Pernahkah kesulitan dalam memilih buku bacaan anak yang sesuai untuk anak-anak? Baik saat membeli maupun meminjam buku. Saya pernah. Terutama pengkategorian berdasarkan tingkat kemampuan membaca anak.
Buku-buku anak di luar negeri, umumnya senantiasa memberi disclaimer kategori berdasarkan usia pembaca atau kelas sekolah si anak. Biasanya dengan range yang tidak begitu jauh jaraknya 2-3 tahun. Di Indonesia, hal seperti demikian masih malu-malu dilakukan. Mengapa?
Biasanya, di Indonesia hanya disebutkan buku anak SD, buku balita, buku pra SD dan sejenisnya. Karena penerbit mempertimbangkan, sengan semakain sempitnya kategori pembaca buku yang diterbitkan, akan memengaruhi tingkat pembelian buku itu. Dengan kata lain, penerbit memilih tidak memberi kategori. Karenanya buku anak yang diterbitkan bisa jadi untuk usia 5 tahun ataupun 12 tahun,
Padahal pada range umur 6-12 tahun bisa jadi ada beberapa tingkat kemampuan membaca. Room to Read, salah satu yayasan nirlaba dunia, membagi level kemampuan membaca buku anak hingga 6 level. Uniknya, mereka membagi 6 tingkatan tersebut tidak dalam angka melankan warna. “Agar anak-anak yang berada di kategori warna hijau muda tidak merasa smbong, dan anak yang berada di kategori warna tidak merasa minder,” jelas David dari Room to Read di acara workshop untuk penerbit, pegiat taman bacaan, dan sejumlah pegiat perbukuan yang akan dilibatkan dalam proyek mereka di Indonesia.
Dengan adanya penandaan warna-warni di setiap buku bacaan anak, diharapkan anak=anak lebih mudah memilih buku sesuai tingkat kemampuannya membaca. Dari mulai yang teksnya sederhana hingga rumit.
Tentang Room to Read
Di usia kerjanya yang mencapai sembilan tahun di Microsoft, John Wood telah hidup lebih dari cukup. Karier menjanjikan, perusahaan besar yang prestisius, dan sejumlah benefit yang menjadi impian para pekerja telah diperoleh John dengan sukses. Kekurangannya cuma satu, John tidak pernah mendapatkan cukup waktu untuk kehidupan pribadinya.
Namun, satu kunjungan ke sebuah agen perjalanan telah mengubah jalur hidup John untuk selamanya.Lepas dari padatnya pekerjaan, John menemukan dirinya menapaki ketinggian Himalaya di dataran tinggi Nepal sejauh 200 mil dan hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki selama 20 hari. “Rupanya desa terpencil di awal perjalanannya yang dihuni oleh orang-orang buta huruf dengan mayorias anak-anak putus sekolah itu telah membawa keajaiban bagi hidupnya yang lenggang,” jelas Joel Bacha, Director of Strategic Expansion at Room to Read. saat memberi penjelasan tentang Room to Read.
Sebuah gagasan tentang ruang baca yang dinamainya Room to Read telah mengubah dunia yang senyap itu dengan ingar-bingar pengetahuan. Dari ketinggian Himalaya, John melebarkan gagasannya untuk anak-anak di banyak negara miskin, jagad pengetahuan yang dilipat dalam lembaran-lembaran buku.
Salah satu negara yang saat ini akan menjadi proyek mereka adalah Indonesia. Dan saya merasa senang bisa menjadi bagin dari proyek ini. Semoga berjalan lancar.
0 komentar:
Post a Comment