Mencicipi menu pilihan cafe de Fino di d'Lumboenk |
Gerimis mulai jatuh ketika siang itu saya menjejakkan kaki di Jalan Cieumbeuleuit, Bandung. Bergegas saya menyeberangi jalan menuju d 'Lumboenk Cafe Bar & Resto karena dari arah Cihampelas letaknya berada di kanan jalan.
Begitu masuk, saya langsung disambut lounge dan bar dengan interior bergaya klasik. Mungkin inilah persamaannya dengan Yamaha Fino yang juga bergaya klasik. Ada belasan pengunjung yang menyebar di beberapa sudut yang dindingnya dihiasi tulisan logo Cafe de Fino. Nah, berarti saya tidak salah masuk. Dengan alasan ingin lebih menikmati menu di d'Lumboenk, saya memilih tempat di lantai atas. Hanya ada lima pengunjung yang sedang asyik makan dan chit-chat di balkon cafe yang berdiri 1 Januari 2011 ini.
Tiga Pilihan |
Seorang waiter datang menyodorkan daftar menu. Saya langsung mencari minuman yang direkomendasikan cafe de Fino. Ada tiga pilihan, dan saya memutuskan memilih chai latte. Chai adalah teh susu dicampur rempah yang merupakan minuman klasik India. Sebagai Bollywood mania, saya sejak dulu memang menggemari minuman satu ini. Untuk makanan saya sengaja mencari makanan yang lebih ringan karena baru dua jam lalu saya brunch. Karena tidak menemukan rekomendasi untuk makanan dari cafe de Fino, akhirnya pilihan saya jatuh ke kudapan klasik volcano risoles.
Sambil menunggu pesanan, seperti biasa saya mengamati atmosfir cafe untuk mengetahui keunikan dibandingkan cafe lainnya. Di lantai atas, berdiri pojok live music yang menganggur. Menurut informasi waiter, biasanya digunakan pada malam hari.
Di lounge dan bar di bawah, saya melihat aneka beberapa tempat duduk yang dikhususkan untuk kongkow bersama teman-teman. Kendati dekat dengan universitas swasta ternama di Bandung, tamu yang saya lihat saat itu justru sedikit yang berusia muda. Mungkin baru di malam hari cafe ini banyak didatangi anak-anak muda.
Suasana di dalam lounge dan bar d'Lumboenk |
Saya paling suka tulisan yang ada di pilar berbunyi, "Always believe something wonderful is going to happen". Bisa jadi kalimat penyemangat untuk tamu galau yang datang ke sini.
Ketika saya kembali ke meja, waiter pun mengantarkan pesanan saya. Tidak sabar rasanya ketika melihat volcano risoles yang diplating dengan cantik. Saya pun mulai mengiris risoles dan memasukkan ke mulut. Hmm, enaknya. Risoles dengan isi daging sapi asap dan keju itu membuat saya seperti melayang saking nikmatnya mencicipi ledakan keju dan smooked beef. Rasanya istimewa karena tidak terasa gurih-gurih maksa dengan MSG. Ya, kekhasan menu di d'Lumboenk memang karena semua masakannya di sini tidak memakai bumbu penyedap kimiawi.
Rasakan sensasi ledakan keju dan smooked beef dari Volcano Risoles |
Setelah beberapa potong masuk ke perut, saya mulai beralih mencicipi chai latte hangat. Ada brown sugar dan gula putih di sampingnya. Tapi saya tak begiu suka minuman yang terlalu manis. Saya pun meneguknya. Rasanya kurang hanya seteguk. Dua teguk, tiga teguk ... Yaaaa, habis! Saya memang mencatat kekurangan chai latte di d'Lumboenk adalah takarannya yang kecil. Lha, saya biasa minum chai dengan ukuran gelas mug.
Chai latte rekomendasi cafe de Fino jadi favorit saya |
Lantaran masih haus, saya memesan cappucinno. Ini minuman lain yang saya suka karena saya pernah ke Italia dan amat menyukainya. Tapi selalama di Italia, saya selalu minum cappucinno hangat. Kali ini saya memesan yang dingin.
Cappucinno dingin ... hmmm ... |
Saya terus menghabiskan risoles, termasuk garnis wortelnya. Buat saya, semua yang ada di atas piring berarti bisa dimakan. Dan alhamdulillah, perut saya langsung kenyang. Bersamaan dengan itu cappucinno pun datang dan langsung saya teguk membasahi tenggorokan. Segar! Untuk standar Indonesia, asalkan cappucinno yang dihidangkan bukan dari bungkus sachet instant, bagi saya sudah cukup menyenangkan.
Gerimis siang pun reda. Saya bergegas membayar ke kasir untuk belanjaan saya sekitar Rp60.000-an. Saya puas dengan minuman pilihan cafe de Fino. Terutama chai latte-nya.
***
foto-foto Benny Rhamdani
0 komentar:
Post a Comment