Sebelumnya saya akan kasih beberapa catatan untuk yang akan kirim tulisan sejenis ke Pikiran Rakyat:
1. Pastikan tulisan benar-benar berdasarkan pengalaman, bukan dari sumber Internet.
2. Panjang tulisan sekitar 2 halaman, karena halaman ini biasanya untuk iklan. Kadang bisa nyempil-nyempil kalau pendek. Mau lebih juga silakan. Pastikan mengangkat hal paling menarik dari obyek wisata tersebut.
3. Pastikan kualitas foto yang terbaik. Jangan kirim foto narsis. Kirim 3-4 foto terbaik.
4. Tulisan sebaiknya sudah bersih, tanpa kesalahan typo apalagi editing.
5. Sebisa mungkin pelajari gaya penulisan yang pernah dimuat.
6. bisa kirim via e-mail: redaksi@pikiran_rakyat.com atau hiburan@pikiran-rakyat.com
4. Tulisan sebaiknya sudah bersih, tanpa kesalahan typo apalagi editing.
5. Sebisa mungkin pelajari gaya penulisan yang pernah dimuat.
6. bisa kirim via e-mail: redaksi@pikiran_rakyat.com atau hiburan@pikiran-rakyat.com
Heboh tentang resepsi pernikahan pasangan selebriti Atiqah
Hasiholoan dan Rio Dewanto yang menyisakan sampah di Pulau Kelor, membuat saya
teringat saat beberapa waktu lalu mengunjungi pulau di gugus Kepulauan Seribu,
Jakarta, itu. Awalnya, saya sama sekali tak berencana mengunjungi pulau yang
dulu dikenal dengan nama Pulau Kherhof tersebut.
Perjalanan utama saya adalah mengunjungi resort Pulau
Bidadari yang jarak tempuhnya hanya 15 menit dari dermaga Marina Ancol menggunakan
speed boat. Saat tiba di Pulau
Bidadari, seorang tukang kapal kayu menawarkan jasanya mengelilingi tiga pulau
terdekat dari Pulau Bidadari hanya dengan membayar Rp50.000. Salah satunya
adalah Pulau Kelor.
Karena penasaran, akhirnya saya memutuskan menjajal naik
kapal kayu. Rugi rasanya jika sudah
sampai Pulau Bidadari, tapi tidak mengunjungi pulau-pulau lainnya. Dan tujuan
pertama jelajah kapal kayu adalah ke Pulau Kelor yang hanya sekitar 15 menit
dari Pulau Bidadari.
Pulau Kelor ini benar-benar membuat dunia selebar daun kelor
karena luasnya hanya sekitar satu hektar.
Dari ujung pulau, kita bisa melihat ujung lainnya. Padahal pada tahun 1980-an
luasnya masih sekitar 1,5 hektar. Diperkirakan, pulau ini akan tenggelam
beberapa puluh tahun ke depan akibat
abrasi ditambah pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan laut.
Yang menarik, di pulau ini terdapat peninggalan Belanda
berupa galangan kapal dan benteng
Martello yang dibangun VOC untuk menghadapi serangan Portugis di abad ke
17. Benteng ini terbuat dari batu merah dan berbentuk silinder agar senjata
bisa bermanuver 360 derajat. Benteng ini masih berhubungan dengan Menara
Martello di Pulau Bidadari.
Di Pulau kelor juga terdapat kuburan Kapal Tujuh (Sevent Provincien) serta awak kapal berbangsa
Indonesia yang memberontak dan akhirnya gugur di tangan Belanda.
Selama mengitari Pulau kelor, saya melihat sejumlah pemancing
dari anak-anak sampai orang dewasa tampak tekun dengan kailnya. Ada beberapa
pemancing yang sengaja menginap di sana dengan mendirikan tenda. Ada juga yang
menginap di dekat reruntuhan benteng Martello. Kabarnya, Pulau Kelor sering
pula dijadikan lokasi pemotretan pre
wedding karena sunset di pulau ini sangatlah indah.
Yang patut disesalkan, benteng ini banyak sekali dikotori pengunjung yang singgah. Bekas bungkus mie instant dan botol plastik
minuman bertebaran di sekitar pulau. Di bibir pantai juga telihat sampah yang
terbawa ombak dari teluk Jakarta.
Saya merasa beruntung masih bisa melihat dan merasakan keindahan Pulau Kelor. Mungkin tak berapa
lama lagi benteng ini akan benar-benar runtuh karena kurang dirawat dan pulaunya akan
tenggelam karena abrasi.
(Benny Rhamdani, penikmat wisata
tinggal di Bandung)
Makasih, sharingnya. :)
ReplyDeleteTrims infonya kang Benny!
ReplyDeletesaya pembaca setia koran PR, pengen banget nyoba kirim tulisan namun suka engga PEDE hehehe
trims, info dan tutorialnya
ReplyDelete