Alun-alun Bandung dengan rumput sintetis. (foto: Benny) |
Alun-alun kota Bandung telah
diubah wajahnya menjadi lebih hijau oleh Walikota Ridwan Kamil. Banyak
anak-anak senang bermain, berlarian atau sekadar duduk-duduk di atas rumput sintetis
yang menyelimuti alun-alun. Saya jadi bertanya-tanya, amankah rumput sintetis
itu untuk kesehatan anak-anak?
Lapangan rumput sintetis saat ini
di bandung, bahkan di Indonesia, sudah bukan barang baru lagi. Beberapa
lapangan futsal menghamparkan rumput sintetis ini menggantikan rumput hijau
yang kian ditinggalkannya. Sekolah dan taman bermain pun kini banyak
menggunakan rfumput sintetis. Alasan klasik, rumput asli lebih sulit
perawatannya.
Belum ada penelitian khusus
tentang pengaruh rumput sintetis untuk kesehatan, terutama untuk anak-anak yang
biasanya rentan terhadap berbagai penyakit. Namun Amy Griffin, seorang pelatih
sepakbola di Amerika Serikat mulai mempertanyakan pengaruh rumput sintetis itu
ketika pada tahun 2009, dia mendapatkan seorang kipernya didiagnosa kanker.
Amy mengaku sudah menjadi pelatih
selama 27 tahun. Selama limabelas tahun pertama, dia tidak pernah menemukan
siswanya kena masalah, karena masih memakai rumput alami untuk berlatih sepakbola. Terakhir dia mendata dan menemukan 38 siswa
pemain sepakbola di Amerika Serikat yang didiagnosa kanker. Umumnya menderita kanker darah seperti
limfoma dan leukemia.
Amy sempat mengkhawatirkan bahan
pembuat rumput sintetis dari serat sintetis dan lapisan ban – yang bias jadi
mengandung berisi benzena, karbon hitam dan timah. Namun demikian, seluruh
penlitian ilmiah menyebutkan bahan dasar rumput sintetis aman bagi keshatan.
Pada tahun 2013 dalam jurnal
ilmiah Chemospheres, yang menganalisa mulsa
karet dan karet tikar, menyimpulkan bahwa, "Penggunaan ban karet daur
ulang, terutama yang menargetkan area bermain dan fasilitas lainnya untuk anak-anak,
harus menjadi perhatian."
Sebuah studi 2006 di Norwegia tentang menghirup, menelan dan kulit terpapar ruput
sintetis di dalam ruangan mengidentifikasi, bahwa menghirup senyawa dari rumput sintetis tidak
akan menyebabkan "efek berbahaya akut" untuk kesehatan, tetapi itu
"tidak mungkin ... untuk melakukan penilaian risiko kesehatan yang
lengkap." Para peneliti juga menyimpulkan bahwa paparan oral untuk rumput
sintetis tidak akan menyebabkan ancaman risiko kesehatan.
Pada tahun 2013, seperti dikutip nbcnews.com, studi lain berusaha untuk mengukur konsumsi,
inhalasi dan paparan kulit risiko bagi pengguna, menetapkan bahwa risiko yang
ada adalah kecil. Tapi peneliti
mengidentifikasi memimpin di rumput diuji, termasuk "konsentrasi
besar" timbal dan kromium dalam satu sampel. "Sebagai bahan rumput degradasi
dari pelapukan memimpin bisa dirilis, berpotensi mengekspos anak-anak,"
kata laporan itu.
Menurut Dr Joel Forman, profesor
pediatri dan kedokteran pencegahan di New York Mt. Sinai Hospital, dalam semua
studi ini, kesenjangan data membuat sulit untuk menarik kesimpulan perusahaan.
"Tak satu pun dari studi
bersifat jangka panjang. Mereka jarang
melibatkan anak-anak yang sangat muda dan mereka hanya mencari konsentrasi
bahan kimia dan membandingkannya dengan standar yang dianggap dapat
diterima," kata Dr Forman. "Itu tidak benar-benar memperhitungkan
efek subklinis, efek jangka panjang, perkembangan otak dan anak-anak."
Nah, bingung kan? Karena ternyata masih juga ada yang
meragukan. Bahkan banyak kini keluarga di Amerika Serikat yang menganjurkan
ank-anaknya bermain di lapangan alami. Bukan di rumput sintetis.
Saya sendiri terhadap anak saya belum benar-benar
membiarkannya bermain lama-lama di lapangan rumput sintetis di alun-alun
Bandung. Sekadar berjalan dan berfoto saja. Tapi, jauh di dalam lubuk hati
saya, amat menginginkan lapangan rumput di alun-alun ini dibuat dari rumput
alami, bukan sintetis.
0 komentar:
Post a Comment