Thursday, September 4, 2014

Destinasi Keren di Macau Bagi Penggila Grand Prix

Macau Grand Prix formula Tiga, ajang yang dinantikan setiap tahun.


Banyak orang awam yang mengira Sirkuit Monaco sebagai satu-satunya sirkuit balapan yang memakai lintasan jalan raya. Nyatanya,  di Asia pun juga   ada yang menyajikan suguhan serupa. Sirkuit  jalan raya itu sudah ada sejak tahun 1930-an di kota Macau, sebuah kawasan administratif khusus Tiongkok (Cina).

Sirkuit Guia demikian dunia internasional mengenalnya yang digunakan untuk ajang Macau Grand Prix. Festival otomotif  tahunan berskala internasional itu tak hanya menyajikan menu adrenalin, namun juga pemandangan kota dan budaya yang  memesona.  Tidak aneh jika semua pecinta balapan senantiasa menanti ajang tersebut.

Macau Grand Prix dikenal sebagai satu-satunya acara balap  dengan arena jalan raya untuk dua jenis kendaraan sekaligus,  baik  mobil maupun sepeda motor. Setiap tahun di bulan November  para pembalap bersaing dalam berbagai kategori balap, termasuk single-seaters, mobil touring dan sepeda motor.

Sirkuit Guia yang sangat menantang menggunakan jalan raya 
Salah satu ajang yang menarik dari Macau Grand Prix adalah Formula Tiga  yang menampilkan banyak pembalap nasional  dari seluruh dunia. Macau Grand Prix  juga terkenal dengan  sirkuitnya disebut-sebut   paling menantang  karena mirip Monaco, namun lebih sempit, bergelombang, juga memiliki trek lurus untuk dipacu habis-habisan, membuatnya butuh settingan mobil & motor serta keahlian mengemudi dan kenekatan yang luar biasa.  Itulah sebabnya banyak orang menyukai ajang balap ini.

Banyak pembalap  Formula Satu mengawali  karirnya  di sini termasuk Riccardo Patrese, Ayrton Senna, Michael Schumacher, David Coulthard, Ralf Schumacher dan Takuma Sato .

Tahun ini, Macau Gran Prix ke 61 akan digelar pada tanggal 13-16 November 2014. Tertarik? buruan cari tiketnya.



Museum Grand Prix

Tak hanya sirkuitnya, di Macau juga para turis penggemar balapan juga bisa bertandang ke Museum Grand Prix. Museum ini diresmikan pada tahun 1993 dalam rangka perayaan ulang tahun ke-40 dari Grand Prix Macau. Tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan hubungan antara penduduk setempat dengan acara olahraga dan sosial, tapi juga agar wisatawan asing  bisa mengenal sejarah Grand Prix di Macau.

Banyak koleksi museum ini yang menarik perhatian pengunjung. Diantaranya, mobil pembalap Ayrton Senna yang melegenda dan telah menjuarai Formula 1.. Mobil pembalap legenda lainnya Michael Schumacher (Schumi) pun dipamerkan di museum ini. Foto dan mobil  Schumi saat kerjuaraan di Macau Grand Prix tahun 1990 dipamerkan di museum Grand Prix ini.



 Selain itu, Museum Grand Prix Macau ini juga memamerkan mobil balap lainnya yang telah mengukir  sejarah dalam dunia balap Formula 1.

Jika museum lain identik dengan interior yang kuno dan berdebu,  Museum Grand Prix yang terletak di pusat wisata di Rua Luis Gonzaga Gomes ini tidak demikian. Selain itu perangkat museum seperti proyektor dan peralatan audiovisual sehingga dapat membantu pengunjung lebih memahami museum terutama sejarah kompetisi balap grand prix yang legendaris itu.

Bagi yang menyukai balapan atau ingin menjadi pembalap, museum ini bisa jadi tempat yang mengasyikan.  Pengunjung juga bisa naik simulator mobil balap yang memungkinkan mereka seolah mengalami sendiri adrenalin balapan di race dengan trek yang menantang dan kecepatan super tinggi.

Asyiknya lagi,  masuk Museum Grand ini gratis! Museum buka setiap hari sejak pukul 10 pagi hingga 6 sore kecuali  hari Selasa. Museum ini bisa disambangi dengan mudah dengan kendaran umum, yakni naik bus nomor 1A, 3, 3A, 10, 10A, 10B, 12, 17, 23, 28A, 28B, 28C dan 32.

Dan inilah salah satu obyek wisata impian saya di Macau!

^_^

Referensi dan foto:
macautourism.gov.momacau.grandprix.gov.mo



Wednesday, September 3, 2014

Cheoc Van dan Hác-Sá, Dua Pantai Cantik di Macau

Ke pantai di Macau? Mau! (foto: dokpri)


Mandi cahaya matahari di Macau? Bisa! Ada dua pantai terkenal di Macau, yakni   Cheoc Van dan Hác-Sá yang terletak di bagian berbeda Pulau Coloane.  Tentu saja keduanya memiliki keunikan masing-masing. Apa saja?


Cheoc Van



Kecil tapi indah. (foto: panoramio.com)

Sekitar 1,5 km di luar  Estrada de Cheoc Van, tepatnya ke arah  timur dan kemudian ke tenggara dari Coloane Village, pengunjung bisa menemukan Cheoc Van yang artinya Pantai Bambu. Dibandingkan dengan Hác Sá memang pantainya lebih kecil, tetapi menurut catatan Lonely Planet pantainya lebih indah. 


