Jangan pernah heran ketika ke toko buku melihat sebuah buku dalam format ‘soft cover‘ padahal beberapa bulan sebelumnya buku dengan judul yang sama telah terbit dalam format ‘hard cover‘. Jangan juga bingung ketika tiga tahun lalu kita membeli buku X dengan ilustrasi kaver warna biru, lalu tahun ini buku berjudul X itu terbit lagi dengan kaver warna hitam.
Dalam dunia penerbitan buku, hal-hal semacam itu disebut ‘republished’. Intinya, republished adalah upaya menerbitkan ulang sebuah buku dengan format yang berbeda dari terbitan terdahulu. Bahkan, terkadang berbeda penerbit pula.
Ada beberapa alasan sebuah penerbit melakukan republished, antara lain;
Trend. Tiba-tiba saja muncul sebuah tren sebuah genre di pasar buku yang menggairahkan pemasaran. Katakan saja, trend genre buku fiksi islami. Akhirnya, para penerbit berusaha mengejar trend tersebut. Karena yang namanya trend terkadang waktunya singkat, maka penerbit pun melakukan langkah cepat yakni mencari stok naskah yang pernah terbit sesuai trend. Dalam hal ini penerbit yang berumur lebih beruntung ketimbang penerbit baru karena memiliki stock naskah lebih banyak. Konten pun biasanya sudah tergarap dengan baik. Namun penerbit baru masih ada peluang dengan menghubungi penulis karena siapa tahu hak terbit judul yang sesuai trend tersebut sudah habis. Bagi penulis tentunya ini menguntungkan, karena naskahnya yang sudah ‘tergeletak’ bisa mendatangkan uang kembali.
Penulis Membuat Hit. Seorang penulis yang sudah malang melintang di dunia penerbitan tiba-tiba namanya meroket karena buku baru yang diluncurkannya. Semua orang memuja karyanya dan ingin terus membaca karyanya. Padahal, penulis itu sudah punya beberapa judul buku yang sudah diterbitkan. Karena penulisnya sedang digemari, biasanya penerbit akan mengeksploitasi terus karya penulis tersebut. Termasuk dengan republished karya-karya lamanya. Tentu saja kaver dan formatnya diubah menyesuaikan dengan desain buku terbarunya yang laris.
Pernah Laris. Sebuah buku yang pernah menyandang predikat best seller dapat diprediksi dengan mudah akan di-republished pada tahun-tahun berikutnya. Baik fiksi maupun non-fiksi punya peluang yang sama. Buku fiksi biasanya yang bernilai sastra, sedangkan non-fiksi umumnya buku pemikiran maupun referensial.
Public Domain. Kecenderungan lain penerbit adalah mengambil naskah-naskahpublic domain untuk di-republished karena akan mengurangi biaya produksi. Penerbit tak perlu membayar royalti kepada penulis, terkadang tak perlu juga mengeluarkan biaya promosi terlalu besar karena naskah public domain yang diambilnya cenderung sudah populer di kepala masyarakat. Ambil contoh karya-karya Shakespeare.
Penasaran. Ada juga penerbit yang me-republished buku karena penasaran. Edisi pertamanya buku tersebut tidak laku. Padahal semua internal penerbitan yakin buku tersebut akan laku karena edisi luar negerinya sukses. Setelah dievaluasi, akhirnya penerbit yakin kesalahan tersebut adalah pada kaver. Beberapa bulan kemudian buku tersebut dirilis ulang dengan kaver yang berbeda sama sekali. Hasilnya? Menurut pengamatan saya ada beberapa yang berhasil. Contohnya adalah versi bahasa Indonesia buku The Kite Runner.
Poster film. Biasanya, ketika sebuah buku laris diangkat ke film, pihak penerbit akan menerbitkan ulang dengan cover poster film. Mengapa? Karena akan saling mendukung promosi. Poster film di toko buku akan menggiring konsumen ke bioskop, begitu juga sebaliknya.
Tentunya masih banyak alasan lain dari sebuah penerbit untuk me-republished. Terkadang alasan itu bisa saja datang dari penulisnya. Ada beberapa aturan main yang harus diperhatikan penerbit saat me-republish sebuah buku. Salah satunya yang penting adalah bila ada perubahan di luar format, misalnya judul dan penambahan konten, maka penerbit harus memberi disclaimer yang terbaca oleh pembeli. Jangan sampai pembeli terkecoh mengira buku itu terbitan pertama, padahal dia sudah memilikinya di rumah hanya karena judul yang diubah.
0 komentar:
Post a Comment