Rumah makan dengan sambal
terkenal di Bandung terbilang banyak jumlahnya. Salah satunya adalah sambal
leunca di Warung Nasi Bu Imas. Tapi
hati-hati ya buat cowok, jangan kebanyakan makan sambel leunca.
Siang itu saya menyusuri Jalan
Oto Iskandar Dinata Bandung. Kawasan yang begitu akrab dengan masa kecil saya
karena dulu saya sempat sekolah di SMPN 3, di Jalan Dewi sartika. Tiba-tiba
saya ingin makan di warnas Bu Imas. Beloklah saya ke Jalan Balonggede.
Sejak pertigaan dekat komplek
Assalam, deretan warung nasi dengan nama Bu Imas terpampang. Mungkin inilah
warung nasi terpanjang yang ada di Bandung. Tapi saya memilih masuk ke warung
nasi yang saya tahu secara historis adalah aslinya. Tepat dibelokan ke Jalan
Pungkur.
Setelah parkir saya masuk ke
warung nasi yang tampak bersahaja. Tapi jauh lebih bagus dari yang saya ingat
dulu, ketika saya sering makan di sini. Ya, sekitar awal 1990-an ketika
termional bis dari Jakarta masih di Kebon Kelapa, saya kerap makan di sini.
Karena posisinya dekat dengan tempat ngetem angkot ke arah Dago.
Dulu, bisa sampai Bandung lebih
dari pukul 10 malam, keadaan sudah teramat sepi. Dan angkot-angkot ini baru mau
berangkat kalo penumpang penuh. Tentu tak sebntar. Ketimbang nangkring di dalam
angkot, mendingan ngisi perut dulu di warung nasi.
Yang tidak berubah di warnas Bu Imas adalah cara penyajian
hidangannya. Semua lauk pauk di deretkan di meja panjang. Kita tinggal comot
setelah mendapat sepiring nasi. Bagi yang menginginkan lauk dalam keadaan
hangat, silakan minta digoerng ulang.
Ada satu menu yang saya suka di warnas Bu Imas, yakni sambel
leunca. Dulu, rasanya hanya makan dengan sambel leunca dan tempe pun sudah
lahap. Hahaha, itu karena dulu masih mahasiswa. Sekarang, pakai lauk pauk dong.
Dan favorit saya adalah ayam bakar. Karena ayam bakar Bu
Imas juga terkenal karena gurih dan manisnya bercampur menjadi satu rasa yang
khas. Belum lagi aroma pembakaran yang bikin air liur menetes.
Satu kekhasan yang menjadikan kekhasan warung nasi Bu Imas
sebagai rumah makan Sunda, tentu saja tersedianya aneka lalaban. Dulu saya
paling suka kol. Tapi karena sekarang tidak cocok dengan lambung, saya biasanya
memilih daun-daunan seperti selada air.
Makan dengan sambel lunca warnas Bu Imas dijamin akan bikin lupa segalanya. Selain pedasnya, juga rasanya yang membuat mulut kita benar-benar terbakar kelezatan.
Sekadar informasi tambahan, leunca atau Solanum Nigrum L telah
digunakan sebagai obat-obatan sejak 2.000 tahun lalu. Di Meksiko kerap
digunakan sebagai obat pusing. Di Tiongkok dipakai untuk mengobati radang
ginjal dan kandung kencing, juga antidiare.
beberapa studi ilmiah menunjukkan, leunca memiliki aktivitas anti
ulserogenik yang berhubungan dengan lambung, sistem saraf pusat, dan sebagai
agen anti neoplastik serta memiliki peran sitoprotektif melawan kerusakan sel
ginjal. Khasiat lain dari terong kecil yang sering dilalap ini adalah sebagai
zat anti rematik.
Ssst, ini mungkin yang perlu diketahui oleh kaum Adam. Tanaman
keluarga Solanaceae mengandung senyawa yang dapat meningkatkan aliran darah ke
penis, sehingga dapat meningkatkan ereksi. Senyawa yang dikandung hampir semua
jenis terong-terongan dapat meningkatkan sirkulasi darah. Namun di sisi lain,
beberapa hasil penelitian menunjukkan efek negatif tanaman leunca yang dapat
menurunkan jumlah sperma, sehingga mengganggu kesuburan.
Hmm, apapun yang kebanyakan memang nggak baik kok.
(foto: Benny Rhamdani)
0 komentar:
Post a Comment