Tak ada rencana sama sekali saya ke tempat ini. Setelah browising mencari-cari lokasi menarik
yang gratis, keputusan jatuh bertandang kesebuah galeri topeng dan wayang. Ternyata,
saya benar-benar dibuat takjub di dalamnya.
Hari itu saya tiba terlalu awal
di International Airport I Gusti Ngirah Raih, Bali. Masih pukul 10 pagi
waktu setempat. Sementara jam check-in
hotel baru pukul dua siang. Ketimbang nongkrong nggak jelas, saya dan
teman-teman yang akan mengikuti sebuah workshop di Sanur memutuskan menyewa
mobil dan keliling Bali.
Belum jelas ke mana arahnya.
Namun setelah browsing dan diskusi dengan supir yang baik hati itu, kami
singgah ke sebuah tempat yang asri bernama Setia
Darma House of Mask and Puppets atau Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma
(RTWSD). Lokasi RTWSD tepatnya di Banjar
Tengkulak Tengah, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Saya belum ada gambaran ketika
menjejak ke halaman RTWSD. Tapi teman saya yang pernah bertandang sebelumnya
sekilas menceritakan tentang koleksi topeng yang eksotik. Karuan saya segera
bergegas.
Seorang pemandu wanita, sebut
saja Ayu, dari RTWSD menyambut kami ramah ketika kami hendak masuk ke salah
satu joglo. Dia menyalakan lampu di dalam ruangan agar kami leluasa menikmati
koleksi di dalamnya. Sesekali Ayu menceritakan tentang koleksi yang dipajang.
Sebagai pecinta karya seni, saya
bisa belajar banyak hal, mulai dari warna, ukuran , ragam bentuk ekspresi,
anatomi, hingga ornamen penghias. Topeng pertunjukkan dengan topeng ritual yang agak-agak mistis.
Salah satu topeng ritual yang
bisa dilihat adalah topeng ritual dari
Kalimantan yang diperkirakan berusia sekira dua abad. Topeng yang bentuknya
demikian purba meski sederhana, yaitu topeng ritual Suku Dayak (Hudoq) terbuat
dari kayu dengan tekstur kasar berwarna
oranye dan mirip labu.
Untuk koleksi wayang dan boneka, saya harus masuk ke salah satu bangunan berbentuk joglo. Di
sana tersimpan apik ragam wayang mulai dari Jawa, Betawi, Sunda, sampai Batak.
Tidak hanya koleksi lokal, lihat pula koleksi wayang gantung dari China,
Italia, bahkan Malaysia.
Sejarah wayang dan bentuk boneka
tampaknya tak kalah purba dengan sejarah peradaban bangsa. Menarik mengenal
ragam bentuknya yang kaya kreatifitas ataupun mengenal format pertunjukan dan
mitos atau kisah yang diusung sebuah boneka atau wayang.
Beberapa koleksi diantaranya adalah wayang
kaper yang biasanya digunakan oleh anak-anak raja, wayang beber jawa dan bali,
wayang suket dari rumput, wayang kulit, dan lainnya. Wayang golek tak mau
ketinggalan memenuhi ruang koleksi.
Kebetulan sekali saya dan
teman-teman sedang mempelajari sejarah ilustrasi dalam cerita anak-anak di Indonesia.
Di sini kami bisa mengamati langsung dari wayang beber Bali. Benar-benar
beruntung.
RTWSD merupakan rumah bagi ribuan
topeng dan wayang di Indonesia, serta beberapa negara di Asia dan Afrika. Selain
untuk tujuan wisata keluarga dan budaya, RTWSD juga dibangun sebagai upaya bagi
pelestarian, pendidikan, hiburan, dan pengembangan seni topeng dan wayang.
“Rombongan pelajar juga sering
datang ke sini,” kata Ayu menjelaskan.
Milik Pengusaha
Saya terkesima ketika mengetahui
RTWSD bukan milik pemerintah daerah setempat. RTWSD merupakan prakarsa seorang pebisnis sekaligus
pemerhati budaya, Hadi Sunyoto. Pengusaha tersebut menyadari akan rendahnya apresiasi dan
kepedulian terhadap topeng dan wayang tradisional di Indonesia.
Hadi Sunyoto mengoleksi topeng
dan wayang dari berbagai daerah di Indonesia sejak kurun waktu 7 tahun.
Koleksinya tersebut kemudian disimpan, dilestarikan, dan dibuka untuk umum agar
masyarakat luas lebih mengenal keberadaannya pada tahun 2006. RTWSD dikelola
sepenuhnya secara partikulir tanpa campur tangan pemerintah. Meski demikian,
sistem pengelolaanya menganut prinsip kerja sebuah museum.
Rasanya tak bosan mata saya
memerhatikan koleksi –koleksi yang unik dari Indonesia. RTSWD berdiri di atas lahan seluas 1,4
hektar, dengan 5900 koleksi yang terdiri
dari 1200 topeng dari Indonesia, Afrika, dan Jepang. Sementara, untuk koleksi
wayang tercatat sekira 4.700 wayang dari Indonesia, China, Malaysia, Thailand,
Mianmar, dan Kamboja.
Kabarnya, Koleksi yang dipamerkan
di RTWSD saat ini barulah setengah dari jumlah koleksi total yang sudah
dikumpulkan. Baru setengah saja saya sudah takjub, apalagi kalau semuanya
dikeluarkan.
Ada beberapa bangunan di RTWSD,
mulai dari arsitektur Bali, arsitektur seperti
joglo, tekuk lulang dan limasan. Dan yang bikin saya nggak merasa seperti di
dalam museum adalah kebun, taman, lapangan rumput serta hamparan sawah yang alami. Ada juga ruang
pertunjukan juga menjadi fasilitas penunjang di RTWSD.
Saya bersyukur banget bisa
nyasar ke Gianyar, menyaksikan sebuah
obyek wisata kelas dunia bernama Rumah
Topeng dan Wayang Setia Darma.
Foto-foto: Benny Rhamdani
0 komentar:
Post a Comment