Lima wanita itu berteriak girang ketika akhirnya menemukan satu kios yang khusus menjual hanbok di Pasar Cimol Gedebage (Cimol), Bandung. Perjalanan mereka dari pusat kota tak sia-sia untuk mendapatkan koleksi pakaian tradisional Korea itu.
“Hanbok ini asli dari Korea dan harganya murah. Jadi nggak perlu terbang ke Korea,” ujar Dian yang menggemari budaya Korea.
Nana, penjual di kios hanbok itu menyebutkan harga hanbok komplet atasan dan bawahannya sekitar Rp 200.000-400.000. Tapi di kios khusus hanbok satu-satunya di Cimol (bahkan mungkin di Indonesia) ini, pengunjung bisa membeli bawahannya saja. Harganya mulai dari Rp.70.000-200.000, tergantung motif dan jenisnya. Juga kemampuan pengunjung menawar harga. Banyak yang membeli bawahannya saja karena bisa dijadikan model busana muslimah. Jika kita membeli yang baru, harga hanbok komplet bisa jutaan rupiah lho.
Harga-harga dagangan di Cimol memang terbilang murah. Maklum, pasar yang terletak di sisi Jalan Soekarno-Hatta ini memang terkenal sebagai pusat penjualan pakaian second import.
Saya sudah mendengar lama mendengar keunikan pasar yang berada di bagian belakang area Pasar Induk Gedebage yang lebih dikenal sebagai pusat penjualan buah-buahan kota Bandung. Tapi baru dua kali mengunjunginya karena letaknya berada di pojok timur kota Bandung. Sementara itu, beberapa teman saya jadi penggemar setia Cimol.
Selain hanbok, bisa dilihat beberapa kios yang khusus menjual jas komplet dengan dasinya, ada kios kemeja yang secara ukuran cocok untuk pengunjung yang kesulitan mencari ukuran besar, ada juga baju-baju ala K-pop lho. Bagi para penggemar kemeja flanel kotak-kotak dengan kualitas kain yang baik dan motif keren, Cimol juga surganya.
Seorang teman yang suka bepergian dinas ke luar negeri, malah selalu mampir mencari jaket (coat). “Modelnya bagus-bagus dan murah. Walaupun barang second, tapi masih bisa kelihatan keren kok. Paling nggak, saya jadi bisa gonta-ganti coat kalo ke luar negeri. Terutama untuk gaya-gayaan saat difoto,” ungkap Denian.
Belakangan, Cimol yang dulu sangat terkenal dengan barang second atau barang bekas mulai dari sepatu hingga tas yang branded dari luar, mulai bercampur dengan barang-barang lokal imitasi dan produk cina. Hal itu saya lihat sendiri ketika menyambangi kios-kios sepatu. Untuk pengunjung seperti Eka Kurnia Sari, pebisnis sepatu lukis on-line, Cimol jadi lokasi belanja paling ideal.
“Saya biasa mencari sepatu untuk dilukis di sini. Harga sepatu merk terkenal yang KW sekitar Rp100.000 berikut dus seperti aslinya,” kata Eka yang bisa menjualnya dengan harga dua kali lipat setelah dilukis sendiri olehnya.
Cimol biasanya sangat ramai di akhir pekan. Bahkan banyak mahasiswa sekitar Bandung menjadikannya sebagai pusat perbelanjaan pakaian. Harga pun cenderung lebih murah karena semua pedagang berusaha melepas barang dagangan mereka dari kios.
Seusai belanja pakaian, pengunjung bisa jajan di beberapa kios depan pasar. Ada penjual batagor, mpek-mpek es cendol, nasi rames, baso, dan seperti biasa … rumah makan Padang. Atau kalau suka buah-buahan, bisa membeli dengan harga murah di bagian depan pasar induknya.
Pindahan Cibadak
Sejarah Cimol ini cukup panjang. Bermula ketika tahun 1990-an kota Bandung dibanjiri barang-barang second dari luar negeri. Harganya miring tapi kualitas masih dapat dipertanggungjawabkan. Para pedagang barang import second menjajakannya bermula di emperan di sekitar Pasar Baru, kemudian dari berlalih ke emperan jalanCibadak. Nah, di sinilah nama CIMOL muncul, yang merupakan singkatan dari CIBADAK MOL (Mall).
Makin lama, kawasan Cibadak jadi kumuh dan semrawut. Pemerintah kota Bandung lantas menyediakan lahan di sekitar Pasar Induk Gedebage dengan maksud agar para pedagang pindah ke sana, mulai tahun 2000. Rencananya, lokasi ini juga akan dipakai untuk relokasi PKL kota Bandung yang bertebaran dan meresahkan warga.
Sayangnya, kondisi Cimol menurut saya belum representatif sebagai kawasan belanja. Apalagi sekarang sudah jadi destinasi wisata pengunjung luar kota. Selain bangunannya yang asal dan seperti gudang, lingkungan sekitarnya juga tampak gersang dan penuh sampah. Saya membayangkan, kelak Cimol ini akan membesar seperti Catuchak di Bangkok yang pernah saya sambangi. Tentu dilengkapi fasilitas umum yang lebih memadai, terutama transportasi dan lahan parkir yang nyaman.
OOooOO
repost dari: http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/09/03/berburu-hanbok-asli-di-cimol-gedebage-586184.html
Penuh, katanya yaaa.... mirip tanah abang x ya?
ReplyDelete