Pantai ini juga memiliki sejumlah penjaga pantai yang bertugas mulai pukul 10:00-18:00 setiap Senin sampai Sabtu. Sementara pada hari Minggu para penjaga pantai bertugas 09:00-18:00 Minggu (hanya bulan Mei-Oktober). Pengunjung bisa menemukan  ruang ganti dan toilet  dengan mudah. 

Di Cheoc Vanp pengunjung dapat menemukan  kolam renang terbuka untuk umum seluas 400 meter persegi dengan kedalaman maksimal tiga meter, beberapa restoran, dan Nautical Club yang menyediakan peralatan untuk kano dan selancar angin. 

Carol, pelancong asal Eropa menyebut pantai ini sangat terpencil . "Hotelnya bergaya Portugis, sangat romantis. Ketika membuka jendela kita bisa mendengar suara ombak laut yang menenangkan. Aku mencintai tempat ini, romantis dan terpencil," ungkapnya di situs Yahoo Travel.


Hác-Sá


Meski tampak hitam, tapi airnya bersih. (foto: camelsee.com)

Pantai  Hác-Sá  yang berarti pasir hitam ini sangat mudah dijangkau dengan kendaraan umum.  Pantai ini lebih besar di Cheoc Van dan sangat populer di Macau, terutama untuk pengunjung yang suka berenang dan melakukan berbagai kegiatan di air lainnya seperti berlayar dan jet-ski. Beberapa kedai kuliner buka di lepas pantai. Wisatawan yang datang bersama keluarga dapat menikmati lapangan tenis, kolam renang, area piknik, taman bermain anak, dan beberapa restoran di Hác-Sá Park.


Meskipun pasirnya berwarna kehitaman dan membuat tampilan air agak kotor, tapi sesungguhnya pantainya sangat bersih. Lifeguard bertugas hanya  dari Mei hingga Oktober. Jika terlalu panas, pengunjung pantai bisa menyewa payung-payung di kedai pinggir pantai untuk mandi cahaya matahari.

^_^


Monday, September 1, 2014

Secuil Tentang Frankfurt Book Fair



Jangan mengaku insan perbukuan jika belum ke Frankfurt Book Fair (FBF). Begitu kata beberapa praktisi di Industri perbukuan. Maka jadilah FBF impian banyak editor, penerjemah, petinggi penerbitan, desainer, ilustrator, penulis dan masih banyak lagi. Seberapa istimewanya FBF ini?


FBF atau  dalam bahasa Jerman disebut Frankfurter Buchmesse merupakan pameran buku terbesar di dunia yang telah dimulai sejak abad ke-15 di kota industri, Frankfurt, Jerman. Terbesar dari sisi penerbitan yang ikut berpartisipasi dan pengunjungnya setiap hari. 

FBF digelar setiap Otober di Area Frankfurt Trade Fair. Perwakilan dari penerbit buku dan multimedia hadir untuk bernegoisasi mendapatkan hak penerbitan di negara masing dengan harga yang realistis. Alhasil, FBF jadi ajang  bergengsi bagi dunia perbukuan internasional dan merupakan ajang terbesar untuk transaksi copyright maupun unjuk karya literasi bermutu dari berbagai bangsa di dunia.  Pameran ini diselenggarakan oleh German Publishers and Booksellers Association. Selama sepekan sekitar 7.000 peserta dari lebih 100 negara dan lebih dari 286.000 pengunjung ambil bagian. 



Menurut sejarah, cikal bakal FBF berawal dari penermuan mesin cetak pertama oleh  Johannes Guttenberg lebih dari 500 silam di Mainz, tak jauh dari Frankfurt. Sejak itu pula digelar book fair pertama, hingga akhir abad 17 menjadi pameran buku terpenting di Eropa. Namun  sesuai perkembangan masyarakat, ajang tersebut dihalangi Leipzig Book Fair. Setelah Perang Dunia, tepatnya 1949, pameran pun kembali ke asal.

Sejak tahun 1976, digelar ajang a Guest of Honour (tamu kehormatan) yang menjadi  fokus selama book fair. Sebuah ruang pameran khusus disiapkan untuk tamu negara untuk melakukan pameran sesuai tema negaranya.


Saat saya berkunjung ke FBF pada 2012, tamu kejormatan adalah Selandia Baru. Negara tersebut membuat pameran buku dan kebudayaan lokal yang menarik.



Indonesia akan menjadi tamu kehormatan pada 2015. Saat ini, semua insan perbukuan Indonesia tengah mempersiapkan diri meramaikan ajang FBF. Meskipun sepengetahuan saya, belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah, tapi tak menyurutkan gairah pegiat perbukuan. Semoga saja pada saatnya nanti dukungan semakin bertambah, dan nama Indonesia benar-benar terangkat di mata masyarakat perbukuan dunia.


Saat ini, perbukuan Indonesia masih dianggap sebelah mata oleh peserta FBF. Umumnya pula, wakil penerbitan Indonesia yang datang masih sebagai konsumen. Bukan yang berhasil banyak menjual hak terbit di luar negeri.

