Siapa bilang anak muda Indonesia nggak kreatif? Lima anak muda ini memilih berkarya di jalur
penulisan novel. Jeli melihat persaingan ketat di dunia penulisan, mereka nggak tanggung-tanggung
memilih jalur horor. Dan buku mereka best sellers! Bikin sirik nggak sih?
Biar makin sirik, kenalkan lima penulis tersebut.
Sucia Ramadhani
Mojang Bogor berusia 17
tahun ini menulis sejak SMP dan kini sudah jadi mahasiswi Sastra Indonesia, Universitas Indonesia 2014.
“Saya menulis novel horor karena suka dengar cerita horor dari teman-teman.
Jadi terinspirasi buat nulis horror,” kata penulis novel Ghost Dormitory 1 dan 2 yang sudah masuk cetakan ke 14.
Sebelumnya, Sucia pernah menulis genre fantasi umum , persahabatan dan petualangan. Gara-gara
menulis fiksi horror dia kini meraup royalty yang realtif besar. “Bahkan dikenal
banyak orang gara-gara nulis Ghost Dormitory.
Sampai dijadikan jadi ulasan mahasiswa
semester lima,” sambung penulis yang
menggunakan royaltinya untuk kuliah dan keperluan emmbeli buku kesukaannya.
Apa asyiknya jadi penulis genre horror? “Bisa berimajinasi
lebih jauh, mengkreasikan cerita horror orang lain dengan imajinasi sendiri,”
tandasnya.
Akbar Suganda
Cowok ganteng berusia
17 tahun ini masih berstatus siswa SMA 1
Batusangkar kelas XII IPA. Dia belum pernah menulis selain genre horror. “Karena
horor itu menyenangkan,” kata Ganda yang menulis buku laris Haunted School 1 dan 2 serta
Annabelle.
Hal yang membuat Ganda betah menekuni genre horror karena,” Saya
suka yang horor-horor jadi idenya lebih mudah mengalir, dan biar
orang-orang yang tidurnya telat jadi ketakutan hahaha.” Pastinya, dia bisa
menabung untuk biaya kulianya kelak dengan menjadi penulis genre horor.
Alief Wheza Harsojo
Penulis berpostur jangkung ini baru berumur 16 tahun dan masih
tercatat sebagai siswa kelas di Sekolah Indonesia Singapura di Siglap,
Singapura. Miantanya menekuni fiksi horor karena satu hal.
“Aku melihat lebih banyak pembaca yang minat di genre horror
ketimbang genre-genre yang lain,” ucap cowok yang sering bolak-balik ke Jakarta
untuk kegiatan promosi dan gathering dengan penggemarnya.
Sebenarnya Wheza sendiri lebih suka menekuni genre fantasi. Namun
penulis Halte Aggker ini mengaku sebenarnya lebih menyukai genre fantasi. “Tantangannya
ada ketika aku yang awalnya menulis di genre Fantasi mencoba berbelok ke dunia
horror. Ini menyenangkan! Dari horor siapa tahu bisa mengangkat novel
fantasiku,” kata penulis Legend Hell Sword
ini.
Setelah menekuni dunia penulisan horor, Wheza merasa ada
pengaruh dengan kehidupannya di luar sekolah,t erutama di pertemanan. “Aku jadi
punya banyak teman, dan masing-masing teman itu punya kepribadian unik, dan
kebiasaan yang berbeda-beda. Jadi bisa lebih mengenal dunia luar,” uncap cowok
yang mengaku menyimpan royalti yang diterimanya, dan untuk saat ini tidak
dipikirkan dulu untuk apa. “Aku hanya ingin menulis buku yang suatu saat nanti akan
disukai oleh banyak orang.”
Ditta Hakha
Penulis muda berusia 17 tahun ini masih berstatus siswi SMAN 1 Bojonegoro, Jawa timur . Alasan Ditta
menulis cerita horor karena TREND. “genre horror sekarang lagi trend dan
disukai pembaca. Selain itu, ada sensasi sendiri waktu nulis horror. Yang
paling penting, harus bisa mengontrol rasa takut diri sendiri,” jelas penulis
novel Wooley Dooley ini.
Dari cuman mencicipi, ternyata Dita yang semula menulis tema
persahabatan mulai merasakan asyiknya menulis genre horor. “ Aku bisa mengekesplore
seluruh imajinasi. Dan yang paling asik, aku bisa menciptakan
"makhluk" sendiri,” kata
penulis yang menabung seluruh uang royalti yang diterimanya.
Billy Briliant
Cowok yang aktif dengan banyak kegiatan ini baru berusia 17 tahun dan tecatat sebagai
siswa SMA Negeri 1 Purwokerto, Jawa Tengah,
Kelas 2 IPA. Billy yang semula menulis genre pershabatan dan fantasi
kini mulai menekuni fiksi horor.
“Aku suka banget nulis horor. Suka bermain dengan kata2
yang dapat menggetarkan hati,” jelas penulis Deadly Claws ini.
Karena kegiatan menulis ini, Billy beberapa kali
memenangkan lomba di luar menulis berskala
nasional. Kadang Billy berpromosi juga bukunya di ajang-ajang pemilihan duta
siswa ataupun delegasi konfrensi untuk anak SMA.
“Jadi penulis horor itu, walaupun suka takut sendiri, tapi
iamjinasinya bisa mengalir terus,” kata cowok yang menggunakan uang royaltinya
untuk menabung dan membeli barang yang disukainya.
0 komentar:
Post a Comment