Bajigur dan bandrek kemasan instan pun diliriknya. (foto: dokpri) |
Sosoknya bersahaja dan kental
dengan dialek Sunda saat bicara. Saya terlebih dahulu mengenalnya sebagai sosok
pengusaha turbin yang produknya sudah mencapai mancanegara. Belakangan saya kemudian
tahu bahwa pria ini juga pengusaha bandrek kemasan. Yang satu banyak melibatkan
tenaga pria, satunya lagi malah didominasi pekerja wanita.
Saat pertama bertemu langsung
dengan mantan dosen ini di pabriknya di kawasan Cihanjuang, Cimahi, Jawa Barat,
saya nyaris tak menyangka pria kelahiran Sumedang 2 Oktober 1958 ini adalah
pengusaha turbin yang terkenal di banyak negara dan memiliki banyak prestasi.
Begitu sederhananya. Bahkan ketika saya bertemu kedua kali karena mengundangnya
ke kantor untuk berbagi cerita, tampilannya tetap sederahana, walaupun
kendaraannya tidak sederhana.
Sebab itulah saya merasa santai
ketika berbincang dengan peraih penghargaan ASEAN Hydro Award 2004 ini. Dan
yang menarik, sukses di bisnis turbin air tak menghalangi niatnya untuk terjun
ke bisnis bubuk minuman dalam kemasan, dengan mengangkat jenis minuman Jawa
Barat yang terkenal, yakni bandrek dan bajigur.
Eddy Permadi menceritakan ihwal titik
balik menuju suksesnya justru dari kegagalannya dalam usaha pupuk tablet.
“Waktu itu kebijakan pemerintah kurang menguntungkan produk saya dengan
mengelompokkan ke dalam pupuk industri, sehingga harganya jadi mahal,” ungkap
peraih Kalapataru tahun 2005 ini.
Kegagalan usahanya pada 1995 itu mendorongnya
menjajal bisnis sesuai latar belakangnya sebagai lulusan Jurusan Mesin PMS ITB
dan universitas di Stutgart, Jerman, yakni bisnis turbin.
Eddy Permadi, dari Turbin ke Bajigur. (dokpri) |
Ia teringat tanah tercinta ini yang memiliki sumber air berlimpah. Proyek pertamanya perbaikan turbin asal Jerman
untuk perkebunan teh di Bandung berkapasitas 200 ribu watt. Kemudian, Eddy mendapat order pemasangan
turbin di Sulawesi. Selanjutnya, setiap
tahun ia mendapat 4-5 proyek turbin. Kala itu karyawannya mencapai 20-30 orang.
Adapun lokasi workshop-nya di Cihanjuang awalnya hanya seluas 800 m2, kini
mencapai 1.200 m2.
Keberhasilan Eddy di bisnis
turbin boleh dibilang karena karyanya
tak sulit dioperasikan dan dirawat oleh masyarakat. Ia juga mampu
membuat turbin yang kecil ataupun besar, yang menghasilkan daya listik sekitar
100 watt hingga 200 ribu watt (200 kw). Turbin itu pun dapat dipasang di daerah
dengan ketinggian air yang rendah (2 meter), hingga untuk air terjun.
Sukses di bisnis turbin, Eddy mulai memikirkan bisnis lainnya.Pada tahun 2005 ia merintis bisnis minuman kemasan instan
bandrek. “Awalnya banyak orang menyangsikan kemampuan saya soal ekonomi rakyat
karena pendidikan saya. Dari situ saya buat alat pengolahan pascapanen seperti
pengering, pemotong hingga gerinda,” ia menuturkan.
Merasa sayang peralatan
produksinya tak difungsikan, ia pun mengembangkan ide menjual kopi yang sudah
ditambah gula dalam kemasan. Namun belakangan ide ini ia urungkan karena tak
sesuai dengan konsep bisnisnya, yaitu kalau ingin mulai berwirausaha jangan
mulai dari wilayah yang sudah banyak digarap orang lain. Dan, tiba-tiba ia
terbersit untuk membuat bandrek pakai kopi. Ia meyakini kombinasi minuman itu
tak ada di pasaran.
Eddy memberdayakan tenaga kerja empat orang. Itu pun dari orang
dalam sendiri. Selanjutnya, mereka belajar tentang perizinan, kemasan dan
distribusi produk ke warung. Dalam setahun pertama, respons pasar terhadap
bandrek yang bermerek Hanjuang itu sangat jelek.
Pada tahun kedua Eddy melakukan
evaluasi. Dia mencoba mengubah jalur
dari produk warungan menjadi eksklusif dengan cara masuk ke toko oleh-oleh dan
factory outlet. Desain kemasan pun
diubah lebih dinamis. Warna pun dibuat bervariasi dan lebih terang. Bisnisnya
pun meningkat.Dia juga mendapatkan informasi, banyak bapak-bapak dan ibu-ibu yang mengeluh tidak kuat minum kopi. Lalu akhirnya Eddy
membuat jenis produk baru yaitu bandrek tanpa kopi dengan kemasan baru.
Karyawan pun bertambah dari empat
orang. Setelah melihat permintaan yang meningkat, di tahun kedua Eddy merilis
item baru seperti Bajigur Hanjuang. Di tahun ketiga, perusahaan mulai membuat
sekoteng dan minuman energi atau bandrek khusus dewasa yaitu Bandrek Spesial.
Dalam produk ini ada kandungan ginseng dan buah pinang. Lalu muncul selanjutnya
Teh Bandrek, Coklat Bandrek, Beras Cikur.
Selain melibatkan tenaga kerja
dari lingkungan pabriknya, Eddy juga menjalin kerja sama dengan perajin gula aren
di kawasan Gunung Halimun. Mengenai kiat keberhasilannya, Eddy mengatakan,
”Yang penting berani berbeda.”
0 komentar:
Post a Comment