Dan saya berharap bisa menjadi saksi hidup dengan hadir di FBF 2015 untuk melihat kesuksesan tersebut.  Melihat banyak penulis Indonesia hadir dan membagikan tandatangan di bukunya. Bukan hanya pengarang Eropa.







foto-foto: Benny Rhamdani

Friday, August 29, 2014

Akibat Membaca Laporan Terios 7 Wonders Tangguh di Merapi



Efek membaca adalah mimpi. Dan mimpi bisa terwujud kapan saja. Itu yang terjadi setelah saya membaca laporan Terios 7 Wonders Tangguh di Merapi. Saya timbul hasrat untuk ke Merapi. Dan seminggu lalu mimpi itu terwujud. saya bisa melihat merapi dari dekat, dan mengenal sejarahnya, dari Ketep, Jawa tengah.


Yup, artikel bertajuk Blessing in Disguise Merapi adalah salah satu artikel yang saya suka dari sekian banyak tulisan menarik di e-mag Hidden Paradise.



Bermula ketika saya dan teman-teman kantor berkunjung ke tempat kediaman penulis novel Ayat-Ayat Cinta Habiburrahman el Shirazy atau Kang Abik, di Salatiga, Jawa Tengah, kami diajak melihat pertemuan dua gunung terkenal Merapi dan Merbabu. Tepatnya ke daerah Ketep. Agak asing, tapi bikin penasaran.




Dari Salatiga, perjalanan menuju Ketep harus melintasi jalan kecil yang berliku serta naik turun karena medannya memang mengitari kaki Gunung Merbabu. Kurang dari satu jam dengan mobil pribadi, akhirnya sampai juga di Ketep. Orang menyebutnya Ketep Pass.



Ketep Pass merupakan  objek wisata di Ketep, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah. Obyek Wisata alam ini dikembangkan dengan ciri khas wisata pegunungan api, khususnya Gunung Merapi. Tepat 17 Oktober 2002, Ketep Pass diresmikan sebagai kawasan wisata jalur Solo–Selo–Borobudur (SSB) oleh Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri. 


Ketep Pass berada pada ketinggian 1200 meter dpl dan luasnya kurang lebih 8000 meter persegi. Ketep pass ini berjarak 21 km dari Mungkid, 17 km dari Desa Blabak ke arah timur, 30 km dari Kota Magelang, 35 km dari Kota Boyolali, dan 30 km dari Candi Borobudur. Dari Kota Salatiga yang berjarak sekitar 32 km, Ketep Pass dapat dicapai melalui Kopeng dan Desa Kaponan. Asal mahir berkendara, semua kendaraan bisa lewat jalan. Tapi tetap hati-hati karena banyak truk perkebunan, kadang mereka mogok pas di tanjakan.



Salah satu fasilitas menarika di Ketep Pass adalah Museum Vulkanologi. Museum ini memiliki luas kurang lebih 550 m persegi. Di dalamnya berdiri miniatur Gunung Merapi, komputer interaktif yang berisi tentang dokumen kegunungapian, beberapa contoh batu-batuan bukti letusan dari tahun ke tahun, poster puncak Garuda yang berukuran 3x3m, poster peringatan dini lahar Gunung Merapi, dan juga beberapa foto dan poster yang menggambarkan kisah dari aktivitas Gunung Merapi.




Di sini juga terdapat foto-foto para penunggu setia Gunung Merapi, seperti Mbah Marto dan yang lainnya. Keluar dari ruangan ini, pengunjung jadi tahu soal Merapi mulai dari letusan pertama pada 1006 hingga terkini. 





Eh, ada  teropong berjumlah dua buah. Masing-masing berada di puncak Panca Arga dan Gardu Pandang.Dengan alat ini, para pengunjung dapat melihat dengan jelas keindahan panorama Gunung Merapi, Merbabu dan gunung-gunung yang lain. Kalau kurang puas juga ada penyewaan teropong daria penjaja jasa di sana.

Terus terang, saya betah berada di ketep menikmati keindahan Merapi dan Merbabu. Cukup lama kami duduk sambil ngopi di jajaran warung di area Ketep Pass. Tapi waktu yang terbatas, membuat kami harus segera meninggalkan.

So, berikutnya saya berharap bisa menjelajah ke tempat lainnya. Apalagi bersama tim Terios. Pasti Mantap!


foto-foto: Benny Rhamdani



Wednesday, August 27, 2014

Philips Buka Home Lighting Store di Banceuy Bandung



14091289821706530726
Memilih lampu untuk pencahayaan di rumah harus cermat.

Masih banyak orang yang membangun rumah tanpa merencanakan pengaturan pencahayaan dari awal. Akibatnya, makin sulit mengatur pencahayaan yang benar sekaligus baik bagi kesehatan. Hal itu disampaikan oleh Product Manager PT Philips Indonesia, Indah Susanti, saat talk show ringan bertemaPencahayaan Kreatif di Philips Home Lighting Store, Banceuy, Bandung, Minggu (24/8).

"Pencahayaan rumah yang baik bisa membuat penghuninya merasa nyaman," ujar wanita yang biasa disapa Bu Susan ini.
1409127884309322529
Bu Susan memaparkan tentang Pencahayaan Kreatif.
Pencahayaan di rumah juga disarankan Bu Susan agar berlapis, dari terang sekali hingga temaram. Karena pencahayaan bukan berarti asal terang benderang. Terutama di living room yang banyak sekali aktivitas. Di dapur juga penting sekali pencahayaan agar tidak terjadi kecelakaan. Terutama di atas kitchen set.

