Sejak novel karya John Green berjudul The Fault in Our Stars menjadi best sellers dunia banyak orang mencari tahu sosok desainer buku tersebut. Yup, namanya adalah Rodrigo Corral yang ternyata sudah mendesain kaver-kaver buku laris lainnya sebelum itu. Tidak heran bila banyak penerbit buku yang mencari pria satu ini.
Rodrigo Corral merupakan pemilik Rodrigo Corral Studio sekaligus
creative director di Farrar, Straus and Giroux. Dia telah mendesain
buku peraih penghargaan Pulitzer Junot
Díaz dan penulis buku-buku laris Chuck
Palahniuk dan John Green. Rodrigo bahkan mendesai buku laris versi New York
Times seperti Decoded oleh Jay-Z, Classy karya Derek
Blasberg,serta Influence karya Mary-Kate Olsen dan Ashley Olsen. Dia pernah
menjadi tenaga pengajar di School of Visual Arts (SVA) di New York City dan member kuliah di hampir
seluruh bagian Amerika Serikat.
Kecintaan Rodrigo sejak kecil terhadap dunia gambar membawanya
ke SVA di New York, sekaligus mengantarnya ke budaya populer dalam bidang
desain. Di SVA, ia diperkenalkan dengan teori dan proses konseptual desain, dan
mampu mengembangkan keterampilannya ke tingkat lebih tinggi hingga terdampar
di penerbitan buku. Rodrigo akhirnya memutuskan membentuk studio sendiri dan
memperluas proyek kerjanya.
Rodrigo mengklaim inspirasinya terkuatnya
berasal dari terus menerus mengembangkan arsip visualnya. Segala sesuatu yang
dia temui dalam hidupnya sisimpan dengan harapan bahwa itu akan bernilai
baginya di masa depan.
Keragaman karya Rodrigo ini
berasal dari keinginannya untuk secara teratur mengambil proyek yang ditujukan
untuk penikmat baru. Dalam mendekati penikmat baru, ia mulai dengan menganalisis
apa yang masyarakat inginkan. Selama terjun merancang materi terkait fashion, dia
mengambil majalah sebanyak yang dia bisa. Tidak hanya majalah fashion seperti
Vogue, tetapi juga majalah seni. Usahanya menelan sebanyak yang ia bisa
memungkinkan dia untuk mempertahankan beberapa rasa di luar sana, namun masih
memungkinkan dia untuk menempatkan ide-idenya sendiri ke dalam konten. Hasil
akhirnya kemudian menjadi sesuatu yang baru dan pas, bukan duplikasi apa yang
sudah diproduksi.
Dalam rangka melestarikan ide-idenya,
Rodrigo membuat sketsa di atas kertas,
biasanya memo. Studionya penuh dengan kertas memo dan hal-hal yang
menginspirasinya. Dia menganjurkan agar setiap orang mulai mendesain dengan membiasakan merobek sesuatu dari surat
kabar dan majalah secara teratur. Dia juga sangat percaya bahwa desainer harus
menghindari mencari refrensi gambar secara online, karena potongan cetak
memperluas pemahaman, rasa, pengalaman,
dan referensi visual.
Katalog gambar yang
dikumpulkannya sangat banyak , namun ia menegaskan sebagian besar darinya sudah berada di di
kepalanya, sehingga ketika ia mendengar cerita secara otomatis ingatannya
terbuka. Akhirnya, ia cepat mendapat inspirasi untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Ihwal proses kreatifnya, ia
menjelaskan kepada Ooligan Press,
"Saya membaca buku, lantas mencari makna cerita tetapi belum tentu jelas,
dan saya mencoba menggambarkan beberapa ide-ide sekaligus. Harapannya adalah
akan menjadi indah atau cukup menarik bagi pembaca untuk tahu lebih banyak, dan
membawa mereka lebih melekat pada citra,
atau mungkin bagian dari itu, karena mereka lantas membaca bukunya.”
"Sekali lagi, proses yang
unik dan khusus benar-benar berasal dari
pengalaman individu desainer. Saya harus mengatakan untuk mendatangkan ide,
selain dari pemahaman yang kuat tentang tipografi dan tipografikal, desainer pemula harus memiliki pemahaman
tentang apa yang telah datang sebelumnya dan apa yang ada saat ini. Saya telah
menghabiskan bertahun-tahun di toko buku bekas dan toko-toko majalah mencari,
mengagumi, dan mengumpulkan semua bagian dari proses desain.”
Seringkali, Rodrigo mengaku, ia memiliki ide dan perlu seorang artis
gambar untuk mengeksekusinya. Ketika ia mulai merancang di Firar, Straus, dan
Giroux, ia secara teratur mengunjungi departemen seni di perguruan tinggi
lokal, mengumpulkan kartu nama sebanyak yang dia bisa. Dia tidak mampu membayar
artis, tetapi sebaliknya menawarkan kesempatan menampilkan karya mereka di
sampul sebuah buku yang akan diterbitkan. Namun dalam melibatkan artis, dia
benar-benar mengambil orang yang tepat untuk pekerjaannya.
Sejak ia mulai merancang untuk
New Directions, sebuah penerbit independen besar di New York, desain Rodrigo telah
menjadi ciri khas katalog penerbit itu.
Di antaranya pelangi teks berwarna untuk Coney
Island of Mind oleh Lawrence Ferlinghetti serta penutup merah berbintik
untuk The Halfway House oleh
Guillermo Rosales.
Sejumlah besar sampul buku yang adalah
mendesain ulang kaver buku yang sudah terbit, termasuk Siddhartha oleh Herman Hesse dan Labyrinths oleh Jorge Luis Borges. Buku Siddhartha
dengan sampul karya Rodrigo yang kosong dari teks, terjual lebih cepat daripada
cetakan sebelumnya. Perusahaan bahkan kehabisan stok di Festival Buku Brooklyn
pada tahun 2009.
Rodrigo juga termasuk desainer
yang lebih memilih untuk menjaga jarak dengan penulis untuk menghindari konflik
yang bisa terjadi. Bahkan dalam kasus Chuck Palahniuk, yang buku-bukunya telah
dirancang secara eksklusif selama sepuluh tahun, ia hanya berbicara kepada
penulis beberapa kali dan tidak pernah membahas tentang desain buku.
Hal yang tampaknya menjadi faktor
signifikan dalam keberhasilan Rodrigo adalah dia tidak merancang buku dengan
kontinuitas dalam pikirannya. Sebaliknya, ia berfokus pada masing-masing teks
sebagai entitas dirinya. Idenya yang menonjol senantiasa bertautan dengan teks seperti bisa
kita lihat di website pribadinya di rodrigocorral.com. Ada organik, nuansa
alami dan kecenderungan minimalis. Selain itu, karya kaver bukunya senantiasa
dicetak dalam kualitas printing terbaik.
0 komentar:
Post a Comment