Saya sengaja bangun pagi dan
langsung menuju ke pantai setelah shalat
subuh. Suasana sepi karena saya yakin banyak penghuni resort dan hotel yang
masih terlelap. Buat saya, sayang sekali menyia-nyiakan pemandanganindah pagi di
Pantasi Sanur Bali.
Berjalan di atas pasir sepanjang
pesisir pantai sambil menunggu matahari tersenyum merupakan seni tersendiri.
Udara segar membersihkan paru-paru yang disesaki polusi udara kota.
Sebenarnya, pantai ini dikenal lebih dulu dibandingkan Kuta. Keasrian, ketenangan dan
panorama matahari terbit menjadi incaran turis yang mendambakan ketenangan.
Umumnya wisatawan yang datang ke pantai ini untuk mencari alternatif pantai
lain setelah Kuta yang dipenuhi hiruk-pikuk para wisatawan mancanegara dan
domestik.
Beberapa teman yang menyukai
pantai Kuta malah sempat bilang ke saya,” Pantai Sanur itu cocok buat yang
sudah pensiun.” Well, meskipun saya bukan pensiunan, tapi saya menikmatinya.
Panjang pantai ini sekitar tiga kilometer dengan garis pantai menghadap
ke timur. Pantai Sanur terkenal dengan pasirnya yang berwarna putih bersih dan
lembut. Sanur juga terkenal dengan desa-desa yang masih tercium aroma
tradisionalnya, ada juga pasar tradisional, dan pasar seni yang menjual aneka
pernak-pernik khas Bali.
Karena ombak pantai ini sangat
tenang, maka pantai ini tidak cocok untuk olahraga surfing. Tapi pantai ini
menyediakan permainan pantai di Bali yang lain, seperti seawalker Bali, scuba
diving dan snorkeling. Buat seorang pemula dalam olah raga menyelam, pantai ini
sangat cocok untuk, karena arus laut sangat tenang.
Seperti yang saya lihat di
perjalanan menuju tempat saya menginap di Mercure Resort, pantai ini memiliki
banyak hotel, bungalow dan penginapan. Beberapa hotel di sini kabarnya sudah
dibangun sejak tahun 1940. Oh iya, Jarak tempuh dari airport Ngurah Rai 16
kilometer , dan waktu yang saya tempuh
kurang dari setengah jam karena arus lalu lintas sedang lancar.
Sejak tahun 2005 lalu, digelar Sanur Village Festival setiap tahun, dalam
rangka mengenalkan keanekaragaman pariwisata Sanur kepada para turis lokal
maupun mancanegara. Festival lainnya
adalah International Kite Festival yang diadakan setiap bulan Juli.
Tak terasa sambil menapaki pasir
pantai, fajar pun hadir menyemburat kemerahan. Saya melihat sejumlah perempuan
mengais pasir dengan semacam garu kayu. Mereka membersihkan pasir pantai dari kotoran, menutup kotoran
anjing jalanan, dengan penuh semangat.
Saya juga melihat seorang nelayan
yang mengambil jukung, mendorong sendiri ke luat, kemudian bersapa dengan
seorang teman yang justru baru selesai melaut. Betapa menyenangkannya melihat
keramahan mereka.
Tak lama matahari mulai muncul
sedikit demi sedikit. Sangat indah. Lalu, beberapa turis anak-anak dan dewasa terlihat
berlarian ke pantai, mengambil foto buru-buru karena takut kehilangan momen.
Setelah matahari mulai tampak jelas, mereka langsung nyebur ke air laut
bersama-sama. Begitu asiknya.
Pantai Sanur memang sangat cocok untuk liburan anak-anak karena dapat
berenang di arus laut yang tenang dan juga tidak dalam. Selain itu anak-anak
anda dapat melakukan permainan bola di pasir putih.
Sejarah Pantai Sanur
Sejarah pantai Sanur, pantai ini
mulai diperkenalkan pada tahun 1937 oleh seniman asal negara Belgia, yang
bernama A.J. Le Mayeur, seniman ini memiliki istri orang Bali yang bernama Ni
Polok. Cara pengenalan seniman asal negara Belgia ke mancanegara dengan membuat
lukisan tentang pantai ini dan memamerkan ke mancanegara. Karena hal ini,
pantai di Sanur, mulai dikenal ke mancanegara.
Keindahan panorama alamnya membuat
Pantai Sanur terkenal bahkan sejak jaman dahulu. Dalam sejarah Bali kuno,
Pantai Sanur telah dikenal sebagai pantai yang indah, hal itu nampak dalam
Prasasti Raja Kasari Warmadewa, seorang raja yang berkeraton di Singhadwala
pada tahun 917 M. Sekarang, prasasti tersebut terdapat di daerah Blanjong,
bagian selatan Pantai Sanur.
Pada masa kolonial Belanda,
Pantai Sanur terkenal sebagai lokasi pendaratan bala tentara Belanda ketika
akan menyerang Kerajaan Badung yang dianggap membangkang pada pemerintah kolonial.
Perang yang terjadi pada tanggal 18 November 1906 itu kemudian dikenal sebagai
Puputan Badung, yaitu semangat perang sampai mati yang dipraktekkan oleh Raja
Badung dan pengikut-pengikutnya.
Ternyata eh ternyata … sewaktu
saya ke pantai sore harinya … voila! Pemandangan di sore hari juga tak kalah
menarik. Surutnya air laut memperjelas pandangan mata pada gugusan Pulau
Serangan dan bukit batu karang yang menjorok ke laut di sebelah selatan Pantai
Sanur. Sayapun akhirnya tak tahan untuk nyebur di Pantai Sanur. Asik ternyata.
Jadi, nggak benar kalau ada yang
bilang Pantai Sanur kalah menarik dengan Pantai Kuta. Setiap pantai memiliki keunikan
dan ceritanya sendiri-sendiri.
^_^
Foto-foto: Benny Rhamdani
Foto-foto: Benny Rhamdani
0 komentar:
Post a Comment