"Sebaiknya juga di atas meja makan diberi pencahayaan agar masakan yang dihidangkan bisa terlihat jelas warnanya. Sayang kan kalau sudah capek-capek masak karena kurang cahaya, makanan di atas meja tidak terlihat menarik," tambah Bu Susan.

Bahkan Bu Susan meluruskan anggapan bahwa lampu kamar mandi tidak perlu terang karena terkait dengan penampilan dan kebersihan.

Bu Susan juga menyarankan agar kamar anak-anak diberikan lampu yang sesuai untuk anak. Saat ini, Philips sudah bekerja sama dengan Walt Disney menjual produk untuk anak-anak. Tak hanya pengaturan cahaya, Bu Susan juga menguraikan pentingnya cahaya lampu karena bisa memengaruhi mood.

Bingung menentukan lampu yang cocok di setiap ruangan? Jangan khawatir, karena Philips Home Lighting Store  memberikan konsultasi gratis kepada konsumennya. "Tapi sebaiknya dimulai dari saat merencanakan pembangunan," imbuhnya.

Peresmian Store Banceuy Bandung

Seusai talkshow, acara dilanjutkan dengan rangkaian seremoni Grand Opening Philips Home Lighting Store di Banceuy, Bandung tersebut. Head of Country Marketing Philips Indonesia, Ryan Tirta Yudhistira memberikan pengantar terlebih dahulu. Di antaranya tentang keunggulan produk lampu Philips jenis LED.
Ada tiga keistimewaan dengan penggunaaan LED, yakni hemat energi, ramah lingkungan, dan lebih sehat di mata dibandingkan lampu pijar.

14091279831531081583
Grand opening Philips Home Lighting Store di Banceuy, Bandung

Bapak Ryan memastikan bahwa ketangguhan lampu Philips bertahan 16.000 jam sudah diujicoba, bukan asal-asalan. Bahkan Philips memberikan garansi dua tahun untuk produknya. "Bahkan produk kami turut membantu pemerintah karena listrik merupakan bidang terbesar nomor dua yang disubsidi pemerintah," imbuhnya.

Grand opening ditandai dengan penakanan tombol sirine, lalu pembacaan doa dan pemotongan tumpeng. Dengan begitu, Bandung kini sudah memiliki dua Philips Home Lighting Store. Toko lampu Philips di Banceuy ini sekaligus toko ke 17 di Indonesia.

Mengapa Banceuy? Karena bisa dibilang, kawasan ini adalah pusat belanja lampu warga Bandung.  Yang membedakan, di toko lain tanpa ada layanan konsultasi gratis. Jika tidak percaya, datang saja sendiri  ke Jalan Banceuy 66 dan dapatkan diskon serta hadiah lainnya  pada masa promo hingga 7 September 2014.

14091290791974372888
Philips Home Lighting Store di Jalan Banceuy 66, Bandung
Foto-foto: Benny Rhamdani

Thursday, August 21, 2014

"Alien Terakhir" dari Penulis Kompasiana







Siang ini saya mendapatkan satu buku anak-anak berjudul Alien Terakhir. Buku ini ditulis oleh para penulis yang tergabung Fiksiana Community. Saya bernapas lega, akhirnya buku ini terbit setelah lebih dari setengah tahun menunggu, lantaran antrean terbit buku yang panjang.

Yang belum tahu infonya, buku ini terbit melalui seleksi lewat ajang  Festival Fiksi Anak (FFA) tahun lalu di Kompasiana. Pesertanya, ada yang sudah menulis buku anak bejibun, banyak pula yang pemula. Jam terbang memang tidak bisa dibohongi, kebanyakan yang lolos memang yang sudah terbiasa menulis cerita anak. Lantaran ‘aura’ penulisan cerita anak sedikit berbeda dengan menulis fiksi lainnya. Terutama menulis dengan sudut pandang anak.


Sejak awal, saya sudah jatuh hati dengan naskah peserta Ita Fauziah  dengan judul Alien Terakhir.  Judulnya tidak terlalu panjang, namun bikin penasaran. Itu sebabnya saya kemudian mengangkatnya menjadi cover story (judul utama di kaver buku).

Alien Terkhir berkisah tentang Ben dan Rhea yang tiba-tiba mengalami kejutan demi kejutan, seperti  disapa bunga, mendengar kelinci bicara dan keanehan lainnya. Yang bikin  menarik karena ada kejutan di akhir cerita (surprise ending). Dibandingkan naskah-naskah lain yang terbilang normatif, saya memberi nilai tinggi untuk ide cerita dan plotnya. Apalagi pesan moral yang disampaikan tidak  terasa menggurui. Meskipun dari sisi penggarapan ide (baca: penulisannya) masih terbilang belum matang karena bertebarannya kalimat tidak efektif .

Keunikan lainnya, di buku ini bertaburan tokoh-tokoh lain yang bukan manusia. Ya, namanya juga genre fantasi, jadi pensil pun di sini bisa bicara seperti manusia seperti dalam cerita Cinta, Pensil, dan Penghapus karya Arimbi Bimoseno. Tapi saya paling suka tokoh fantasi sawi dalam cerita Penyesalan Mimi Sawi karya Rahab Garendra. Keunikan karakter, mendorong saya untuk membaca terus ceritanya.

Dua penulis cerita anak yang sudah malang melintang di dunia perbukuan seperti Firma Sutan (Bantal Ajaib untuk Raja), dan Wylvera W (Serbuk Ajaib Tiko Kelinci) sungguh membuat kegembiraan tersendiri untuk saya.  Setidaknya, bagi penulis pemula lainnya dapat belajar cara menyusun kalimat-kalimat yang lebih efektif di dalam cerita ank.

