Rasanya, kurang lengkap jika
bepergian ke Italia namun tak mengunjungi Venesia. Itulah yang penulis lakukan
ketika perjalanan dinas ke Bologna. Dari stasiun kereta api Centrale Bologna di
piazza delle Medaglie d'Oro, saya langsung menuju mesin otomatis tiket. Tidak
perlu antre di loket.
Sengaja penulis memilih kereta express dengan harga tiket 29 euro agar tidak terlalu lama di jalan. Bagi yang mau menghemat bisa memilih tiket 10,75 euro dengan waktu tempuh 30 menit lebih lama. Setelah 1,5 jam perjalanan, akhirnya tiba juga di stasiun kereta Venezia Santa Lucia.
Sengaja penulis memilih kereta express dengan harga tiket 29 euro agar tidak terlalu lama di jalan. Bagi yang mau menghemat bisa memilih tiket 10,75 euro dengan waktu tempuh 30 menit lebih lama. Setelah 1,5 jam perjalanan, akhirnya tiba juga di stasiun kereta Venezia Santa Lucia.
Begitu tiba, penulis segera mencari loker bagasi. Tidak nyaman rasanya keliling arena wisata sambil menarik-narik koper atau menggendong ransel yang berat. Biaya penitipan bagasi 1 euro per jam. Saya menitipkan untuk 5 jam. Jika terlambat mengambil semenit saja, kita akan dikenai biaya 1 euro untuk jam berikutnya.
Keluar dari pintu selatan stasiun, mata penulis langsung disambut kanal besar yang biasa disebut Canal Grande. Di seberangnya laguna Venesia berdiri dengan sejuta pesona. Kota yang terkenal dengan gondola ini sering kali dijuluki juga kota terapung dan merupakan salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO. Terletak di pantai Adrian, siapa menyangka keseluruhan bangunan di kota ini berdiri di atas beribu-ribu kayu yang ditancapkan di dalam air.
Tanpa membuang waktu, penulis menaiki bus air dengan tiket seharga 6 euro. Jika ingin lebih nyaman dan cepat, pengunjung bisa naik taxi air yang harganya bisa sampai 40-70 euro, tergantung tujuan. Bus air berjalan tidak terlalu cepat dan beberapa kali singgah di halte di sisi kanal. Asyiknya, bisa menikmati lingkar luar Venesia sambil menghirup udara pantai, serta menikmati pemandangan di sisi pantai yang dihiasi bermacam bangunan tua. Kita bisa juga melihat burung-burung camar yang berterbangan.
Setelah lebih dari 30 menit, penulis sampai di halte bus air San Marco. Rasanya bangga bisa menginjak tanah Venesia pertama kalinya ini, dan tujuan penulis langsung ingin melihat alun-alun Piazza San marco yang terkenal itu. Penulis sempat berhenti sebentar di dekat Ponte dei Sospiri atau Jembatan rintihan. Pada masa lampau, jembatan ini berfungsi sebagai penghubung penjara lama ke ruang interogasi di Doge Palace. Sebelum dibawa ke sel, para tahanan yang melalui jembatan ini biasanya menghela napas dan merintih saat melihat keindahan Venesia. Pemandangan dari jembatan rintihan adalah pandangan terakhir Venesia sebelum para tahanan merasakan hukuman penjara. Nama jembatan ini sendiri diberikan oleh Lord Byron di abad ke-19.
Mitos yang beredar kini malah jauh dari rintihan yang memilukan. Masyarakat setempat mengatakan bahwa para pecinta akan diberikan cinta abadi dan kebahagiaan jika berciuman di gondola di bawah jembatan ini saat matahari terbenam. Lumayan untuk sebuah daya tarik wisata.
Tiba di alun-alun San Marco, saya memasuki Basilica Cattedrale Patriachale yang merupakan gereja katedral paling terkenal di antara gereja-gereja lainnya di Venesia dengan arsitektur byzantine-nya yang indah. Interior yang berlapis emas, membuat saya terkagum-kagum di dalamnya. Sayangnya, di sini dilarang keras memotret. Namun, pengunjung boleh naik ke menara gereja untuk melihat pemandangan sekitar asal mebayar tiket masuk 5 euro.
