Pagi itu saya terdampar di Pasar
pagi di Pasiakandang, Pasia Nantigo, Kototangah, Padang, Sumatera Barat. Niat
saya melihat kehidupan nelayan, tapi rupanya harus melewati pasar tradisional
ini. Dan rupanya saya beruntung karena menemukan sebuah kedai penjual kuliner
tradisional yang belum saya kenal sebelumnya, yakni kue mangkuk sayak (kue mangkuk tempurung).
Di benak saya, Padang hanya jago
dengan kuliner berat. Makanan ringan yang saya kenal hanya terbatas keripik
balado atau sarikaya. Melihat kue mangkuk yang unik itu saya langsung
menemui pemilik lapak, Bu Mailiniar,
yang sedang sibuk melayani pembeli.
“Bu, ini harganya berapa?” tunjuk
saya melihat penganan kecoklatan dilingkari putih yang tersaji di atas
tempurung kelapa.
“Seribu,” katanya agak malu-malu.
Saya agak kaget karena hari gini
masih ada jajanan seharga seribu rupiah. Saya pun memesannya. Bu Mai dibantu
seorang perempuan memenuhi pesanan saya dan pembeli lainnya. Tempurung berisi tepung beras dicampur gula saka di atas meja
kemudian disiram santan. Dibiarkan di atas kukusan beberapa menit, kemudian
disajikan di depan saya. Bagi yang membeli untuk dibawa pulang, kue mangkuk
dilepaskan dari tempurung dialasi kertas dan daun.
Saya mencicipi bagian pinggirnya
yang putih, rasanya gurih seperti umumnya santan. Kemudian kebagian tengah yang
cokelat, rasanya manis. Perpaduan dua rasa itu terasa nikmat ketika masuk
bersamaan ke mulut.
Aroma makin di tempat juga makin
eksoktis karena wangi kukusan kue mangkuk terus menguar. Saya merasa tak cukup
menghabiskan satu dan langsung memesan lima.
Menurut Bu Mai, dia menyediakan
250 porsi kue setiap hari dan selalu
habis terjual. Mengapa bisa begitu laris? Pertama, kue mangkuk ini memang sudah
sulit ditemukan. Kalah saing dengan penganan modern. Padahal penggemarnya masih banyak. Tentu saja
selain juga harganya yang relatif murah.
Harga yang murah dan dijual
terbatas rupanya juga menjadi daya tarik untuk membeli. Mungkin jika Bu Mai
berjualan ribuan mangkuk pun akan sanggup, tapi lama-lama orang akan bosan.
Bu Mai mengaku baru sekitar lima
tahun membuka usahanya. Resep kue mangkuk itu dibuatnya sendiri berdasarkan
pengalamannya memakan kue itu di tempat lain. “Bahannya itu saja, tidak sulit
dicari. Tepung diaduk dengan gula saka, kemudian dikukus dalam sayak. Proses pengukusan pun tidak
membutuhkan waktu lama, hanya sekitar lima hingga sepuluh menit." Setelah adonan tepung
yang dikukus matang, ditambahkan dengan santan kelapa. Setelah mengeras,
hidangan kue mangkuk sayak pun siap dinikmati.
Buat saya pribadi, kue mangkuk sayak ini layak dinikmati siapapun yang bertandang ke Padang.
Maya Lestari GF seorang penulis dan pengamat kuliner Minang mengatakan,"Sebenarnya kue mangkuk sayak itu masih banyak ditemui di daerah kabupaten. Kalau di kota masih bisa ditemukan sih di toko-toko kue, tapi rasanya nggak seori di daerah. Kue mangkuk sayak paling enak itu ada di sekitaran wilayah Bukittinggi, Agam dan 50 Kota. Mungkin karena mereka memakai gula nira yang masih asli, yang nggak dicampur dengan gula pasir."
Maya Lestari GF seorang penulis dan pengamat kuliner Minang mengatakan,"Sebenarnya kue mangkuk sayak itu masih banyak ditemui di daerah kabupaten. Kalau di kota masih bisa ditemukan sih di toko-toko kue, tapi rasanya nggak seori di daerah. Kue mangkuk sayak paling enak itu ada di sekitaran wilayah Bukittinggi, Agam dan 50 Kota. Mungkin karena mereka memakai gula nira yang masih asli, yang nggak dicampur dengan gula pasir."
0 komentar:
Post a Comment