Buku ini juga dikejutkan dengan satu peserta penulis cilik Sellyn yang masih duduk di bangku SD. Sellyn dengan gaya khas anak-anak sangat khas menulis tentang Ratu Peri dan Jam Weker Shabby. Amat terasa, jika anak-anak menulis genre fantasi, maka fantasinya akan melompat-lompat ke sana kemari, namun untungnya bisa dikendalikan dengan baik.

Insya Allah buku yang dihiasi ilustrasi berwarna oleh TOR STUDIO ini akan terbit seminggu lagi. Juga akan disusul dengan buku berikutnya dari penulis Fiksiana Community, berjudul Hantu Siul.


Nah, sekarang saya ingin sekali kedua buku tersebut diluncurkan, walaupun secara sederhana.  Kira-kira menarik nggak ya?

@_@

Tulisan ini juga diposting di Kompasiana.com


Friday, August 15, 2014

Pantai Lawar, Surga Tersembunyi di Sumbawa Barat


 
Berburu sunset Pantai Lawar




Bisa menjejakkan  kaki di Pulau Sumbawa merupakan pengalaman istimewa dalam hidup saya. Apalagi ketika bisa menemukan surga tersembunyi bernama Pantai Lawar di Sekongkang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, benar-benar seperti sebuah mimpi.

Sore itu, saya bersama teman-teman sesame blogger dan media televisi langsung bersorak girang ketika akhirnya tiba di Pantai Lawar. Pasalnya, kami takut banget ketinggalan momen sunset. Untunglah matahari belum benar-benar tergelincir di balik cakrawala. Tak ada pelancong selain kami, kecuali beberapa penduduk lokal yang sedang menggembalakan ternaknya.

Jalan kecil menuju Pantai Lawar.
Hilang sudah penat setelah bekerja membuat liputan di kawasan pertambangan dan sekitarnya yang menguras tenaga sejak pagi. Saya langsung melepas sepatu, dan jalan-jalan menapaki pasir pantai yang basah dan lembut.

Pantai Lawar benar-benar tersembunyi dalam arti sebenarnya. Untuk mencapat tempat ini harus melewati jalan tanah berkerikil yang hanya bisa dilalui satu mobil. Dari Jalan Raya Sekongkong, kami harus belok masuk ke area perkebunan percobaan. Nyaris tak ada bangunan yang kami jumpai hingga 300 meter ke dalam berjumpa bibir pantai Sekongkang.

Di sisi pantai, saya melihat beberapa bangunan setengah jadi. Menurut penduduk setempat, bangunan itu tadinya untuk semacam hotel. Tapi sepertinya batal diteruskan. Ya, ada untungnya juga sih, jadinya pantainya tampak bersih tanpa sampah kecuali ranting kering yang dibawa ombak. Cuman, repotnya adalah kalau haus itu.

Foto bareng dulu ya.


Sambil meneguk minuman, saya memerhatikan teman lainya. Harris Maulana, blogger beken yang sering juara ngeblog tampak asyik bereksprimen membuat foto dengan ponsel androidnya yang canggih.  Seleb blogger lainnya adalah Valencia Silly yang juga asyik foto-fotoan dengan fotografer Griska. Icha, satu-satunya kru TV berjenis kelamin cewek tak mau ketinggalan beraksi dengan tongsisnya.

Nikmatnya menapakai pasir Pantai Lawar.
Tadinya saya pengin banget berenang, tapi karena waktu makan malam telah tiba, dan di sekitar Pantai Lawar tak ada restoran, jadinya kami cukup puas hanya foto-fotoan dengan latar matahari tenggelam.

Untuk teman-teman yang mau ke Pantai Lawar, bisa dicapai dari Mataram, Lombok, dengan menaiki bus Damri jurusan Terminal Mandalika – Sekongkang. Perjalanan sekitar 5 jam, termasuk menyebrang dari Lombok ke Sumbawa Barat. Kalau saya karena memakai fasilitas untuk media, maka langsung mencarter mobil dari Bandara dilanjut naik boat menuju Batu Hijau, disambung lagi dengan mobil sewaan.


Meskipun tersembunyi, jangan kaget jika Pantai lawar tiba-tiba ramai dipenuhi pada bulan Agustus sampai September. Karena ternyata, banyak wisatawan asing yang sudah tahu keindahan tempat ini. Mereka datang dengan speedboat dan berselancar di Pantai Lawar.

Suatu saat nanti, ketika saya kembali, semoga keindahan alam pantai Lawar ini tetap terjaga.

Pantai Lawar dari atas. Indah kan? (foto: @Cumilebaycom)


foto: dokumen pribadi.

Thursday, July 24, 2014

Perjalanan ke Batu Hijau (1)

Bermula saat sedang rapat evaluasi di sebuah tempat di Bandung. Karena sudah lama, saya mulai jenuh. Tangan pun mulai membuka HP, mengecek group WA untuk group Bootcamp Newmont. Tiba-tiba Bu Jenni nyelonong masuk, dan bilang," Siapa yang mau ikut ke Newmont Kamis. Khusus dua orang. Siapa cepat dia dapat." (Intinya sih begitu)

Buru-buru saja saya menyatakan siap. Peserta lainnya adalah Griska. Hahaha, saya sendiri asal nyanggupin aja walaupun belum tahu kantor ngizinin atau nggak saya ambil cuti. Juga isteri saya.