Di pelataran gereja, penulis menemukan sejumlah pedagang kaki lima yang menjual souvenir. Mulai dari gantungan kunci, stiker kulkas, hingga kartu pos. Semua tertib. Saya jadi teringat pelataran Masjid Agung Bandung yang semrawut oleh PKL dan pengunjung yang makan semaunya. Semestinya, semua warga punya kesadaran memelihara ketertiban dan keasrian tempat ibadah.
Di sekitar alun-alun San Marco kita bisa mengagumi keindahan bangunan lain seperti Palazzo Ducale, Bell Tower, Clock Tower dan Procuratie. Mau bersenang-senang dengan merpati juga silakan. Atau rehat di kafe-kafe yang tentu harganya relatif mahal.
Untuk mengelilingi setiap sudut kota Venezia, membutuhkan waktu berjam-jam karena luasnya mencapai 414.57 km2. Untungnya, penulis didampingi seorang mahasiswa Universitas Venesia. Dengan begitu, penulis tidak berlama-lama menghabiskan waktu di penjual souvenir yang kebanyakan justru didatangkan dari China.
Penulis dipandu melihat sisi kehidupan penduduk asli Venesia, pasar tradisional, kafe-kafe dengan harga miring, dan kanal-kanal yang justru dijadikan arena balap speedboat oleh pemuda setempat. Penulis juga menemukan perkampungan geto Yahudi yang resik dan bangunannya lebih tinggi dari sekitarnya karena tidak boleh memperluas wilayah mereka. Sambil menghabiskan creamy venetian cod fish "Baccala" on bruschetta saya menikmati senja yang indah di pinggir kanal di Venesia.
Gondola
Hal yang tak boleh dilewatkan saat ke Venesia adalah naik gondola. Tapi kalau tidak menganggap itu sebagai atraksi penting, cukuplah memotret mereka. Apalagi bila harus menghemat kocek. Untuk perjalanan 40 menit kita harus menyiapkan uang 80 euro. Terkadang, bila sedang bukan musim turis bisa saja tawar menawar dengan gondolier (supir gondola). Tapi, biasanya mereka tidak akan membawa ke tempat-tempat yang pemandangannya indah.
Harga Gondola mulai sore hingga malam akan melonjak hingga 100 euro. Bahkan, di musim turis atau akhir pekan bisa lebih. Apalagi jika kita minta disediakan pemain musik dan makan-minum. Banyak paket-paket untuk turis yang ditawarkan untuk bergondola di malam hari.
Tingginya tiket gondola ini harap dimaklumi. Investasi mereka untuk membuat gondola sekitar 22.000 euro
yang harus balik dalam waktu kurang dari setahun. Para gondolier juga harus melewati kursus khusus mengemudikan gondola. Belum lagi mengurus perijinan. Jadi mereka benar-benar professional. Bahkan mereka harus menggunakan seragam garis hitam putih.
Turis yang naik gondola akan merasa nyaman, apalagi para gondolier secara penampilan terlihat bersih, enak dilihat, santun bercerita dan siap membantu. Saya membayangkan sais delman atau tukang kuda di jalan Ganesha dan samping Gedung Sate berasosiasi, lalu menciptakan kenyaman bagi turis. Rasanya membayar lebih, tapi mendapat kenyamanan jadi tak masalah.
Sayangnya, waktu penulis di Venesia hanya 7 jam berkeliling Venesia. Mudah-mudahan bisa berkunjung lagi di waktu lain. Sekadar catatan, bagi wisatawan yang ingin berhemat. Jika ingin menginap agar bisa berkeliling Venesia sampai puas, dapat menghemat dengan mencari hotel di kawasan Mestre. Hotel-hotel di Venesia nyaris semahal di kota metropolitan, padahal dengan fasilitas yang minim. Dijamin akan sulit mencari kamar di bawah 50 euro. Begitu juga makan berat.
Dari Mestre yang hanya 10 menit dengan bus menuju Venesia, penulis menemukan hotel seharga 40 euro semalam dengan fasilitas prima. Bila pergi berdua bisa berbagi biaya penginapan. Mencari makanan halal pun mudah karena kita bisa menemukan kedai kebab. Bagi yang lebih cocok dengan masakan China pun sangat mudah. Yang jelas harganya lebih terjangkau dibandingkan harga makanan di Venesia.
(Benny Rhamdani, traveler tinggal di Bandung)