Wednesday, August 8, 2012

Penulis di Mata Editor


Kalo ditanya, saya lebih memilih memegang naskah dari penulis beken atau penulis baru ... jawabnya: bingung. Masing-masing punya asyiknya dan nggak asyiknya.

Penulis beken asyiknya secara naskah dah enakeun ngeditnya. Pokoknya, proses ini asyik banget. Bahkan si penulis beken biasanya dengan mudah menjaring sendiri endorsment, bikin sinopsis yang keren. Pengantar yang menarik (sendiri ataupun nodong tokoh beken lainnya).

Cuma ...
Yeah namanya juga udah beken. Pasti  maunya juga nggak yang sekadarnya. Semisal, bukunya harus diiklankan (Nggak tanggung2 mintanya KOMPAS), harus ada roadshow, harus ini-itu, harus ngirim sekian eksemplar ke relasinya, blablablablabl, bikin pusying.


Penulis pemula biasanya harus telaten membimbing dari awal. Naskah kadang harus bolak-balik revisi. Kadang susah ngerti maunya kita, maunya penerbit, maunya pembaca, maunya pasar. Tapi puas banget ketika membantu mereka menciptakan sebuah karya yang membanggakan.

Karena belum beken, ya penulis baru biasanya percaya segalanya sama penerbit. Termasuk urusan promosi. Tapi saking percayanya, mereka juga nggak ngapa-ngapain untuk buku mereka. Belum mengerti gimana promosiin ke teman-teman, ke komunitas atau ke manapun. Kadang hanya berharap penuh sama penerbit.


Penulis pemula yang sok beken laen lagi. Dari awal sudah minta macam-macam. Minta diedit sama editor senior. Minta ikut-ikutan ngedit dan proof, tapi banyak salah dan tidak mengerti selingkung penerbit. Kadang neror editornya. Nggak sabaran. Udah gitu kalo bukunya udah jadi, pengen dipasang iklan bukunya di mana-mana. Minta dibuatin roadshow, de-el-el.


Penulis beken yang profesional. mereka mengirim naskah dengan baik. nego naskah dan segalanya dengan profesional. Bahkan mereka punya manajemen. Terus, punya tim yang siap me'roadshow'kan tidak cuma karyanya tapi juga penulisnya. Tidak bergantung melulu sama penerbit untuk urusan promosi, dll.

Sebenernya ada lagi jenis penulis yang saya kenal. Sejauh ini saya melihat banyak penulis yang sudah mulai mengerti yang namanya self editing sehingga tulisan mereka sudah bagus ketika dikirim ke penerbit. Sudah diedit sendiri karena penulisnya mengerti dasar-dasar editing. Ada juga penulis yang mengerti self promoting. Yang udah mempromosikan sendiri karyanya dan dirinya tanpa ataupun dengan dukungan penerbit. Dan yang takjub yang juga self marketing. Ikut menjual dirinya dan karyanya.

6 comments:

  1. Kalau penulis mau promosi bukunya misalnya ngadain kuis, apakah harus konfirmasi pada penerbitnya dulu? Soalnya khawatir mendahului kebijakan penerbit.

    ReplyDelete
  2. kalo udah terbit silakan aja. nggak usah nunggu penerbit.

    ReplyDelete
  3. Hmm *mikir saya termasuk yang mana ya? penulis narsis? :p

    ReplyDelete
  4. Fita: hahaha. bisa juga. Saya malah penulis matre.

    ReplyDelete
  5. Aku tipe penulis yg mana ya? Hmmm... narsis pasti iyalah, wong bukunya belom terbit aja udah heboh ngasih kabar ke kampung. :P

    ReplyDelete
  6. Pengen buat buku,tp ga ada inspirasi :(

    ReplyDelete