***

Akhirnya saya berangkat juga dari Bandung Kamis dini hari. Karena harus tiba di Bandara Soeta, saya berangkat dari pool bis Prima Jasadi Batu Nunggal  pukul 02.30. Biarlah kepagian. Soalnya siangan dikit aja bisa kena macet di Bekasi.

Saya tiba duluan di Bandara. Bisa shalat subuh dulu, kemudian nongkrong di terminal 1A. Kemudian muncul Griska dan Harris Maulana. Tak lama kemudian Bu Jenni manggil minta kumpul. Olalala, ternyata yang ikutan ada lagi. Crew  Trans Corp, dan SCTV.  Satu lagi adalah Mbak Valencia Silly yang ngetop banget itu. Bukunya kebetulan juga terbit di tempat saya kerja. Voila! Setelah sarapan, kami pun cek in deh.


Ngomong-ngomong, tahun ini adalah yang pertama kali naik pesawat kembali. Soalnya, dari kantor udah lama nggak ada dinas ke luar negeri :) Maklum deh, traveler abidin (atas biaya dinas). Dan ini adalah penerbangan terjauh juga ke arah timur Indonesia, yang sebelumnya cuman sampai Bali. Jadi, agak antusias aja. Apalagi saya tuh pengen banget menjelajah seluruh Indonesia.

Maskapai yang digunakan adalah Lion Air dengan tujuan Bandara Internasional Lombok (yang masih baru itu). Tadinya khawatir ngaret. Soalnya saya pernah ngalamin sama maskapai satu ini. Ternyata nggak.


Well, karena akan bergeser waktu, saya putar dulu arloji sebelum naik pesawat. Tambah satu jam. Dan seperti biasa, saya potret sana-sini. kali aja nanti ada lomba ngeblog tentang Lion Air gitu kan udah punya fotonya.




Karena udah agak siang sejak buka counter, ternyata rombongan kami dapat seat yang berpencar. Hahaha, berasa nggak rombongan, soalnya duduk jauh-jauhan. Tapi setidaknya saya bisa tidur karena masih ngantuk. Kalo duduk sebelahan sama yang dikenal terus tidur itu kan namanya nggak sopan. Sebelum tidur, selfie dulu ah :)


Mungkin sekitar1,5 jam kemudian pesawat akhirnya mendarat. Saya masih agak-agak ngantuk. Cuman nggak mungkin juga terus-terusan tidur. Nanti diculik pilotnya gimana? So, saya pun mengambil tas kamera di kompartemen..

Begitu turun dari pesawat, pertama saya berhamdallah karena diberi kesempatan menginjak tanah  Lombok. And then, saya potret-potret lagi dah. Terutama yang ada label Lion Airnya. Lagi, buat lomba ngeblog kelak. Sudah puas, langsung antre ambil bagasi .... yang lamanya minta ampun. Hm, pantas aja makin banyak orang yang alergi masukin bawaan ke bagasi. :(


Di luar ternyata ada Willy dari METRO TV yang kemudian bergabung. Sudah dekat? Belum! Masih panjang perjalanan menuju Batu Hijau di Sumbawa Barat, ternyata. Tapi sebagai traveler, kita harus menikmati perjalanan, jauh maupun dekat. Karena inti traveling bukan tujuan, namun perjalanan :) #Katanya

Berikutnya adalah perjalanan darat menuju Pelabuhan Kahyangan di Lombok timur. Untuk menempuhnya, kami menggunakan mobil travel Inova. Ada tiga mobil untuk membagi kami. Dan saya satu mobil dengan Harris serta Griska.

Seperti yang saya duga, pasti deh supirnya ngebut. Beneran aja. Ngebut sengebut-ngebutnya. Sampai saya nggak mau lihat ke depan. Pura-pura ngobrol atau ngunyah makanan.

Ngomong-ngomong makan, Bu Jenni nraktir kami makan siang dulu di sebuah tempat makan tak jauh dari Bandara.Menunya bikin perut yang lapar langsung megap-megap. Tapi tetap sih favorit saya ya plecing kangkung. Nama tempat makannya lupa, nanti deh ditanya dulu ke Griska.

Dan momen makan gini adalah paling tepat untuk ngecas HP. Walaupun jadinya sepanjang makan saya berusaha mengingat-ingat terus lagi ngecas HP. Maklum deh pelupa akut. Lah, pas sarapan di Bandara aja tadi sempat lupa tas kamera :)

Lanjut ke perjalanan deh. Di antara ngebutnya mobil travel yang disupiri Husnan, saya berusaha melihat-lihat pemandangan di sisi jalan. Banyak banget masjid dengan menara yg besar. Nyaris hanya beberapa ratus meter bertemu masjid-masjid besar. Mudah-mudahan jemaahnya juga banyak ya. Saya juga baru tahu kalau ternyata Lombok punya gelar Pulau 1000 Masjid.

Pengennya sih kalo ada di satu tempat dengan petunjuk nama kecamatan atau kabupaten gitu, ya berhenti dulu. Tapi keknya nggak mungkin juga. 

