat berbeda dengan pameran buku di Jakarta. Dari halte busway harus naik ojek atau berjalan kaki lebih dari seratus meter.
Masuk ke selasar arena pameran yang telah memasuki tahun ke-45 untuk skala nasional, dan ke-11 untuk skala internasional, saya langsung disambut dengan jajaran komik-komik Asia yang mencolok warna sampulnya. Namun karena saya datang awal, stand-stand di luar itu belum dibuka. Saya pun masuk ke dalam hall tanpa tiket, yang di depannya merupakan food court. Setelah melewati lorong, sampailah ke dalam hall luas yang sangat ramai.
Serunya Stand Buku Anak. (foto Beny Rhamdani) |
Ruangan pameran yang sejuk membuat saya lupa suhu di Bangkok saat itu mencapai 40 derajat Celsius. Saya pun mulai memerhatikan sudut-sudut ruang pameran buku yang tahun ini bertema “Read for Life”. Meskipun ukuran stan mirip dengan pameran di Jakarta, namun tampilannya lebih aktratif. Buku tidak berjejal begitu banyak sehingga pengunjung masih leluasa memilih-milih buku.
Budaya membaca di generasi muda sangat kuat. (foto Benny Rhamdani) |
Kedatangan saya ke pameran kali ini, selain melihat perkembangan buku di Thailand, juga menawarkan right
buku Indonesia untuk diterbitkan di Thailand. Orang-orang penerbitan di
Thailand relatif lebih terbuka dan ramah untuk diajak kerjasama di
industri perbukuan. Demikian halnya dengan mitra agen yang saya temui,
bisa diajak diskusi panjang lebar tentan rencana penerbitan. Walaupun
menurut saya, ruang untuk pertemuan dengan agen ini sangat sempit
dibandingkan di Frankfurt, Jerman.
Hal yang sangat saya kagumi di arena pameran, pengunjung malah
didominasi kalangan pelajar dan mahasiswa. Mereka antusias berebut
buku-buku yang dijual, mulai dan novel, komik sampai buku-buku non
fiksi, buku asing, buku akademik dan buku-buku tua berkelas. Acara-acara
yang melibatkan kaum muda pun berlimpah, mulai dari workshop penulisan,
festival komik, dan sebaginya.
Selain pameran buku, juga digelar pameran foto HM Raja dan karya terjemahan HRH Princess Maha Chakri Sirindhorn, serta sejumlah stand e-book oleh penerbit online.
Layak
Mengutip situs BBC Travel, General Director UNESCO Irina Bokova mengatakan, Bangkok dicanangkan sebagai World Book Capital 2013 karena fokus kepada komunitas dan pro terhadap perkembangan kultur membaca.
Saya yang berangkat bersama enam penulis DAR! Mizan saat menyusuri Kota Bangkok mendapati banyak toko dengan rak-rak penuh buku. Toko-toko ini menjual aneka novel, majalah, sampai komik manga. Beberapa mal besar seperti Siam Paragon sudah dilengkapi jaringan toko buku asal Jepang yakni Kinokuniya, dan perusahaan buku berbahasa Inggris terbesar di Thailand yakni Asia Books.
Ada pula jaringan toko buku Barnes & Noble asal AS, dan Waterstones asal Britania Raya. Toko-toko buku ini punya atmosfer yang nyaman untuk pengunjung bersantai sambil membaca. Ada sofa, pendingin udara, lantai kayu, dan komputer yang bisa digunakan untuk selancar dunia maya.
Para penggemar buku bekas bisa menemukan ‘harta karun’ di Dasa Books, Jalan Sukhumvit. Ada lebih dari 16.000 buku bekas dalam berbagai bahasa untuk dijual maupun dibaca di tempat. Di sini, wisatawan bisa membaca buku di kafe sambil menyeruput kopi dan mengunyah brownies cokelat.
Untuk sekadar membaca, sempatkanlah mengunjungi Library Cafe yang masih berlokasi di Jalan Sukhumvit. Toko buku mungil ini punya atmosfer yang sangat nyaman, dengan interior ala tahun 1950-an. Kita bisa membaca buku sepuasnya sambil memesan kopi panas.
(br)
Kak Benny enak! Bisa kemana-mana semoga nanti besar aku juga bisa sukses seperti kak Benny! Amin!
ReplyDeleteSemoga lebih malah suksesnya. Aamin.
ReplyDeleteamin, makasih ka Benny :)
ReplyDelete