Setelah 1,5 jam perjalanan, rasanya senang bingits ketika akhirnya melihat laut Lombok Timur. Soalnya, kaki udah pegel ikut-ikutan nginjek rem saking ngebut dan seringnya menyalip mobil lain. Selain itu, rasanya kok pengen pipis :P

(bersambung)

Monday, July 21, 2014

Dua Jam Keliling Thailand





Berkunjung ke Thailand dalam waktu terbatas tapi ingin melihat banyak bangunan bersejarah? Mudah. Datanglah ke Ancient Siam (Siam Kuno) yang berada di Samuth Prakan, pinggir kota Bangkok. Lokasi ini belum begitu popular bagi pelancong Indonesia, bahkan beberapa warga Bangkok ketika  ditanya mengaku belum pernah ke sana.

Dari Bangkok untuk menuju lokasi yang lebih dikenal dengan nama Muang Boran ini bisa dengan naik BTS menuju Bearing dengan ongkos 40 baht, lalu melanjutkan dengan taksi.

Setelah membayar tiket masuk seharga 500 baht,  pengunjung dipersilahkan memilih kendaraan yang dipakai untuk mengelilingi Ancient Siam. Dengan luas 320 hektar, taman yang mulanya akan dibangun lapangan golf ini, tidak mungkin dikelilingi dengan jalan kaki. Pengunjung bisa memilih naik bus terbuka atau bersepeda. Naik kereta memang nyaman, tapi tidak bisa berlama-lama di satu anjungan. Akhirnya, pilihan saya adalah bersepeda.

Bersepeda tidak disarankan bagi yang jarang berolahraga karena jarak yang cukup panjang serta suhu udara yang panas. Pengunjung bisa menyewa mobil golf dengan tarif 150 baht untuk dua kursi, 300 baht untuk 4 kursi, dan 450 baht untuk yang 6 kursi. Tarif dihitung per jam.

Ancient Siam dijuluki juga museum  outdoor terbesar di dunia. Ketika masuk pengunjung dari Indonesia pasti akan merasa seperti ke Taman Mini di Jakarta. Bedanya, di Taman Mini menonjolkan anjungan provinsi dengan rumah adatnya. Sementara di Ancient Siam menampilkan 116 replikasi bangunan dan monumen bersejarah di seluruh Thailand yang jika ingin ditemui aslinya tidak akan cukup waktu 2-3 hari. Ukuran replikasi ada yang sesuai aslinya, ada pula yang diperkecil skalanya.

Anjungan pertama yang bisa disinggahi adalah The Stupa of Phra Maha That, Ratchaburi, kemudian model pasar gaya lama di pedesaan Thailand lengkap dengan rumah adatnya. Di tempat ini pengunjung bisa membawa oleh-oleh khas Thailand.

Pengunjung juga bisa melihat  duplikasi komplek Dusit Maha Prasat Palace  atau yang lebih dikenal dengan nama The Grand Palace yang nyaris mirip dengan aslinya, termasuk taman di sekitarnya. Begitu pula dengan istana putih bernama Sanphet Prasat Palace. Meskipun hanya duplikasi, pengunjung pasti akan terkagum dengan detail yang dibuat mirip dengan aslinya.

Tak seberapa jauh, pengunjung dapat menemukan bangunan unik terdiri dari susunan bata merah. Rupanya inilah replika reruntuhan Kerajaan tua  Ayutthaya. Nah, kalau turis Indonesia mau ke tempat aslinya, butuh waktu berjam-jam untuk sampai dari Bangkok.

Selain bangunan istana dan kuil, di taman luas yang bentuknya menyerupai siluet peta negara Thailand ini dapat juga dilihat begitu banyak patung menawan. Misalnya saja patung kisah Ramayana berwarna putih dilengkapi danau dan air terjun kecil.

Dari semua anjungan, banyak pengunjung menyukai replikasi The Hall of the Enlightened. Atapnya yang berwarna keemasan dan hijau langsung menarik mata dari kejauhan. Untuk masuk ke bangunan utama, pengunjung harus menapaki jembatan melewati danau. Di bangunan utama terdapat sejumlah patung Budha. Tempat ini sangat cocok untuk lokasi pemotretan.

Floating Market

Katanya, belum ke Thailand kalau tidak pasar terapungnya. Tapi dari Bangkok cukup memakan waktu menuju ke lokasi pasar terapung. Untunglah di Ancient Siam ini ada tiruannya.

Di anjungan floating market, pengunjung benar-benar bisa merasakan hal yang sama dengan aslinya. Ada danau buatan dikelilingi bangunan khas Thailand. Tentu saja lengkap dengan pedagang jajanan di atas perahu dan tempat makan di sekitarnya. Ada pula jembatan yang membuat lokasi ini benar-benar menyenangkan, terutama untuk foto-foto narsis. Jika dipasang di Facebook, orang akan mengira kita benar-benar berkunjung ke floating market asli.

Sepanjang perjalanan mengelilingi Ancient Siam, sebagian besar bangunan yang dilihat berhubungan dengan agama Budha dan Hindu. Tapi jangan khawatir, pengunjung yang ingin sholat  bisa menemukan mushola di anjungan floating market. Walaupun kecil, tapi bersih.

Berkeliling ke Ancient Siam, selain mendapat pengetahuan sejarah dan budaya Thailand, juga mendapat sehat karena mengelilinginya sambil bersepeda. Tapi disarankan datang di pagi hari, biar tidak merasa kepanasan.

Rasanya, menyenangkan juga bila di Bandung dan sekitarnya terdapat museum terbuka semacam ini.

(Benny Rhamdani, Traveler tinggal di Bandung)

Foto-foto: Benny Rhamdani



Tulisan Ini dimuat di Harian Umum PIKIRAN RAKYAT 12 Juli 2014

Wednesday, July 9, 2014

Römerberg, Kota Tua di dalam Kota Modern Frankfurt



Sungguh saya merasa takjub bisa berdiri di Römerberg, yang merupakan  alan-alun  kota tua (Altstadt) Frankfurt, Jerman. Para turis biasanya menjadikan alun-alun ini sebagai awal perjalanan wisata dalam kota. Apalagi di sini berdiri pusat informasi wisata. Juga tempat pemberangkatan bis wisata. Selain bangunan tua, kita juga bisa menikmati aksi para artis pantomim yang berdiam dalam waktu yang lama. Jika ingin berfoto bersamanya, jangan lupa siapkan uang receh.

Nama Römerberg berasal dari bangunan balai kota Frankfurt bernama Römer. Balai kota ini dibangun antara abad 15 dan 18 dengan gaya arsitektur Gothic. Bangunan utamanya dikenal sebagai Zum Römer, yang berarti penghormatan kepada Romawi. Bila sempat melongok ruang bersejarah tempat penobatan Kaisar Romawi, kita akan menyaksikan foto-foto raja dan kaisar Jerman, dari Friedrich Barbarossa yang memerintah pada tahun 1152 hingga Franz II, yang berkuasa pada tahun 1806.

Keramaian di  Römerberg  telah  berlangsung sejak abad ke-12, saat perdagangan besar-besaran dimulai. Bursa niaga ini menarik minat para pengunjung dan pedagang termasuk  dari Italia dan Perancis. Karena letaknya yang strategis, membuat kawasan ini jadi pilihan tempat utama penyelenggaraan berbagai pameran dan perayaan, termasuk perayaan penobatan Kaisar Romawi dulu.

Di sisi timur , berhadapan dengan Römer,  berdiri sederet bangunan rumah kayu  atau  Ostzeile. Inilah rekonstruksi bangunan rumah-rumah khas Jerman abad ke 15-16, yang pernah luluh lantak oleh pemboman Inggris saat perang PD II. Bangunan yang berdiri sekarang selesai  didirikan pada 1983. Uniknya, masing-masing rumah memilik nama.  Dari kiri ke kanan adalah Zum Engel, Goldener Greif , Wilder Mann, Kleiner Dachsberg-Schlüssel , Großer Laubenberg  dan Kleiner Laubenberg .

Saat ini, bagian bawah Ostzeille dipakai sebagai café dan tempat menjual cendera mata khas Frankfurt. Mulai dari magnet kulkas hingga hiasan dinding lengkap tersedia. Bahkan kaos sepakbola tim nasional Jerman. Tentu saja dengan harga tempat wisata yang lebih mahal jika dibandingkan kita membeli di stasiun kereta Frankfurt.

Berjalan ke selatan  Römerberg terdapat Historisches Museum. Tempat ini menyajikan rekaman sejarah kota Frankfurt. Di sini kita bisa melihat maket kota Frankfut jaman pertengahan, sebelum dihancurkan perang.  Di depan Historisches Museum terdapat Alte Nikolaikirche, gereja gothic permulaan yang dibangun pada tahun 1290. Dulunya bangunan ini digunakan sebagai gereja pengadilan untuk kaisar hingga abad ke-15.  Pada pukul 9:05, 12:05 dan 17:05 akan terdengar dentang rangkaian 35 lonceng gereja. Saya  beruntung bisa mendengar riuh rendah bunyi lonceng karena tepat di sana pukul 12.05 siang.

Karena waktu makan siang telah tiba, saya pun segera keluar dari Römerberg menuju kota Frankfurt modern yang sesungguhnya .  Menutup wisata jalan-jalan di Frankfurt dengan makan di kedai kebab dari para imigran.


Air Mancur Keadilan


"Inilah Dewi Keadilan! Dia tampak mengerikan. Timbangannya telah hilang.  Dewi yang malang. Dia kehilangan setengah lengannya, dibawa setan .”

Itulah kalimat yang ditulis  penyair Friedrich Stoltze saat menggambarkan Gerechtigkeitsbrunnen pada 1863. Kini, tentu saja kondisinya sudah membaik. Jika tidak, mana ada jutaan orang mau melakukan sesi pemotretan di dekat air mancur  keadilan itu.

Gerechtigkeitsbrunnen dibangun pada tahun 1543 dan beberapa kali direnovasi karena perang. Di tengah-tengahnya berdiri patung Dewi Keadilan membawa timbangan keadilan, tetapi tanpa penutup mata.  Air mancur yang keluar dari empat malaikat di bawah patung Dewi Keadilan melambangkan Keadilan, Sikap sederhana, Harapan, dan Cinta.  Pada masa penobatan kaisar, air yang keluar adalah anggur (wine) dan diperebutkan masyarakat setempat.

Air mancur keadilan itu berdiri di pusat Römerberg. Saat berdiri di sana, saya hampir  tidak percaya kota di Jerman ini pernah hancur akibat dibombardir pasukan udara Inggris pada Perang Dunia kedua (PD II).  Apalagi ketika menginjak kawasan yang didirikan pada abad 12 tersebut. Semua bangunan di sana tampak seperti benar-benar tua, padahal baru direkontruksi  pemerintah Jerman setelah PD II.

 Foto2: Benny Rhamdani